Kebebasan kreatif adalah kebebasan terbaik. Seni tersipu-sipu di luar pagar kesenian.
Ketika Hanafi bicara tentang teknik menggambar ia memberi umpan dengan kata-kata. "Ada awalan sangat menarik dalam menggambar. Ia alat, ia material, dan ia milik kita sebagai kendaraan menuju tujuan berkesenian," ujarnya.
Di sela-sela pelatihan seni lukis, Hanafi seringkali memancing debat. Bermula ketika ia mencoba memberi pemaparan tentang kesenian berdasarkan pengalamannya selama ini, apalagi di institusi pendidikan yang ia nilai metode pendidikan/kurikulumnya masih buruk dalam hal kesenian.
Seni sebagai sebuah proses
Tidak pernah ada jawaban yang tepat. Persoalan metode pendidikan seni yang buruk. Perbaikan pendidikan orang yang bakat akan tetap berdiri sendiri di luar pagar, ada anak murid mencari dengan caranya sendiri (bakat). Persoalannya yang tidak bakat dan bakat disatukan.
"Mesti saringannya kuat sekali agar menerima yang tidak bakat, karena yang tidak bakat tidak akan jadi apa-apa. Aktivitas hanya sebagai kesenangan. Sebaiknya yang tidak bakat bekerja saja, daripada melacurkan diri di dunia kesenian," katanya.
Kalau mau serius, ada sanggar-sanggar yang menerima mereka yang antusias menggeluti seni. Contohnya studio kertas Hanafi.
Dalam pelatihan yang bertemakan apa itu garis pada sesi kritik karya ia melihat masih saja banyak orang yang melukis tanpa melihatkan emosi dan melakukan observasi mendalam, contohnya saat melukis atau menggambar daun, tanaman harus ada persentuhan dari benda yang hendak digambar sehingga muncul. Harus ada riset untuk mendapatkan gambar sesuai keinginan.
"Garis diperlakukan sebagai alat untuk mengolah. Pola narasi garis harus bisa membantu saya untuk bercerita. Dunia gambar sudah mempunyai koridornya sendiri. Orang yang ada dalam proses menggambar sudah ada dalam kepala," katanya.
"Ada yang terlalu boros dalam memberlakukan garis," imbuhnya.
Dalam garis kita mengenal geometri, perspektif. Kebebasan kreatif harus seru. jangan hanya sebagai peniru tetapi penciptanya, membuat tren aliran baru.