Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Antara Mengejar Reward dan Merdeka Menulis

24 Juli 2021   15:35 Diperbarui: 24 Juli 2021   15:53 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
merdekainstitute.com

Nah inilah yang menjadi sumber kegalauan saya. Bila saya merdeka dalam menulis, dalam artian bebas menelorkan ide menulis, ada seabreg hambatan untuk mendapatkan kesempatan mendapatkan reward. Sedangkan bila mengikuti keinginan dan target minimal dari admin saya rasanya seperti memasung kreatifitas menulis saya.

Seperti ada kurikulum yang harus diikuti untuk mengikuti tema- tema yang disodorkan penulis, dan kadang saking bingungnya saya tidak jadi menulis. Coba saya disuruh menulis tentang perkawinan beda negara. Lha wong tidak punya pengalaman menikah dengan orang asing, tetapi mencoba mengarang indah masalah pernikahan beda negara. Ya jadinya mengarang indah, tidak menampilkan pengalaman empiris dan menebak- nebak saja.

Saya sebagai penulis rasanya menipu pembaca jika memaksa menulis tema pilihan tersebut. Seperti ada kontra dan tidak merdeka. Tetapi kadang penulis tergiur saja untuk bisa mendapatkan jalan untuk mendapatkan reward. Salah satu caranya untuk meningkatkan view adalah menulis yang berpotensi viral dan mendapatkan tanggapan dari para komentator.

Mendapatkan view dengan topik topik yang sudah sering diulas para penulis kompasiana memang kadang gambling. Ada feeling bahwa tulisan dengan judul unik dan membikin penasaran bisa dengan cepat melonjak ke tangga artikel populer, namun setelah ditunggu beberapa waktu view amat lambat beranjak dan hanya melangkah pelan di kisaran 50 sampai 100 viewer. Dengan berat hati kadang dengan rasa sedih melihat artikel yang sebenarnya sudah ditulis allout hanya menandapat tanggapan minimalis. Suedihh rasanya.

Tapi ada artikel yang dibuat dengan judul main- main malah melompat tinggi. Penulis sendiri menjadi bingung, susah khan menebak kemauan sistem dan selera admin. Makanya jika menulis hanya mengejar target viewer rasa sakit hati itu terus bertumpuk dan membuat galau maksimal.

Kemerdekaan menulis bisa menjadi solusi efektif untuk meningkatkan ide segar dan keunikan tulisan, sebab, muntahan ide yang berasal dari pengalaman pribadi jauh lebih hidup daripada mengutip dan memetiknya dari sekumpulan artikel dari buku dan artikel di internet. Mau penulis itu hanya dari kalangan biasa, bukan akademisi, sekelas magister,doktor bahkan sekelas profesor kalau isi tulisan hanya berisi cuplikan- cuplikan ya lebih mengarah plagiasi, tetapi jika tulisan itu muncul dari prentuling ati atau kalau diterjemahkan bebas menjadi dari ide hati nurani maka akan terlihat sisi kemerdekaan dan gagasan segar yang muncul dari spontanitas.

Terkadang saking ingin mengejar reward malah lupa pada kejujuran dalam menulis. Lebih banyak mencuplik ide orang lain daripada menampilkan keaslian.  Ada beberapa tulisan saya sebetulnya hasil dari mencuplik, tapi saya akan menampilkan sisi aslinya jika tulisan itu tulisan Quote dan penulis harus wajib mencantumkan siapa yang mempunyai gagasan di quote tersebut.  Kalau banyak menyerap gagasan dari buku maka sebagai penulis tidak sekedar copy paste melainkan menggubah gagasan itu dengan bahasa penulis. Jadi tidak sama persis.

Mengejar reward itu tidak dilarang, dan dipersilahkan. Kalau memang terbiasa berkompetisi dan punya trik khusus untuk menang itu menjadi wilayah privasi penulis. Kalau beberapa penulis dengan alasan idealisme menulis tidak mempedulikan apakah menang atau tidak itu juga hak penulis. Kalau sudah berdiri di kaki sendiri dan tulisan- tulisannya menjadi referensi serta sering mendapatkan hadiah dari keikutsertaannya mengikuti kompetisi itu suatu keberuntungan dan kompeten, patut diacungi jempol. Jika sudah sering mengikuti kompetisi, masih bersetia meskipun belum mendapatkan keberuntungan dan masa bodoh yang penting happy itu juga pilihan.

Akhirnya jika ingin imun tetap stabil maka setelah menulis, mengedit dan  mempublikasikan artikel   hati nurani bilang sumonggo kerso, tulis dengan jiwa legowo, terserah. Tulisan yang sudah terpublikasi biarkan menemukan takdirnya sendiri, mekanisme pasar dan selera pembacalah kuncinya.

Kalau artikel kita bermutu, bersifat novelty/ kekinian, mengandung makna positif dan menambah imun pembaca serta inspiratif pasti akan mendapat apresiasi tinggi. Kalau pembaca kurang suka dengan gagasan - gagasan yang kita tawarkan dan sering kontra itu hak pembaca. Maka untuk menambah motivasi dalam menulis, membaca apa saja itu solusinya, menulis riang gembira itu salah satu resep untuk tetap setia mengirimkan tulisan. Jika terlalu ambisius memasang target muluk harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas diri.

Kemerdekaan menulis dijamin undang- undang, namun kemerdekaan tetaplah memiliki batasan agar tidak melanggar kesopanan dan hak asasi. Ada rambu dalam diri untuk tidak menulis hanya untuk melecehkan dan menghina serta mengolok- olok, padahal diri sendiri masih banyak kekurangan. Jadi menulis merdeka itu membahagiakan, namun kemerdekaan bukan berarti kebebasan tanpa batas, masih ada rambu- rambu yang tidak boleh dilanggar yaitu kode etik menulis. Salam hangat selalu. Fortiter in Re Suviter in Modo, jadi ingat semboyan organisasi yang pernah saya ikuti.  Kokoh kuat  dalam prinsip luwes dan lembut cara mencapainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun