Wacana perpindahan ibu kota ke Kalimantan sebetulnya sudah lama didengar, bahkan dulu Bung Karno kalau tidak salah ingin memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Tengah. Wacana pindahnya ibu kota gencar lagi muncul ketika pemerintahan dipimpin Jokowi. Awalnya tidak seheboh sekarang yang tiba-tiba saja menjadi bola liar dan dengan agresifnya PKS (Partai Keadilan Sejahtera) tidak setuju dengan usulan pemindahan ibu kota negara.
Kritikan kemudian terus datang, beberapa pengamat, ekonom, politikus yang sudah terkenal kritis langsung membuat banyak statemen. Intinya adalah ketidaksetujuan pemindahan ibukota dengan ragam alasan.Â
Ada alasan sebaiknya pemerintah fokus dulu pada pemulihan ekonomi dan konsentrasi pada pencegahan penyebaran covid yang saat ini mulai naik lagi.Â
Sudah ribuan orang di Jakarta dan sekitarnya omicron menyerang masyarakat, rumah sakit mulai sibuk, tempat khusus untuk perawatan covid-19 varian omicron mulai penuh lagi, bahkan ada beberapa orang dinyatakan meninggal karena omicron.
PKS bahkan merayu warga DKI untuk mengadakan referendum menolak perpindahan ibu kota. Mereka tidak terima alasan pindah ibu kota karena dirasa Jakarta yang paling cocok sebagai ibukota. Bahkan ada ustad yang dalam kotbahnya memberi opini bahwa sebagian wakil rakyat, sekitar 200 orang terafiliasi PKI, mereka yang semangat untuk memindahkan Ibu kota negara dari Jakarta Ke Kalimantan.Â
Isu PKI terus dihembuskan lagi, padahal komunisme di banyak negara sudah bubar. Setiap kali ada peristiwa politik maka isu komunis rasanya menjadi langganan untuk dimunculkan. Para pemuka agamapun banyak yang tidak ada bedanya dengan politikus yang tengah memainkan jurus menyebarkan berita hoaks untuk kepentingan politik.
Para oposan terus menggoreng isu, dan membuat media sosial terbelah. Sejumlah tokoh yang selalu berseberangan seperti Faisal Basri, Rocky Gerung, Rizal Ramli, Fadly Zon menganggap bahwa pemerintah tidak peka dengan masalah rakyat. Rocky Gerung seperti biasa terus menyerang pemerintahan Jokowi.Â
Wacana penamaan ibukotapun menjadi bahan bullyan dan kritikan mereka. Rocky mengusulkan penamaan IKN dengan Jokowikarta, ada tujuan yang sengaja dikeluarkan pengamat oposan seperti Rocky Gerung yang lebih cenderung mengkritik dengan melontarkan kata-kata yang lebih dekat dengan menghina.
Rizal Ramli menganggap pemindahan IKN adalah upaya membangun New Beijing, mengingat banyak investor yang didatangkan dari Tiongkok itu menurut pendapat mantan mentri Jokowi yang diganti karena lebih sering gaduh daripada menunjukkan prestasi.Â
Faisal Basri menganggap jahat sekali ide memindahkan ibu kota negara saat seharusnya pemerintah konsentrasi untuk melakukan pemulihan ekonomi dan menghadapi pandemi covid yang belum berakhir.
Pendapat para politik oposan dan sejumlah tokoh oposan yang sering bersuara keras itu masih ditambah dengan kehebohan politikus yang gagal melenggang ke Senayan.Â
Edy Mulyadi (yang katanya jurnalis) dengan kata-kata keras cenderung kasar menantang dan menuduh Mentri Pertahanan Prabowo Subianto terlibat dan mengikutkan keluarganya menjadi investor seperti Hashim Djojohadikusumo yang ikut ambil bagian dalam pengadaan air minum di IKN. Prabowo dikatakan bukan lagi macan tetapi tepatnya meong.
Politik memang luar biasa, praduga, tuduhan,protes dengan banyak sekali alasan, baik yang masuk akal maupun yang bisa diterima logika terus diluncurkan. Para oposan itu tiba-tiba saja seperti kebakaran jenggot padahal wacana pemindahan kota sudah cukup lama.