Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Membaca Cuitan Sang Mantan

7 Februari 2017   19:37 Diperbarui: 8 Februari 2017   11:11 2101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (BBC)

Aku sudah melupakan mantanku. Biarlah ia terbang bersama kenangan yang berlalu. Meskipun surat-suratku masih tersimpan rapi di buku diariku, itu hanyalah sebuah jejak dari sejarahku yang tak perlu dihapus. Betul aku adalah bagian dari masa lalu, tapi tak perlu larut dalam kenangan masa lalu yang membingkai cinta, kesedihan, kekecewaan, air mata meskipun kadang aku masih rindu menatap wajahnya sekali-sekali.

Aku senang kepada mantan yang masih bersapa, berhei-hei, dan melontarkan pujian sekali-sekali, tapi aku bosan dengan mantan yang masih nyinyir berkeluh kesah tentang penderitaannya, tentang kehidupannya, dan tentang kebimbangannya menghadapi hidup dan tentang masa depannya yang masih ingin digenggam erat, seakan-akan tak rela kekasih hatiku mengisi hari-hariku dan ternyata kekasih baruku lebih cekatan, sederhana, tidak banyak mengeluh meskipun tidak lebih ganteng dari mantanku sebelumnya.

Tadinya aku masih respek kepada mantan, tapi sejak ia selalu merecoki kehidupanku dan seakan tak rela jalan bareng denganku untuk mengukir masa depan, ia kuanggap seperti benalu yang mengganggu kehidupanku dan aku sungguh membenci mantan yang terlalu reaktif. Ah, lupakan saja mantan seperti ini. Ia hanya biang kegaduhan, hanya menambah beban masalah, dan bukan bagian dari solusi. Setiap kali aku ingin bertanya apa maksud dari cuitannya di media sosial, ia seperti diam seribu bahasa. 

Padahal, aku tahu cuitannya di medsos itu ditujukan kepadaku. Aku tidak menyukai mantan yang baper, yang hanya mengeluh dan mengeluh. Apakah ia takut jika aku beberkan kekurangan dia saat aku bersamanya dulu? Mantan takut ketahuan bahwa ia sesungguhnya seorang yang mudah menangis, mudah menyerah, dan mudah bimbang. Ia memang keren dan kata-katanya dulu amat memesona sehingga aku jatuh cinta, tapi di balik kata-katanya yang penuh pesona itu, ternyata ia tidak pernah bisa menyelesaikan masalah kami yang akut dan perlu penanganan cepat.  

Ia hanya tersenyum tapi dalam senyum yang penuh misteri dan tanda tanya. Siapakah dia? Sampai saat ini aku masih bingung kenapa dulu aku sampai jatuh cinta, kenapa aku harus bela-belain mendengarkan ceritanya yang penuh bahasa dewa. Ia seperti manusia yang tengah menghadapai masalah dan butuh teman untuk dia curhati. Kebetulan waktu itu aku tidak punya kekasih, jadi dia bisa masuk mengisi jiwaku yang tengah mendamba kekasih.

Sekarang ia hanya mantan. Aku sudah melupakan dan tidak ingin mendengar namanya. Tapi kenapa ia selalu mengirimkan cuitan di media sosial seakan-akan aku mencampakkan cintanya begitu saja. Ia kadang meminta-minta dengan kata-kata bersayapnya. Aku jadi malu kenapa ia harus ada dalam perjalanan sejarah hidupku, kenapa ia harus ada dalam hidupku saat ini. Bagaimana supaya ia tidak terus mengganggu hidupku? Apakah harus ku-remove namanya dari ruang media sosialku? Aku kan malu masalah masa lalu jadi konsumsi publik. Apa kata orang?

Aku pinta ya Sang Mantan, tidak usah baper, tidak usah lagi mengirimkan cuitan tentang masalah kita. Ini demi kebaikanmu. Jika kau diam dan menempatkan diri sebagai teman, sebagai sahabat, itu akan lebih terhormat. Jadi, kau bisa kuanggap sebagai mantan terindah. Tapi melihat kau terlalu reaksional, terlalu galau, dan terlalu mengurusi urusan yang seharusnya sudah kau tinggalkan, aku jadi merasa kaulah mantan paling rese yang pernah kukenal. Kini kau lihat sendiri, bukan aku yang dirugikan. Reputasimulah yang hancur akibat terlalu nyinyir. Sudahlah, nikmati hidupmu. carilah pasangan yang cocok dan lupakan masa lalumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun