Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Butir-Butir Kerinduan (6)

18 Mei 2022   18:30 Diperbarui: 18 Mei 2022   18:37 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh Joko Dwiatmoko

Sebetulnya air mataku susah menetes, jika hanya karena luka goresan dan luka kena tampar. Paling meringis dan menahan sakit. Namun, jika melihat kasih sayang yang diperlihatkan anak pada orang tuanya, dengan memberi hadiah kesuksesan air mata benar-benar tidak terbendung.

Terus terang aku gampang terharu, apalagi mengingat cerita-cerita tentang kampung halaman dan betapa mereka bisa dengan mudahnya bolak-balik kampung tanpa berpikir panjang. Betapa panjang nafas mereka, sementara aku harus berpikir panjang untuk pulang. Mungkin mereka punya uang cukup dan selalu bisa menyisihkan uang meskipun harus terbang atau naik kereta, bahkan kadang aku suka lupa untuk sekedar ngobrol menanyakan kabar pada orang tua.

Aku bisa merasakan orang tua pasti rindu sekedar di sapa "Bagaimana bu, sehat?"

Sebuah senyum tulus dan bahagia tampak mengembang, meskipun kerut kulit mulai menyesak di wajah, ada setangkup kebahagiaan terpancar karena ada perhatian.

"Sehat, Le, kamu kok lama nggak tilpun, sebetulnya beberapa hari kemarin ibu sakit tapi sengaja tidak mengabarimu, nanti kamu khawatir, trus buru-buru mau pulang, kebutuhanmu khan masih banyak, kasihan anakmu masih butuh biaya. Kalau kamu sering pulang, pasti banyak yang harus kau tanggung, Le."

Jlepp! Ah, aku seperti tersentak, bingung dan malu pada diri sendiri, sekian lama merantau apa yang  kuhasilkan selain hanya membuat rindu orang tua yang kesepian. Ia semakin kesepian dan pasti rindu pada anaknya yang kadang lupa pulang.

Jangan bilang ibuku sampai bilang."Kamu  seperti Malin Kundang, lupa pada ibumu yang melahirkanmu."

"Tidak, Ibu, aku hanya ingin mengatakan aku belum sempat pulang, masalahku bertubi-tubi datang, kesialan ini rasanya  terus menerus datang, apa karena bhaktiku kepadamu setipis lembaran kertas."

Jika ingat perjuangan orang tua saat membesarkan diriku, sepertinya perhatianku tidaklah sebesar sekuku hitam jempol ibuku. Rasanya hanyalah butiran debu dibandingkan kasih sayang orang tua.

 Mempunyai anak laki-laki bagi seorang ibu ibaratnya adalah melepas emas untuk direlakan berpindah kota, Seorang ibu hanya mendoakan agar emas tetaplah emas, kalau perlu beranak pinak,kalaupun tidak kembali paling paling tidak tidak sampai hilang lenyap.

Tidak semua anak bisa ingat dan selalu setia untuk membahagiakan orang tuanya. Tapi banyak ibu yang hanya berdoa agar anaknya bisa berbahagia di kota bersama keluarganya. Pasti banyak hal yang menjadi tanggungan, entah membesarkan anak, atau sedang berjuang lagi setelah usaha dan pekerjaannya sempat bangkrut dan harus memulai lagi dari nol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun