Ketika ketimpangan muncul dan disana-sini ada kekurangan terkait pembangunan misalnya jalan desa, jalanan daerah masih rusak semua tudingan hanya mengarah pada pemerintahan pusat.Â
Semua kompleksitas masalah dibalikkan ke pemerintah pusat dan lagi-lagi Jokowi harus menerima konsekuensi mendapat cacian dan nyinyiran dari masyarakat yang "kebetulan" tidak mendapatkan dampak dari pembangunan.
Mahasiswa tidak jauh berpikir bahwa kompleksitas masalah, regulasi pemerintah peraturan antara satu daerah dan daerah tidak sama, beberapa regulasi birokrasi masih terwariskan oleh budaya pejabat lama yang tahu sama tahu untuk menyedot APBD dan bantuan dari pusat demi keuntungan kelompok sendiri.Â
Tumpang tindihnya regulasi yang ribuan jumlahnya itu tidak bisa disulap begitu saja. Butuh kekompakan butuh satu suara untuk mengubah birokrasi yang korup.
Apakah semua tugas untuk membenahi birokrasi harus presiden yang turun langsung. Layaknya organisasi tentu saja mesin birokrasilah yang seharusnya responsif terhadap perubahan.
Mau presiden prestasinya mendunia kalau pejabat turunannya tidak mau berubah maka implementasi ke lapangan akan terkendala. Jadi presiden kemudian pontang-panting mengurusi segala complain yang berasal dari masyarakat.
Mahasiswa harusnya belajar juga pada organisasi BEM. Apakah BEM tempat mereka belajar berorganisasi sudah berfungsi. Artinya masing-masing bidang sudah bergerak sendiri sesuai dengan bidang yang menjadi tanggungjawab masing-masing.
Ketua, sekretaris, bendahara, humas, bagian legal, seksi- seksi lainnya yang mampu memberikan jaminan organisasi bergerak dinamis dan mampu merealisasikan tujuan  atau visi dan misinya.
 Kalau dalam BEM sendiri masih tumpang tindih organisasinya tidak usah buru-buru keluar kandang untuk memprotes ketimpangan pemerintah wong mereka sendiri masih amburadul (ini hanya sebuah ilustrasi saja). Artinya introspeksi dulu sebelum mengkritik dan menyerang kekurangan orang lain/ pemerintah.
Indonesia itu negara yang sangat kompleks. Berbagai suku bangsa, bahasa, agama, menjadi keragaman yang luar biasa, namun akhir-akhir ini suasana politik dan gencarnya perang komentar di media sosial telah membuat pembelahan pada masyarakat.Â
Saya sering menjadi pembaca senyap dari komentar- komentar netizen baik di YouTube, Instagram dan juga facebook, nampak nyata pembelahan antara yang benar- benar tidak suka dengan pemerintah dengan berbagai senjata utama terutama masalah kesejahteraan masyarakat, kenaikan harga sembako, kenaikan pertamax dan kelangkaan minyak goreng. Ada banyak alasan ketika mahasiswa, emak-emak dan ormas yang dibubarkan namun tidak terima dengan keputusan hukum dari pemerintah.