Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seragam sebagai Identitas Sekolah

18 April 2024   14:43 Diperbarui: 18 April 2024   14:54 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar kompas.com yogyakarta.

Kenangan masa kecil  saat sekolah baik ketika  masih anak-anak dan menginjak remaja adalah tentang seragam sekolah. SD dengan ciri khas bawahan merah atasan putih, SMP bawahan Biru atasan putih, SMA atau SMK bawahan abu-abu atasan putih. Kalau sudah seragam terasa tampak gagah karena tidak semua anak waktu kecil mendapatkan kesempatan sekolah.

Tentang Seragam dan Memori Masa Sekolah

Jujur waktu kecil saya tidak terkendala dengan seragam, karena kedua orang tua saya kebetulan Guru SD Negeri (Pegawai Negeri). Ayah bahkan sampai pensiun jadi Penilik Sekolah jenjang SD. Masalah seragam masih terjangkau. Sejak kecil mendapat pendidikan dari yayasan swasta Katolik. Masalah kedisiplinan jangan ditanya, sekali terlihat tidak memakai seragam akan mendapat hukuman baik fisik maupun hukuman sosial.

Ketika itu doktrin seragam  sudah tersistem. Tidak ada bantahan apapun apalagi suara kritis berisi penolakan dan nyinyiran seperti sekarang, kalau tidak punya seragam ya nglungsur dalam istilah Jawa. Kalau punya kakak atau saudara maka seragam itu seperti estafet, turun temurun, kecuali keadaan seragam sudah lusuh dan berjamur.

Di SD seragam yang sering digunakan untuk laki-laki adalah celana pendek warna merah (Dulu di sekolah saya warna celana merah marun), kemeja laki-laki warna putih. SMP seperti yang sudah saya tulis di atas seragam utama warna, Biru dan putih. Sedangkan ada waktu dua hari memakai seragam khas sekolah swasta. Selain seragam utama dan seragam khas sekolah ada kewajiban memakai baju pramuka, karena Pramuka adalah seragam wajib dan juga ekskur wajib kelas 7, 10 ( waktu itu istilahnya kelas 1 SMP dan kelas 1 SMA).

Selama di SMP sempat berganti baju baru setelah seragam lama berjamur dan tampak buluk. Maklum saya tinggal di lingkungan yang berhawa dingin dan matahari tidak cukup bisa mengeringkan baju karena seringnya hujan ( Jamur timbul di musim penghujan, tetapi mungkin juga karena waktu itu saya tidak rajin mencuci baju dan menjemurnya dengan benar hahaha).

Di SMA seragam dominan adalah abu-abu ( sebetulnya adalah warna biru keabu-abuan ), tapi yang tersimpan diingatan adalah anonim dari teh bu bu (Putih (terbaca teh, karena lidah jawa suka beraksen medok) abu abu.

Seragam Adalah Kebanggaan dan Identitas

Bagi saya ada kebanggaan memakai seragam, apalagi saat SMA, ada nostalgia, kisah cinta, first love, dengan mengingat masa remaja yang tengah dalam masa pencarian, gejolak, dan mencoba-coba hal baru. Banyak film tentang masa masa sekolah dengan seragam khas. Ada berbagai model dari rok yang terkesan mini atau kerennya minimalis, atau juga ada di sekolah katolik mensyaratkan seragam tidak boleh di atas betis dan lutut. Kalau  di sekolah yayasan Islam biasanya memakai rok panjang sampai mata kaki dan kerudung untuk menutup rambut.

Seragam adalah identitas, dari seragam muncul semacam ikon masa dimana siswa menunjukkan sejarah keberadaan dirinya di tiap jenjang. Bukan berarti seragam adalah simbol ketidakbebasan. Apalagi sekolah swasta mempunyai seragam khas, entah rompi kotak-kotak, atau seragam dengan warna khas yang ada dari masa ke masa.

 Di beberapa daerah seperti Jakarta,  Bandung,Yogyakarta, Surakarta ada aturan untuk memakai baju adat di hari tertentu. Kebijakan itu regional tergantung daerah masing-masing untuk menunjukkan keragaman budaya nusantara dengan baju daerahnya yang khas.

Memang ada sekolah yang membebaskan siswa di hari tertentu untuk berbaju bebas dan sekarang muncul baju batik bebas di hari tertentu. Tinggal kebijakan sekolah saja yang memberikan aturan main bagaimana pemakaian seragam.

Ketika baru-baru ini muncul polemik atau isu bahwa kemendikbud akan menerapkan aturan baru tentang seragam, maka reaksi penulis yang pertama adalah, menunggu dan mendengar penjelasan yang faktual. Tidak ingin terlibat polemik sebelum muncul kebijakan yang dirilis langsung oleh kementrian. Yang terlihat di media sosial dan komentator pada netizen, reaktif dan emosional. Baru mendengar isu sudah muncul polemik yang membuat heboh dunia maya, media sosial dan perbincangan di WAG.

Klarifikasi dari Kemdikbud

Ternyata baru-baru ini kemendikbud meluruskan berbagai isu negatif tentang  perubahan peraturan penggunaan seragam.  Menurut beberapa sumber (klikpendidikan.id)  aturan seragam sekolah masi merujuk pada peraturan lama dan tidak ada perubahan.

"Tidak ada perubahan  aturan mengenai seragam sekolah. Semua masih merujuk pada  permendikbudristek no. 50 tahun 2022..."informasi ini dikutib dari isntagram kemdikbud.ri, selasa 16 April 2024.

Pada intinya menurut penulis seragam adalah identitas, bukan berarti pengekangan, tetapi lebih karena unsur identitas, sign atau simbol, tanda untuk membedakan jenjang sekolah.

Apapun kebijakan sekolah asal masih bisa terjangkau dan memaksa anak-anak yang kurang mampu terutama, atau dengan dalih bisnis semata untuk meraup keuntungan tanpa memikirkan kemampuan siswa.

Sekarang sebagai orang tua saya merasakan benar keresahan orang tua, di masa sekarang harga seragam terus merangkak naik. Beli bahan atau membeli seragam sudah sampai ratusan ribu. Jika punya anak 3 dan semuanya butuh seragam baru sudah terbayang uang yang dikeluarkan. Apalagi di sekolah swasta yang SPP nya saja sudah mahal. Belum lagi kewajiban membeli buku yang harga per buku semakin tidak terjangkau oleh orang yang gaji dan pendapatannya pas-pasan. Rasanya sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Ada tiga anak saya yang masih sekolah. Anak Pertama ada tiga seragam wajib, anak kedua ada tiga seragam wajib dan anak ketiga, ada dua seragam wajib termasuk pramuka. Pas awal masuk selalu ada edaran tentang pembelian dan menggunaan seragam. Kebetulan sejak kecil ipar-ipar saya yang anaknya lebih dulu sekolah di tempat tersebut mewariskan seragamnya ke saudaranya, jadi lebih ringan pengeluaran uang untuk pembelian seragam. Biaya ternyata luar biasa di saat hampir semua kebutuhan rumah tangga, listrik, PAM, wifi, kebutuhan alat elektronik yang semakin hari harganya semakin tidak terjangkau. Sebagai orang tua butuh pintar-pintar mengelola keuangan agar tidak boncos alias, lebih besar pengeluaran dari pendapatan.

Penguasaan Literasi menangkal Isu dan berita Hoaks Media Sosial

Semoga saja isu-isu yang berkembang liar di media sosial  cepat reda. Pemerintah pun membebaskan sekolah untuk menentukan seragam sendiri. Terutama sekolah negeri yang yang banyak  siswanya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Harga seragam yang mahal akan membuat masalah baru bagi kehidupan mereka.

Yang jelas proses pendidikan itu yang terpenting bukan penyeragaman dan bentuk yang terlihat secara visual. Ada unsur lain termasuk pembentukan karakter, pemahanan tentang etika, perilaku yang bisa diimplementasikan keseharian dengan keberadaan siswa yang menimba ilmu di sekolah. Kalau sekolah ternyata hanya berfungsi sebagai bisnis pendidikan, tetapi kurang memperhitungkan pembentukan karakter maka sia-sialah sekolah tersebut.

Esensi pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan menjajah kemerdekaan mendapatkan pendidikan yang layak. Para siswa yang berhasil memetik. Fungsi seragam lebih sebagai identitas, bukan ajang meraup keuntungan dari mark up seragam. Yayasan, pendidik, kepala sekolah dan pegawai struktural lembaga pendidikan mungkin butuh tambahan penghasilan, tetapi jika karena fokus pada tambahan penghasilan tetapi melupakan esensi pendidikan sesungguhnya itulah yang harus dikritisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun