Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yang Muda Berjaya tapi Pembosan, Tua Ngap dan Terbirit-birit Memahami Digitalisme

10 Juli 2021   14:05 Diperbarui: 10 Juli 2021   14:11 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda pengajar atau guru di usia 50 tahun ke atas, bagaimana menyesuaikan diri dengan kelas digital, kelas teknologi berbasis internet yang semakin mendesak para pengajar untuk cepat berubah, cepat menyesuaikan diri dengan teknologi. 

Dari pembelajaran PJJ muncul perubahan baru pola mengajar. Penugasan, proyek, produk dan inovasi tekhnologi agar siswa terbiasa dengan pembelajaran daring sekaligus memaksa diri untuk berpikir cepat menghadapi perubahan.

Ada pembelajaran basis google classroom, zoom, ppt, presentasi, webinar, pendekatan pengajaran pun mulai menggunakan banyak cara hybrid Learning, Augmented Learning, dan pembuatan video - video tutorial yang mengemuka untuk memudahkan pembelajaran berbasis internet. 

Bagi anak muda mereka akan senang dan nikmat saja memahami teknologi. Bahkan karena adiksi pada benda digital maka rasa penasaran akan banyak membantu mereka menguasai teknologi.

Generasi Tua dan susahnya memahami bahasa Digital

Tidak demikian dengan kaum sepuh atau kaum yang tergolong dalam baby boomer yang agak tiarap ketika diharuskan memahami perangkat digital. 

Urusan nilai harus menguasai exel, untuk menyimpan file besar harus dimasukkan ke drive, disimpan di folder -- folder yang sudah bernama, untuk mengecek kembali tidak ada kertas lagi semua data by komputer, apapun tersimpan di file komputer.

Ketergantungan yang tinggi pada benda bernama laptop, HP menjadi - jadi dengan munculnya PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Kuota internet harus selalu siap, wifi dan jaringan internet menjadi nyawa bagi pergerakan para guru menghadapi pembelajaran. 

Mata harus selalu menatap layar, jari harus siap memencet tuts dan segala webinar, workshop, dan rapat lewat zoom siap menguras konsentrasi.

Saya pernah menulis tentang tunggang langgangnya guru ketika harus dipaksa berubah karena teknologi internet. Pengajaran tidak lagi top down dengan aktor utama ilmu pengetahuan terletak di guru. 

Guru kini lebih sebagai fasilitator untuk alih pengetahuan karena di jaringan internet ilmu pengetahuan jauh lebih lengkap dari pengetahuan yang diberikan oleh guru. 

Bahkan guru kini juga harus mengubdate pengetahuannya dengan melihat mesin pencari, belajar dari e - book, belajar dari tutorial - tutorial yang tersebar di You Tube, atau tampilan video lain.

Guru dan Digitalisme Segala Lini

Kalau ingin dikenal guru harus bisa mengelola situs atau menjadi konten kreator sesuai bidangnya. Guru matematika membuat konten menarik dengan YouTube atau sekarang lebih menarik bila dilakukan lewat tiktok. 

Hanya berdurasi pendek namun bisa dilihat oleh jutaan orang terutama kaum milenial. Tampilan tidak lagi jadul sebab setiap saat guru atau pengajar harus menyesuaikan diri dengan atmosfer generasi milenial.

Pengajaran bisa dilakukan dengan hybrid learning yaitu memadukan pola pengajaran di kelas juga bisa diikuti oleh murid yang ada di rumah. Peralatan bagi sekolah modern bisa dipersiapkan layar besar di depan kelas dengan OHP modern yang bisa menampilkan gambar dari buku ataupun kertas untuk ditampilkan di layar. 

Ada juga dengan pola pengajaran augmented learning di mana guru seakan -- akan ada di depan kelas padahal sesungguhnya guru melakukannya di rumah dengan membuat studio di rumah yang memungkinkan guru seakan - akan mengajar di depan kelas. 

Ada juga dengan layar screen zoom yang diposisikan siswa di kursi masing - masing seakan - akan sedang berinteraksi di kelas padahal mereka ada di rumah masing - masing dengan peralatan komputer yang memungkinkan mengakses aplikasi zoom premium.

Tentunya butuh laptop yang menunjang paling tidak dengan spesifikasi core i.5  k e atas yang bisa menampilkan video dan share screen yang lebih tajam. Juga ditambahkan dengan web cam agar terlihat di layar lebih jelas.

Banyak aplikasi yang bisa di download di komputer dan di HP, tentunya semua aplikasi itu butuh jaringan internet memadai,butuh ram dan memori tinggi untuk menyimpan data. 

Maka setiap orang segera memaksa diri membeli HP canggih yang bisa menyimpan memori lebih banyak, yang mampu melakukan presentasi menarik dengan aplikasi desain web atau tampilan pptnya agar terlihat menarik.

Anak sekarang butuh tampilan menarik, sebab dengan metode ceramah mereka akan cepat bosan, tanpa tampilan video menarik pembelajaran menjadi kurang menarik. Dan lagi - lagi guru dituntut inovatif agar tidak tergerus oleh kemajuan zaman.

Bagaimana dengan generasi yang susah memahami teknologi. Mau tidak mau kalau masih ingin bekerja ya harus belajar keras, sebab jika tertekan dan irama cepat digital hanya menimbulkan tekanan dan ujungnya frustasi karena tidak bisa menyesuaikan diri. 

Banyak teman yang akhirnya muncur teratur, mengajukan pensiun dini karena tidak sanggup mengejar kecepatan pengetahuan dan metode mengajar yang butuh penguasaan teknologi.  

Beruntungnya meskipun untuk memahami aplikasi terbaru atau mengikuti pola teknologi baru agak terseok- seok saya masih sedikit mampu mendorong diri untuk bisa menyesuaikan diri dengan era digitalisme saat ini. 

Fokusnya saya harus bisa belajar untuk memahami bahasa pemrogaman yang cocok untuk dunia pengajaran. Mencoba pelan -- pelan memahami apa sih hybrid learning, Augmented Reality.

Digitalisasi otomatis tidak terhindarkan, kecepatan akses, informasi dan teknologi membuat hampir semua orang harus belajar, ada banyak perubahan paradigma. Manusia bukan lagi hidup di dunia dengan kekuatan naluri saja tetapi harus memeras otak untuk mengikuti kecepatan teknologi yang membandang.

Pekerjaan yang tadinya harus dilakukan dengan mendatangi sebuah kantor, atau tempat seperti membayar PAM, membayar listrik, membayar tagihan- tagihan pajak cukup dilakukan lewat aplikasi dengan uang virtual. Dengan HP semua bisa dilakukan tanpa harus beranjak, cukup menggerakkan jari, melengkapi dengan aplikasi M -banking. 

Dengan top up uang di sejumlah aplikasi semisal DANA, gopay, OVO semua bisa dibackup. Tapi bagaimana dengan orang tua yang untuk memahami cara mengoperasikan WA saja susah apalagi harus download aplikasi pembayaran serta melakukan topUp.

Yang Muda dan Penguasaan Teknologi Digital Lebih Baik

Butuh perjuangan berat untuk memacu otak lebih maksimal, sebab jika menyerah dengan keadaan dan tidak mau mengikuti perkembangan teknologi apakah harus  hidup di tempat di mana tidak ada keharusan untuk memahami teknologi.

Yang mudallah kini yang memang menguasai jagat, dan yang tua tidak mesti stres atau tertekan dengan kemajuan zaman. Kalau masih bisa mengikuti ya ikut saja tanpa harus terbirit- birit. 

Kalau kesulitan ya jangan malu bertanya berulang- ulang pada yang muda. Sebab kapasitas memori orang tua pasti semakin terbatas, sementara pengetahuan di era digital  datang membandang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun