Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Jalan Terjal Seorang Penulis

24 November 2015   13:14 Diperbarui: 24 November 2015   13:30 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah curhatku sebuah lereng terjal dalam menulis. Kalau boleh jujur saat ini adalah waktu terjal dalam hidupku, aku tengah masuk dalam fase sulit hidup, yaitu menyatukan hobi dengan persoalan rumah tangga yang tengah rumit. Dari perbedaan karakter antara aku dan istriku, hampir sepanjang bulan terjadi perselisihan, dari situ muncul rasa frustrasi, muncul kelelahan, apakah keluarga saya tengah di tubir kehancuran. Banyak pandangan yang berbeda begitupun dalam memandang masalah yang sehari-hari muncul.

Dengan karakter yang dibawa dari lahir ternyata banyak sisi yang susah disatukan. Kami tak pernah presisi, tak pernah menyentuh harmoni yang selaras, kecuali saat bercumbu. dalam pandangan hidup tentang masa depan ternyata banyak hal yang mesti dikoreksi karena ternyata idealisme kami sering berbenturan. Tapi aku yakin aku bisa merangkul semua perbedaan itu menjadi sebuah kebersamaan, aku percaya proses waktulah yang akan menidurkan riak-riak yang bergelombang menerha hidup ini.

Persoalan hari-hari itulah yang menguras energi hingga mood untuk menulis , terjun bebas. Keluarga bisa menjadi sumber inspirasi tapi sering sekali menjadi beban berat hingga menumpulkan ide untuk menulis, tapi dari persoalan hidup, muncul ide liar menulis novel, tapi tidak juga kesempatan datang. terlalu banyak persoalan hidup yang menghambat hingga aku akhirnya hanya berkata serahkan saja pada sang waktu. Kalimat itu sebetulnya adalah representasi keputusasaan, sebuah masalah klasik yang dihadapi oleh setiap penulis.

Kadang seorang penulis adalah seorang individualis yang hanya bercerita tentang idealisme, sedangkan hidupnya sendiri penuh persoalan. banyak penulis yang lari dari kenyataan. Ia frustrasi maka ia menulis, ia tidak bahagia maka ia menulis, ia tidak tahu maka ia perlu berkayal untuk menjadi tahu. Menulis itu adalah menggadaikan waktu bagi orang-orang yang menganggap bahwa waktu adalah uang. menulis itu hanya pekerjaan remeh pada orang yang terbiasa bergerak cepat untuk memperoleh uang bejibun.

Tapi seorang penulis memandang menyusun kata-kata itu adalah ibadah, tuntutan jiwa, kepuasan bathin dan pelarian dari kepelikan hidup. Ernest Hemingway adalah penulis dengan gaya lugas sederhana, tapi ia harus mati bunuh diri karena kesepian dan perasaan-perasaan lain yang sering tersirat di tulisannya. Seorang penulis itu adalah seorang pencari, seorang yang selalu gelisah, seorang yang selalu ingin menciptakan cerita hingga tercatat oleh sejarah.

Pramudya Ananta Tour, hampir sepanjang hidupnya tersandera, hidup dalam pelarian, berteman dengan kesengsaraan. kegelisahan, penderitaannya tertuang dalam buku-bukunya yang "tidak sukses"(Tapi tulisannya Banyak dicari orang  karena kualitasnya )pada masa orde baru karena represi negara atas karya-karyanya yang agung, tapi ia adalah sosok penulis yang murni berangkat dari kejujuran kata-kata, bukan pesanan. aku telah menulis sejak SMA, kalau ditotal mungkin sudah ribuan tulisan terbilang tapi yang kuketahui dan terpublikasikan tidak sampai 30 persennya.

Bagiku menulis di satu sisi adalah sebentuk penghiburan diri. Aku merasa banyak orang tidak memahami dirku, maka aku ungkapkan kegelisahan dengan menulis. aku tidak perduli gaya bahasa yang penting setelah menulis aku merasa lega dan terpuaskan. Tapi kadang menulis menjadi bumerang, karena dari rangkaian kata-kata itu tunanganku akhirnya memutuskan hengkang dari hidupku. Tidak selamanya tulisan-tulisanku itu membuat wanita merasa termehek-mehek dengan kata-kata yang kutulis.

kadang malah membuat mereka yang tidak mengerti sastra menjadi mual. Lereng terjal dalam menulis itu seperti novel yang tidak pernah selesai, gelisah itu menjadi teman, sedih itu menjadi sebuah ide dan kesialan-kesialan itu menjadi MEME menyakitkan.Tapi seorang penulis itu memang harus gelisah melihat-ketimpangan-ketimpangan yang hadir di kehidupannya. Dari kegelisahan itu muncul tulisan yang dramatis, muncul kata-kata mengejutkan hasil dari refleksi kehidupan.

Menulis Sebagai Terapi

Saat aku merasa gelisah dengan persoalan hidup yang tak berujung kutulis apa yang ada dalam hati ini, dari kata-kata kadang tulisan terasa tidak seperti idealnya hasil tulisan, tapi menulis bisa menjadi terapi dari rasa gelisah, gundah, stres dan tekanan-tekanan yang mengikuti perjalanan hidupku ini. Aku menjadi tenang dan merasa bebanku sangat kurang setelah menulis.

Menulis Sebagai Peluang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun