Judul tulisan saya ini memberikan gambaran betapa berat tugas Jokowi sebagai Presiden terpilih di tengah himpitan harapan yang begitu besar terhadap kepemimpinan Jokowi. Sang pelanduk yang kurus kecil harus menghadapi kekuatan besar Elite politik dengan beragam kepentingan. Mereka  adalah penagih janji terhadap kesuksesan Jokowi dalam meraih tampuk pimpinan negeri ini. Mereka berhitung terhadap segala kalkulasi biaya yang telah dikeluarkan, dukungan harta, harga diri, massa dan segala tetek bengek trik agar  Jokowi bisa melenggang mulus. Intrik-intrik yang datang strategi politik serta penyatuan koalisi- koalisi pendukung telah menitipkan pesan dan bisikan: "Kamu harus balas budi, atas segala jerih payahku". Sang Banteng akan selalu mendengus untuk mengingatkan akan transaksi senyap hasil perjuangan di tengah bara politik yang membara. Sementara ada kekuatan lain yang tidak kalah garangnya dalam menjegal perjalanan Jokowi menuju RI I. Koalisi seteru Jokowi dalam Pilpres juga terus bermanuver memenangkan dan merebut simpati rakyat. Sampai terpilih, badai politik terus saja berlangsung dan terus tercetus ide dari pelaku politik untuk memainkan psikologi massa dengan  bermain di media mainstream dan media sosial. Masyarakat diobok-obok dengan tulisan provokatif, tulisan memihak, tulisan yang menohok dan tulisan memfitnah. Media massa seperti mengurung masyarkat dengan tulisan -tulisan yang sentimentil, tulisan yang membuat bingung.
Politik akhirnya menjadi gambaran betapa  telah terjadi degradasi moral di segala lini. Masyarakat politik telah terkendali oleh kekuatan besar yang tidak tampak tapi besar pengaruhnya. Uang. Ya uang telah mempengaruhi banyak hal termasuk idealisme. Banyak orang menggadaikan idealisme semata-mata karena uang. Begitu besarnya kuasa uang hingga banyak orang saling bunuh, saling menelikung untuk mendapatkan posisi strategis hingga ia mampu menggenggam uang banyak untuk mampu mengendalikan massa.
Gajah itu bisa berupa sebuah keinginan atau ekspektasi besar dari rakyat yang rindu perubahan, rindu revolusi mental, rindu lepas dari intrik politik , rindu untuk menikmati kemakmuran.
Tapi kadang kerinduan masyarakat tidak diimbangi oleh niat baik masyarakat untuk bersama mengubah nasib dengan bekerja keras. Kadang masyarakat hanya mengandalkan pemerintah untuk mengubah peruntungan tapi tidak mendukung langkah kongkret untuk mengubah pola pikir yang salah tentang keterlibatan arus dukungan sebagai manusia pembelajar. Manusia pembelajar akan cenderung belajar dari kegagalan dan kesalahan. Kalau ada yang salah dari masa lalu akan berusaha di perbaiki saat bercermin dari kesalahan dan kegagalan sebelumnya.
Banyak orang senang mengkritik, tapi tidak banyak yang secara gentle mau mengritik diri sendiri. Mereka sering banyak melakukan pengamatan terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat orang lain tapi jarang yang melihat diri sendiri sebelum melemparkan kritik terhadap orang lain.
Pelanduk selalu waspada terhadap terjangan gajah dan Banteng tapi  jika gempuran-gempuran itu datang bertubi-tubi suatu saat pelanduk akan lengah.Butuh kekuatan penyeimbang untuk melindungi pelanduk agar tetap aman melangkah di tengah pengaruh- pengaruh sekelilingnya.
Masyarakat harus mendukung penuh terhadap segala kebijakan yang pro rakyat, tapi masyarakat tidak juga apatis atas segala perilaku negatif yang berasal dari masyarakat yang mengganggu kinerja pemerintah. Untuk bisa menjadi negara maju, masyarakat harus mau diatur terutama kebijakan-kebijakan yang akan mengubah perilaku negatif masyarakat menjadi masyarakat yang kooperatif, mau bekerja sama dan mendukung perubahan mental.
Kalau pemerintah sekarang ibarat pekerja yang penuh vitalitas, masyarakat harus mau mengikuti daya pegas pemerintah, ikut bekerja keras agar bersama-sama berbenah dan membangun. Kerjasama pemerintah dan rakyatnya akan menjamin percepatan pembangunan dan kemajuan di segala lini. Lain jika masyarakat apatis bahkan cenderung menjadi pengamat, pengritik tanpa aksi apa-apa untuk membantu pemerintah memenuhi target terhadap janjinya selama kampanye.
Kalau Jokowi salah melangkah ada gajah yang siap menginjaknya, jika Sang Presiden salah mengambil keputusan  Dengusan Banteng akan membuat ciut nyali bila tidak punya keteguhan dan keberanian mempertahankan idealisme.Jutaan sorot mata tertuju pada Presiden setiap hari. Harapan yang terbentang akan menjadi batu ujian apakah Sang Presiden mampu mewujudkan harapan rakyat atau tenggelam dalam kekuatan besar yang cenderung merusak bukan membangun.
Partai politik tentu akan lebih cenderung berhitung untung rugi, kepentingannya lebih didorong oleh dorongan berkuasa. Masalah idealisme bisa diatur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H