Sayangnya untuk saat ini kerja wakil rakyat belum efektif, malah kadang jumawa, sombong dan ingin disamakan kedudukannya dengan pemimpin pemerintahan. Menuntut agar pelayanan eksklusif, ketika terkena kebijakan karantina saat habis bepergian ke luar negeri. Pokoknya mereka menuntut serba lebih. Padahal sesungguhnya mereka membawa amanat rakyat yang diwakilinya, bukan menjadi bos bagi rakyatnya. Mereka harus berterimakasih kepada rakyat karena merekalah para wakil rakyat itu bisa duduk manis di Senayan atau di DPRD Â daerah masing-masing. Menerima fasilitas luar biasa, mempunyai privilege, mendapat kehormatan dan tunjangan besar untuk bepergian baik ke daerah maupun luar negeri.
Semoga saja mereka tidak memanfaatkan untuk memeras pengusaha, menjadi komisaris perusahaan, atau mengumpulkan pundi pundi uang dari berbagai proyek karena jabatan  strategisnya sebagai wakil rakyat. Di Era Jokowi ini para kader partai hendaknya fokus untuk menyerap aspirasi rakyat bukan merecokinya dengan titipan-titipan yang semakin menggemukkan kabinet dengan jabatan-jabatan entah wakil mentri, staf khusus, konsultan politik yang menghabiskan anggaran rakyat. Biarkanlah yang ahli total membantu pemerintah memulihkan perekonomian Indonesia.
Mata Najwa, mensinyalir banyak proyek strategis dikuasai hanya segelintir orang yang kebetulan dekat dengan kekuasaan. Memang sudah menjadi rahasia umum proyek strategis berskala nasional dari sejak dahulu, ketika orde baru sampai hari ini tetap saja menjadi mainan orang-orang dalam lingkar kekuasaan. Seharusnya dan sudah harus diubah paradigma itu. Masyarakat luas yang kapabel  seharusnya diberi kesempatan untuk ikut menanamkan saham, bukan hanya para konglomerat, kerabat dan sahabat penguasa saja.
Sudah ada kemajuan di mana pemerintah gencar menagih utang para pengemplang, pengusaha yang dulu sangat banyak diuntungkan karena kekuasaan hingga akhirnya sekarang mereka harus mengembalikan hutang mereka dikembalikan ke negara. Proyek insfrastruktur merata ke seluruh pelosok Indonesia. Partai politik seharusnya menyesuaikan untuk menjadi pelopor good governance dan membangun parlemen modern yang bisa bermetaverse, menyatu dengan gerak rakyat dan terbuka tanpa jarak. Berani?
Ini hanya angan penulis saja, waktulah yang akan membuktikan, sebab selama ini reformasi politik rasanya masih jalan di tempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H