Usia di atas 50 di bawah 60 tahun  itu apakah bisa dikatakan uzur? Mungkin bagi kalangan milenial usia segitu sudah dikatakan uzur. Kemampuan daya ingat, kemampuan mengikuti trend kekinian terutama aplikasi digital dan pernak-perniknya tentu tidak segesit anak-anak muda. Apalagi harus mengejar unique view. OMG berat nian. Kalau kebetulan beruntung mendapat materi keren untuk menjadi populer dan mendapat rezeki nomplok bejibunnya pembaca ya sudah konsisten mendapatkan kesempatan mendapat reward. Terkecuali penulis produktif seperti Irwan Rinaldi Sikumbang, Tjiptadinata Effendi, Felix Tani yang sudah penggemar tersendiri.
Boleh dikatakan bulan Januari dan Februari artikel saya tidak sepi-sepi amat, lumayan, harusnya mendapat perolehan cukup karena ada sekitar 5 Headline yang masuk, tapi lagi-lagi ternyata artikel headline tidak cukup menolong perolehan UV. Penulis harus rajin upload di media sosial, agresif berkomunikasi dan sekedar menginfokan bahwa tulisannya di Kompasiana bisa banyak dibaca kalau disebarluaskan. Kompasiana tidak banyak membantu menyebarluaskan artikel kita, maka harus agresif kalau ingin mendapatkan hasil seperti Acek Rudy, Pak Julianto Susantio,Irwan Rinaldi Sikumbang, Omjay.
Hobi, Motivasi dan Tantangan Menulis di Kompasiana
Hasil reward memang fluktuatif tiap bulannya tidak tentu, kadang besar, kadang tipis tipis saja. Begitu juga keberuntungan kompasianer mendapat reward. Ada yang konstan dan ada yang timbul tenggelam. Saya mendapatkannya bulan Januari namun di bulan Februari zonk. Begitulah, untungnya saya tidak lagi antusias mendapatkan reward. Saya menyadari bahwa kenapa harus mengejar target untuk mendapatkan reward, sementara menulis di kompasiana hanya pekerjaan sambilan.
Kalau lagi mood ya menulis yang banyak kalau lagi banyak kerjaan ya menulis artikel menulisnya dikurangi, kalau lagi banyak kosong pekerjaan ya menulis demi sebuah kepuasan bathin. Mau menulis apa  tergantung ide yang tiba-tiba datang. Kalau lagi punya hasrat besar menulis ya mencari waktu luang untuk menyisihkan waktu membaca dan menyediakan waktu khususnya pagi hari sebelum rutin bekerja sebagai guru swasta untuk menulis.
Di atas usia 50 tahun hasrat semangat untuk menulis masih membara, namun banyak hal yang tidak bisa dibohongi yaitu masalah kecepatan mengakses hal-hal baru. Bagaimana mengoperasikan perangkat digital, memahaminya dan memanfaatkan untuk tujuan mempermudah pekerjaan atau sebagai sambilan kerja. Misalnya membuat desain lewat photoshop, atau menggunakan aplikasi untuk membuat cover book. Saya mesti lama mikirnya dan tidak bisa gercep. Kalau sekedar menulis dan menyalurkan ide menulis masih cukup cepat.
Tetapi ada hal lain yang menjadi nilai plus untuk memuji diri sendiri, yaitu masih mau belajar untuk paling tidak mengerti cara mengoperasikan perangkat digital. Katakanlah ketika nyawa masih di badan masih mempunyai semangat untuk belajar. Â Begitulah spirit yang didapatkan dari hobi menulis. Salah satu nilai positif menulis itu adalah kemauan untuk belajar. Meskipun banyak tantangan, hambatan terutama otak yang tidak bisa lagi dipacu untuk mencapai level tertinggi, paling tidak masih ada kemauan untuk menulis dan belajar hal-hal yang belum diketahui.
Manusia tidak boleh menyerah karena hal baru yang mesti ditaklukkan dan dipelajari, selama ada usaha tentu akan ada jalan. Entah dengan membuka relasi dengan teman, orang-orang kompeten yang bisa diserap pengetahuannya dan yang terpenting adalah motivasi diri sendiri untuk berkembang. Kalau sudah tidak ada motivasi, secerdas apapun ya sia-sia saja.
Di kompasiana saya masih ada motivasi, meskipun kalau mau jujur, kadang motivasi tinggi terbentur pada hambatan dan tantangan. Saya ini termasuk orang yang introvert, tidak cukup cakap bergaul dan berkomunikasi, tidak cukup piawai membangun relasi, jadi ketika menulis, tujuan utama saya adalah menyalurkan hobi. Menulis itu sudah menjadi habit diri, tidak menulis sehari saja rasanya ada yang kurang, walaupun tulisan seringkali hanya sebuah tulisan receh tetap harus menulis.Â
Saya bukan profesor, bukan orang akademik yang bisa membuat tulisan berdasarkan riset akademik. Menulis ya menulis, pembelajaran itu berjalan, sambil menulis beraktivitas sambil sedikit demi sedikit memperbaiki tata bahasa, typo, pengetahuan tentang bagaimana menulis novel, feature, artikel ilmiah, artikel populer, kalimat diskriptif, mencoba memahami filsafat logika dan seterusnya.
Menulis Itu Aksi bukan Hanya Berkhayal
Praktik menulis adalah tindakan bukan semata teori, menulis itu aksi, Â bukan hanya berkhayal dan berangan tapi tidak pernah terwujud dalam tulisan ya percuma. Kembali ke fokus awal. Penulis uzur menurut saya lebih ke motivasi. Agar tidak menjadi pikun, agar terus bisa melatih otak tidak manja dan terus memberikan pekerjaan yang bisa mengurangi sifat yang gampang lupa. Tumpukan masalah hidup, tantangan yang mesti dijawab, kekhawatiran yang mulai muncul pasca pensiun, bisa jadi mulai ada perasaan post power syndrome. Sudah mulai banyak penyakit mendekam dalam tubuh, olah raga berat sudah ditinggalkan, tulang-tulang mulai gampang cidera, otot-otot tubuh sudah mulai mengalami kram, dan tekanan psikologis membuat otak tidak lagi bisa berpikir cepat.
Nah, jika saya mendorong diri mengejar target reward sementara pekerjaan utama tidak terperhatikan maka yang rugi adalah diri sendiri. Sayangnya saya memang bukan perencana yang baik, hidup itu mengalir, dan apapun yang terjadi di depan harus saya selesaikan satu persatu. Yang terpikir kini saat menulis adalah tetap produktif dan terus berkarya masalah menulis itu menguntungkan secara finansial itu membuat saya terbeban. Oke kini reward tidak lagi menjadi prioritas utama, juga artikel utama.
Ada saatnya jika saya bisa menemukan topik-topik menarik mungkin bisa mendorong saya menjaring pembaca banyak, otomatis memperbesar kans mendapat reward. Jalan terbaik menulis adalah tulis saja yang ada dalam pikiranmu, pastikan kamu tetap mempunyai ide setiap kali kamu menulis, itu nasihat untuk diri sendiri. Salam literasi.