Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

PDIP dan Langkah-Langkah yang Penuh Misteri

14 April 2023   09:16 Diperbarui: 14 April 2023   09:17 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PDIP dalam hal ini adalah partai terbesar saat ini. Mereka kebetulan adalah partai pemenang pemilu dua kali berturut-turut sejak Jokowi menjadi calon presiden sampai terpilih kedua kali. Ada saling ketergantungan dan saling menguntungkan Jokowi dan PDIP. PDIP sendiri menganggap semua kadernya entah itu sebagai Presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota dan turunannya yang berasal dari partai adalah petugas partai tanpa terkecuali, semua harus tunduk pada keputuran ketua umum dalam hal ini Megawati Soekarno Putri.

Gambaran betapa kuatnya pengaruh ketua umum terlihat ketika Bambang pacul,atau Bambang Wuryanto mengakui wakil rakyat pun harus tunduk dan mengamini apa yang menjadi keputusan pimpinan umum partai.

Hegemoni partai politik di era modern ini membuat presiden, menteri dan wakil rakyat seperti berada di bawah bayang-bayang keputusan partai. Padahal sebagai wakil rakyat harusnya mereka tunduk pada rakyat yang memilihnya bukan pada partai yang menaunginya. Keputusan-keputusan pemerintahan yang strategis pun terhambat karena pimpinan negara harus membuat kompromi dengan partai politik.

Padahal menurut pengamatan penulis yang awam politik dan tidak begitu mengenal tentang mekanisme keputusan partai apa yang dilakukan PDIP saat ini adalah blunder. Ini akan membuat partai berlambang banteng moncong putih itu mendapat kritikan pedas dan ditinggal konstituennya. Keputusan tidak populer itu ternyata sudah diperhitungkan PDIP. Mereka mempunyai alasan kuat kenapa menolak keikutsertaan Israel. Salah satunya karena konstitusi UUD 45 mengamanatkan untuk tegas mempertahankan hak untuk menolak karena tidak ingin mendukung negara yang menjadi penjajah dan pelanggar hak asasi manusia seperti pemerintahan Israel yang sampai saat ini terus menyerang Palestina.

Sampai kapan partai keukeuh mempertahankan garis konstitusinya sementara sudah puluhan tahun bahkan tidak jelas sampai kapan perseteruan Israel dan Palestina berakhir. Sementara Indonesia rugi telah menyia-nyiakan kesempatan emas yang mungkin tidak terulang puluhan tahun yang akan datang. Akibat campurtangan politik membuat pemerintah Indonesia yang ingin melompat, melakukan terobosan menjadi negara maju dan disegani di dunia internasional menjadi terhambat.

Sampai saat ini penulis tidak paham dengan apa yang dimaui petinggi PDIP. Adakah agenda terselubung dan manuver rahasia yang tengah dibidik oleh PDIP yang mengusung garis ideologi Soekarno. Padahal menurut pendapat penulis, Soekarno bukan orang yang kaku dalam hal konstitusi, Kalau Soekarno masih ada ia pasti akan mendukung pemikiran progresif, pikiran yang maju untuk membuat Indonesia sejajar dengan negara lain dalam hal infrastruktur, ekonomi, kreativitas orang muda dan gerak cepatnya pemerintah untuk memajukan bidang-bidang budaya dan olah raga. Piala dunia itu impactnya luar biasa, Bisa membuat Indonesia mendapat kepercayaan luar biasa jika bisa menyelenggarakannya dengan sukses, terlepas ketakutan terhadap keamanan karena sementara mendekati tahun politik dan gangguan internal dari ormas-ormas, organisasi yang tidak suka dengan sepakterjang politik Israel, nyatanya Indonesia pernah sukses menyelenggarakan even sebesar G-20 dan Asian Games. Itu portofolio yang menjanjikan yang akhirnya disia-siakan.

Sayang sekali karena campurtangan politik membuat Indonesia harus bisa menerima pembatalan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 yang sedianya akan diselenggarakan di bulan Juni dan Juli 2023.  Kini kita menunggu lagi peristiwa politik menjelang tahun 2024. Semoga baik-baik saja. Karena ada rasa khawatir dengan masa depan Indonesia jika hegemoni partai politik terlalu dominan menyangkut keputusan strategis negara untuk bisa mensukseskan munculnya undang-undang yang lebih pro rakyat, menghukum tegas pelaku koruptor, memberikan sangsi berat untuk wakil rakyat yang menyia-nyiakan kepercayaan rakyat. Juga pemerintahan yang steril dan netral dari intervensi partai politik.

Kalau sudah duduk di kursi pemerintahan dan parlemen seharusnya mereka adalah wakil rakyat bukan lagi wakil partai, tetapi saat ini betapa susahnya keluar dari cangkang tradisi politik tanah air, sebab, orang-orang partai sendiri sudah dididik dan dikader untuk setia dan tunduk pada keputusan partai, kalau membangkang ya silahkan keluar. Maka konsekwensinya jika menjadi wakil rakyat apapun kekuasaan yang sudah dipegang akan lepas dengan sendirinya jika partai memecatnya sebagai kader.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun