Saya bersyukur dua bulan ini statistik Artikel Utama saya Naik.Bulan Januari 5 Artikel Bulan Februari hampir sama. Â Saya tidak memasang target artikel saya mendapat ganjaran AU. Yang utama adalah menulis dengan totalitas dan mencoba menghasilkan artikel berkualitas. Sebetulnya sama saja dengan semangat menulis sebelumnya, namun mungkin saat itu ketika paceklik Artikel Ulama, Admin Kompasiana belum sempat melirik artikel saya saja.
Apakah saya harus sombong karena paling tidak bulan-bulan ini sering mendapatkan ganjaran masuk ke list utama artikel pilihan editor. Tidak, saya malah semakin terlecut untuk menulis hal-hal yang lebih punya bobot baik dalam hal aktualitas, berita menarik dengan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan sekedar mencuplik dan memindahkan berita. Ada sebuah tanggungjawab besar saat menuliskannya di Kompasiana. Para pembaca tentu butuh artikel menarik, inspiratif dan menghibur, bukan hanya sekedar isu receh yang penting menulis.
Tujuan utama menulis adalah menghasilkan artikel yang mampu menjawab pertanyaan pembaca, menggugah semangat dan terpacu untuk semakin rajin membaca dan menulis. Kalau fokus utamanya adalah mendapatkan ganjaran Artikel Utama, hasilnya nanti malah sakit hati, jika ternyata artikel yang ditulis punya keyakinan akan dipilih oleh editor atau admin ternyata meleset dan hanya masuk pilihan. Padahal tulisan sudah dibuat melalui riset, melalui permenungan, melalui tahap editing ketat, ternyata hasilnya zonk, tidak terpilih dalam jajaran AU nanti penulis malah sakit hati, goyah keyakinannya dan ngambek tidak menulis lagi.
Situasi tidak nyaman dimana selama berbulan-bulan tidak dilirik admin dan hanya mentok di artikel pilihan dan jarang masuk NT, terlebih lagi terpopuler. Ketika harapan tinggal harapan dan akhirnya tulisan yang numpang lewat sebentar dan dilupakan hanya membuat sakit hati. Kini saya punya semangat menulis dengan motto berikan tulisan berkualitas pada pembaca masalah artikel menjadi Headline dan trending topik itu hanyalah bonus sebagai penulis yang konsisten menulis dan memberikan pengetahuan dan sumbangan tulisan terbaik dari kesempatan yang diberikan masih bisa menulis rutin di Kompasiana.
Tentang reward, sekali lagi itu hanyalah bonus, dari konsistensi menulis. Memang kalau jujur, tidak ada penulis yang tidak berharap mendapat reward. Semua ingin mendapat upah setimpal atas usaha menulis yang sebetulnya tidaklah gratis. Masuk, dan rutin menulis saja sudah memakai kuota, Apalagi dengan pencarian resensi berkualitas dari sumber terpercaya di mesin pencari dan juga riset langsung di tempat sumber informasi. Contohnya, Mbak Yayat sebagai penulis Kompasiana yang konsisten menulis tentang moto GP. Di samping selalu update membaca dan browsing tentang moto GP, darimana uangnya bisa mencari tiket dan meliput langsung di Sepang misalnya. Katakanlah ada yang membiayai ada endorse yang mau memberi sponsor ke Malaysia, ia tetap harus merogoh kocek sendiri untuk membeli souvenir kebutuhan makan dan lain-lain saat memburu berita untuk disumbangkan Kompasiana yang notabene tidak dibayar.
 Penulis tahu para kompasianer itu sudah memberikan waktu, memberikan sumbangan pemikiran, mengorbankan sejumlah kuota untuk memuaskan dahaga jiwanya untuk memberikan pengetahuan dan sharing pengalaman dengan menulis. Kompasiana beruntung mendapatkan penulis-penulis yang mampu memberikan informasi setiap hari dengan berbagai topik luar biasa menarik, sumbangan dari para kompasianer. Saya bisa membaca pengalaman penulis yang tinggal di Jerman,  Australia, Inggris, Jepang, Belanda. Saya seperti diajak untuk keliling Eropa, berziarah, mengenal situs bersejaran, mengenal sistem pendidikan negara maju, mengenal budaya negara lain,mengenal gedung-gedung barok rokoko yang ada di Eropa berkat tulisan kompasianer.
Saya akhirnya paham pemikiran filosofis, dari pastur, ustad, Pedanda, orang tua yang sudah makan asam garam kehidupan. Mengetahui sudut pandang bijak dari kompasianer berbagai agama sehingga memperkaya wawasan dan tidak mudah terprovokasi untuk membenci dan menjadi fanatik dalam pola pikir. Di Kompasiana saya melihat berbagai sudut pandang dari para penulis dengan seabrek pengalaman. Saya yakin mereka sudah mempunyai bekal menulis, terlihat dari rata- rata mereka yang hobi membaca, travelling, mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Ada Kompasianer yang concern bergerak dalam bidang sosial, menyumbang dan membantu sesama.  Donasi  diupayakan melalui sumbangan tulisannya yang mampu memberi inspirasi, menggugah jiwa sosial pembaca. penulis untuk menyumbangkan pemikiran dan mengetuk hati pembaca baik berupa uang maupun sumbangan pemikiran.
Mereka yang pernah aktif di Kompasiana, banyak yang menemukan cara untuk bisa bersaing dalam dunia media. Mereka yang mempunyai relasi luas, mendapat kepercayaan melalui endorse atas kualitas tulisannya yang mampu menginspirasi dan membuka jalan sukses bagi orang lain bisa hidup bahkan kecukupan menjadi motivator, donatur, aktivis sebermula dari menulis di Kompasiana.
Saat ini, karena keterbatasan saya, yang masih harus memprioritaskan pekerjaan utama saya sebagai guru, mesti pintar membagi waktu agar pekerjaan utama saya berjalan baik dan hobi menulis sayapun tetap jalan. Menulis di Kompasiana adalah jalan saya untuk bisa memberi sumbangan pemikiran. Saya akui belum berkontribusi banyak untuk kesejahteraan masyarakat, karena saya sendiri masih harus fokus untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga, tapi suatu saat jika ada kesempatan dan mampu aktif di komunitas yang bergerak di bidang sosial dan dengan tulus memberikan sumbangsih dana, waktu dan pemikiran, dengan senang hati saya akan memberikan diri sepenuhnya untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
Saat ini, di Kompasiana hanya ingin fokus untuk menulis hal-hal yang saya ketahui dan terutama memberi sumbangan pemikiran terutama dari pengetahuan yang penulis kuasai seperti pendidikan, sosial budaya, humaniora, meskipun kadang sering menulis olah raga, fiksi, politik.
Perjalanan menulis itu seperti Roller Coaster, Kadang terpuruk, kadang melesat naik, kadang beruntung, kadang terlalu stagnan saat tengah mager dan malas berpikir. Jika ingin konsisten menulis, Menurut saya menulislah dengan jiwa, menulis bukan sekedar memenuhi target. Konsistensi menulis hanya bisa tercapai kalau ada cinta, ada ketulusan ada kesetiaan. Saat bosan dan terpuruk ingatlah cinta sebab dengan cinta pasti bukan semata-mata uang dan kebutuhan ekonomi, tetapi lebih pada rasa sayang dan rasa memiliki yang tinggi. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H