Pada bulan-bulan dan hari-hari ini aku seperti gelombang laut, terkadang tenang deburan ombaknya tiba-tiba bisa deras menghantam ombak , menerjang daratan bermeter-meter jauhnya. Buih-buih yang tersisa adalah kemerdekaan yang bisa saja terampas begitu saja, tetapi muncul dari rintihan jiwa yang ingin keluar dari rutinitas.
Nikmat yang kadang memabukkan dan sepi yang jarang datang sering membuat hasrat menulis berhenti. Akhirnya hanya terbengong tanpa tahu goresan kata apa yang mesti ditulis. Bila tidak ingat centang biru yang menempel di setiap kosa rasanya itu buah kesombongan penulis yang mentang-mentang merasa dipercaya bahwa tulisannya adalah jaminan kualitas.
Oh, bukan itu kawan, menulis itu selayaknya nafas, selayaknya makan. Kalau kau hanya menganggap sebagai hobi musiman, yang berguna saat jiwa tergerak untuk menorah kata, lebih baik pensiun saja. Kalau semangatmu masih dibilang suam-suam kuku, hangat-hangat tahi ayam lebih baik tidak usah mendeklarasikan diri menjadi penulis.
Penulis itu berat, passion yang kata orang sepi sunyi, bisa jauh mengawang terkenal dan namamu akan abadi tetapi kau harus tahan mental bahwa tidak bisa keterkenalanmu lantas mengalirkan cuan yang deras, Bisa jadi tulisan-tulisanmu banyak dicomot media sedangkan kau hanya terpukau tanpa bisa berbuat apa- apa. Sebegitu terkenalnya aku sampai orang lain, media lain bebas mencomot tanpa perlu memberi kompensasi.
Bukannya kompensasinya adalah kamu semakin terkenal, semakin dihargai tulisan-tulisanmu yang tersebar diberbagai media. Keluarga mencibir, Realistis saja apakah hanya keterkenalan bisa dimakan? Kadang kesuksesan menulis tidak berbanding lurus dengan banyaknya cuan, barangkali mereka para penulis malah berangkulan dengan sepi, hidup dalam angan dan khayalan, sedang mendaki untuk mendapatkan kesempatan bahagia bersama kata meskipun jarang ditemani oleh segepok uang.
Chairil Anwar, ia yang sangat pandai merangkai kata lebih banyak ditemani dayang-dayang yang dijuluki kupu-kupu malam. Bukan kelimpahan harta tetapi kekayaan batin dan kemerdekaan hakiki. Chairil selalu ditemani sepi karena kehirukpikukkan kadang kadang membatasi pikiran untuk menulis dengan bebas.
Pagi-pagi buta saat betapa lembabnya udara, ketika embun sedang berjibaku menetes dan membekukan bumi di situlah serangkaian kata kata datang. Deras mengalir dalam pikiran, rasa dan ruang imajinasi. Para penyair, penulis novel dan cerpen, bersemadi untuk mendapatkan banyak inspirasi dari suasana senyap repih.
Penulis, penulis yang semakin hari semakin merasa tersisihkan oleh banyaknya godaan dari benda yang dikenal dengan nama smartphone. Mereka yang banyak menolehkan orang-orang yang semula senang membaca akhirnya keranjingan game dan gosip-gosip berseliweran. Bisa jadi menjadi sumber inspirasi dan ladang kata, tapi jika tidak pandai mengelola hanyalah karya gratisan yang tidak bisa memberikan ruang bagi para penulis untuk berbahagia dalam dunia nyata.
Apakah kau bisa makan hanya dengan menorehkan kata, masa depanmu sunyi jika hanya mengandalkan kata dan tulisan-tulisan.
Penulis lain berkata, bodoh jika kepandaian menulismu tidak memberikan hasil. Totalitaslah, banyak kesempatan kamu dapatkan, menjadi editor, bisa mengendorse ruang-ruang publik dan produk makanan, bisa menyediakan diri menulis biografi dari orang-orang politik yang kebelet menjadi orang terkenal dan ingin dikenang karena pengin punya buku, padahal itu karya ghostwriter. Penulis yang tidak tersebut namanya, yang dibayar berdasarkan pesanan.
Itulah kreativitas Mas Bro, kesempatan datang darimana saja. Idealisme penulis hanya akan membuat penulis masuk ke jurang rasa sepi, merasa tidak punya teman, merasa kata-katanya hanya dihargai ketika ia sudah terbang ke awing-awang. Ia terkenal sementara nyawanya sudah tidak dibumi lagi.
Merdeka, adalah sebuah ungkapan, merdeka adalah sebuah elegi, kadang memilukan untuk orang-orang yang merasa gagal, tetapi membahagiakan untuk orang-orang yang benar-benar menganut kebebasan hakiki.
Kalau hidupmu sunyi maka menulislah kawan, akan terasa ramai karena masalahmu bisa terpecahkan. Lewat menulis kamu akan menjadi dirimu sendiri, tidak harus mengeluh pada sahabatmu. Menulis bisa menjadi solusi bagi betapa ruwet dan rumitnya kehidupan.