Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Berbagi Pengalaman Unik dari Pameran Seni di Jogjakarta

17 Mei 2017   13:15 Diperbarui: 17 Mei 2017   13:30 1537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bentara Budaya Yogyakarta, Pencatat jejak seniman (www.Bentarabudaya.com)

Numpang Makan di Pembukaan Pameran

Ada yang lucu dari pengalaman saya waktu di Jogjakarta. Entah ini hal yang memalukan atau sebuah pengalaman  yang membuat  orang-orang tertawa. Sekitar tahun 1990 –an  pameran seni rupa mengalami booming. Banyak pameran seni berlangsung bisa di Benteng Vrederburg, Purna Budaya, ruang Pamer ISI (Institut Seni Indonesia ) ataupun Bentara Budaya Jogjakarta yang terletak di jalan Suroto. Yang ditunggu mahasiswa seni khususnya dan mahasiswa peminat seni pada umumnya adalah saat pembukaan Pameran. Seperti biasanya pembukaan pameran pasti meriah oleh kumpulan para seniman yang berkumpul, ikut menyaksikan upacara pembukaan pameran. Nah ini yang ditunggu sebab saat pembukaan makanan  akan berlimpah, gratis lagi. Ini menjadi kesempatan bagi mahasiswa yang sering”kelaparan” dan butuh gizi untuk menyantap makanan dengan hati riang, gembira tanpa perlu merogoh kantong dalam-dalam untuk jajan di warung atau ngutang di tempat langganan. Paling nggak 2 kali seminggu selalu saja ada pembukaan dan  bisa dengan santaianya menyerbu makanan yang disuguhkan.

Bagi mahasiswa  sekarang mungkin memalukan, tapi bagi mahasiswa pas-pasan yang harus berjuang setiap hari untuk bisa makan dengan enak itu suatu kemewahan tersendiri. Susah membayangkan pergi ke kafe, mojok, ngopi, atau makan Burger. Kentucky Fried Chicken karena itu adalah adalah adat kebiasaan mahasiswa borjuis. Mahasiswa berkantong pas-pasan lebih pas nangkring di angkringan atau di warung yang bisa diutangi dengan menuliskan bonnya di buku catatan yang sudah disediakan pemilik warung.

Saya sebetulnya mahasiswa yang cukup mampu karena kedua orang tua saya kebetulan pegawai negeri, tapi untuk menjangkau cita—cita makan di restoran ya cukup jauh dari bayangan saya kecuali ada yang nraktir. Kalau kebetulan lewat restoran ya cukup melirik saja…tapi untuk masuk dan nongrong di situ jauh dari mimpi.

Bentara Budaya dan jejak sukses seniman Jogja

Bentara Budaya (Utusan Budaya)Jogjakarta yang terletak di Jalan Suroto 2, Kota Baru cukup rutin menggelar acara seni entah pameran seni rupa, Diskusi seni budaya, Pementasan kecil . Moto Bentara Budaya terlihat dari logonya dari informasi yang saya dapat (www.bentarabudaya.com)  berarti "Manembah Hangesti Songing Budi" Banyak seniman memulai membentangkan sayap karyanya dari Bentara Budaya. Karena pada prinsipnya Bentara Budaya siap merangkul siapa saja yang hendak memamerkan karya. Karena salah satu motonya adalah siap bekerja sama dengan siapa saja. Dari pameran- pameran yang diselenggarakan oleh Bentara Budaya saya bisa menilai  pameran di Bentara Budaya memang melahirkan seniman-seniman berkualitas. Saya pernah menyaksikan pameran karya pelukis-pelukis yang sekarang bisa dikatakan sudah amat terkenal  bukan hanya di Jogjakarta tapi juga Indonesia. Affandi,Kartika Affandi, Boyke Aditya Krisna, Pupuk Daru Purnomo, Lucia Hartini  Erica Dwi Hastuti, Affandi, Widayat, Pameran bersama anak –anak ISI, Diskusi kritik seni, Pementasan Teater. Semua itu memberi pemahaman lebih pada dunia seni  Jogjakarta yang sangat mendalam meskipun akhirnya saya tidak terjun sebagai seniman. Dari rentang itu saya sering ikut diskusi seni rupa meskipun hanya sebagai penonton dan ternyata bakat seni rupa tidak sesangar seniman-seniman itu yang total menggeluti dunia mereka secara intens.

Ternyata kadar seni seseorang itu tidak didasarkan hanya masalah pendidikan formal saja. Banyak seniman terkenal  malah sering dropout dari kampusnya. Mereka merasa pendidikan tidak memberikan ruang kebebasan bagi hasrat seninya yang menggelegak. Kesenimanan memang unik dan susah ditebak ke mana arah berpikir mereka. Yang jelas mental itulah yang utama untuk bisa terjun total sebagai seniman. Seniman yang berani miskin, berani  malu, berani menanggung resiko dari idealisme seninya biasanya yang akan mentas. Lihat saja secara formal Butet  Kertarajasadan Djaduk Ferianto itu mempunyai latar belakang pendidikan di jurusan seni rupa tapi kemampuan mereka pada bidang seni meluas. Butet akhirnya menggeluti dunia “Jualan contong” dan Djaduk menjadi tandemnya untuk menggarap musik panggung, teater, bahkan mempunyai grup musik Kua Etnika dan Sinten Remen.Akhirnya kuliah ditinggalkan dan total berkesenian sebagai seniman profesional. Saya tidak menekankan bahwa pendidikan tidak penting tapi totalitas kesenimanan itu butuh pengorbanan dan usaha keras. Bahkan mungkin harus meninggalkan pendidikan formal untuk mencapai totalitas dalam berkarya.

Kesenian di Jogjakarta punya kekhasan yang tidak dimiliki oleh Jakarta Bandung dan kota lain. Atmosfer seni yang kental membuat Jogja terasa istimewa melahirkan seniman dengan karakter kuat dan dasar Keindonesiaan yang kental. Energi seni Jogjakarta telah melahirkan tokoh yang mendunia. Affandi, Nyoman Gunarsa, Nyoman Masriadi, Kartika Affandi, Ivan Sagita, Boyke Aditya Khrisna,sedikit dari banyaknya seniman yang berkiprah di dunia internasional dari pelukis dengan genre modern bisa di sebut Dadang Christanto(yang bermukim di Australia).

Booming Dunia Hiburan dan Pentas Seni

Balik ke pengalaman saya dalam dalam rangka perbaikan gizi ini hanya intermeso, yang ingin saya tekankan adalah era 90 – an kegiatan kesenian sedang mengalami booming.Even Biennale, FKY (Festifal Kesenian Yogyakarta ), Ketoprak Humor, Teater sangat hidup. Dan itu memberi pengalaman rohani bagi para pemerhati, pelaku seni, dan pecinta seni. Sekarang di era modern generasi milenial, cerita tentang mahasiswa yang memanfaatkan pameran seni sebagai perbaikan gizi mungkin tinggal cerita sebab sekarang berserak kafe, tempat tongkrongan mahasiswa, diskotik, dan rumah makan ribuan jumlahnya bermunculan di Jogjakarta. Bahkan sentra foto copy mahasiswa sekarang di daerah Mrican sudah berganti wajah menjadi  rumah makan. Tentunya mahasiswa sudah tidak akan kekurangan gizi lagi malah mungkin mereka kelebihan gizi. Hotel-hotel tumbuh subur, tempat tongkrongan dengan mudah ditemukan, kuliner menjadi destinasi baru, selain tempat wisata yang berkembang pesat bahkan sampai sisi selatan Timur, ke arah Gunung Kidul. Gunung yang dulu sering ditinggalkan anak-anak mudanya merantau karena sumber alamnya yang kurang  mendukung sekarang banyak menawarkan keindahan destinasi wisata yang mempesona. Jogja memang berubah tapi agak memasgulkan pada dunia seni rupa karena kini banyak seniman rupa yang banting stir karena ternyata orientasi masyarakat modern sekarang lebih memanjakan perut daripada memanjakan mata untuk melihat keindahan seni. Ayo seni bangkit dan tunjukkan diri bahwa suatu saat seni dan kesenian akan booming lagi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun