Melihat pertandingan babak pertama antara Indonesia melawan Timor Leste benar-benar mengesalkan. Permainan Indonesia seperti masih mencari bentuk, masih meraba-raba sehingga meskipun secara keseluruhan menguasai bola, tetapi banyak kesalahan yang dilakukan oleh para pemain timnas Indonesia.
Umpan silang, passing yang salah dan kecolongan di lini belakang Indonesia oleh serangan balik cepat Timor Leste. Untungnya lawan yang dihadapi Timor Leste, coba kalau Thailand, atau Vietnam, bisa jebol banyak dan kocar-kacir.
Sebetulnya permainan tidaklah terlalu buruk tetapi melihat kekompakan tim yang masih acakadut, Pelatih Sin Tae-yong pantas marah. Ini pertandingan internasional, bukan pertandingan liga. Stamina, strategi, umpan terukur harus diperhatikan. Jangan egois, asal nendang, Pertandingan pertama menjadi tolok ukur pertandingan selanjutnya Mas Bro...
Ah, inilah suara khas komentator Indonesia hahaha... yang penting kritis, kalau perlu misuh-misuh (marah-marah). Apalagi melihat permainan tidak menawan dari pemain terutama strikernya yang kebingungan dan masih melihat Irvan jaya main egois. Dodik  Setiawan oh seakan tidak terdengar kiprahnya. Saya hanya melihat Ronaldo Kwateh, juga  Ricky Kambuaya, serta Dewangga, lainnya, masih kebingungan mengeksekusi gol.
Untungnya Sin gercep di babak kedua, setelah pergantian 3 pemain baru mulai agresif permainan, itupun masih banyak pemain melakukan kesalahan, dan kebingungan menyerang dari seputar titik pinalti. Beruntung ada Pratama Arhan yang bisa mengeksekusi pinalti dan gol, serta luarbiasanya lemparan bolanya hingga mengenai kiper pengganti Timor leste Da Silva dan halauannya malah masuk ke gawang sendiri.
 Gol lainnya juga karena gol bunuh diri, selain serangan murni yang dibangun karena kesalahan dribel Ronaldo beruntung bisa dimanfaatkan oleh Kambuaya menjadi gol.
Kemenangan tapi menjadi sebuah catatan merah bagi pelatih sekelas Sin Tae-yong yang pasti harus menekan keras daya juang pemain timnas. Sebab yang dihadapi masih cukup ringan yaitu Timor Leste, coba kalau kalah betapa malunya, apalagi setelah mendengar berita tim Indonesia putri yang selalu kalah satu dengan Australia, Dua Melawan Thailand, tiga melawan Philipina yang hampir semuanya telak. Apalagi melawan Australia dibantai 18-0. Alangkah nelangsanya. Jadi ingat lagu melankolisnya Betharia Sonata Hati Yang Luka. Uwo, uwo. Hiik.
Tapi jujur walau permainan masih kacau tentu saja tidak dipungkiri masih bahagia bisa menang. Itu yang terpenting, selanjutnya menjadi tugas opa Sin untuk menekan dan menggembleng mental timnas agar semakin tangguh. Jangan takabur dengan kemenangan karena kata prof. Febrianov itu hanya kemenangan palsu. Mau palsu atau tidak sih sebenarnya tujuannya satu yaitu menang, kalau sengaja kalah mungkin saja harus ditelusur jangan-jangan dijadikan arena judi. Hehehe.
Untuk laga selanjutnya semoga permainan jauh lebih baik. Khan belajar dari pengalaman. Pengalaman main pertama kali harus dijadikan catatan. Kemenangan yang harus dievaluasi titik lemahnya. Jangan jumawa dengan kemenangan, sebab mungkin saja akan membuat pemain terlena dan tidak sungguh-sungguh dalam bermain.
Kalau saya sebagai penonton berharap permainan selanjutnya Indonesia bisa menunjukkan diri pantas bersaing menjadi kampium Asia Tenggara, selanjutnya layak mendapatkan promosi masuk jajaran elite Asia.
Kalau melihat perkembangan dari waktu ke waktu sih susah juga menargetkan Indonesia bisa menjadi macan Asia, kalau melihat kompetisi liga di Indonesia dan rekrutmen pemandu bakat pemain Indonesia yang masih karut marut, susah mendorong peningkatan kualitas permainan Indonesia,