Tidak ada manusia yang bisa lepas dari rasa sedih, cemas, takut. Sejak lahir sebetulnya manusia sudah dihadapkan dari berbagai kemungkinan yang menyebabkan tertekan, takut dan cemas. Kadar pada anak- anak tidak begitu dirasakan sebab beban masalah anak masih sedikit, namun semakin beranjak dewasa setiap orang akan bertambah masalah dalam hidupnya.
Jika sejak kecil anak dikondisikan untuk bisa memecahkan persoalan, menghadapi kesulitan demi kesulitan dengan tenang maka selepas dewasapun berbagai masalah akan bisa dihadapinya dengan tabah. Lain halnya jika ada anak yang selalu dibantu dan tidak mandiri dalam menolong dirinya sendiri melepaskan beban masalah.
Setiap orang berbeda kadar stres dan tekanannya berbeda. Lalu bagaimana mengatasi rasa cemas terutama saat menghadapi bencana medis seperti munculnya wabah covid-19. Saya pernah mengalami rasa cemas melanda saat hampir seluruh keluarga terindikasi positif Covid-19. Ada yang mulai hilang rasa, hilang indera penciuman dan rasa sakit ngilu seluruh tubuh, panas tinggi di atas 38 derajad dan susah tidur selama beberapa hari sementara saturasi oksigen semakin menurun.
Kecemasan jelas muncul, dan ada bayangan- bayangan menakutkan bila terjadi apa - apa dengan terpaparnya covid-19. Saya sendiri akhirnya pasrah sambil terus berdoa dan meningkatkan imun tubuh dengan mengkonsumsi obat terutama vitamin D3, minyak kayu putih, air panas dan bawang merah untuk merangsang indera penciuman dan meningkatkan saturasi oksigen.
Ketika saturasi semakin menurun saya ditemani istri saya yang juga positif mengikuti prosedur PCR di Puskesmas untuk mencari rujukan rumah sakit yang bisa menampung saya opname. Di RSUD Cengkareng okupasi kamar penuh dan saya disuruh menunggu selama dua hari dengan hanya duduk di kursi roda. Akhirnya kami ( bersama istri pulang dengan perasaan tidak karuan) sebelum pulang kami kembali ke Puskesmas untuk mencari rujukan rumah sakit. Masih beruntung akhirnya saya mendapatkan informasi rumah sakit yang bisa menampung saya tapi disuruh datang ke rumah sakit pagi. Tabung oksigen kecil sudah habis 5 botol, menunggu dengan cemas pagi segera datang, tapi rasanya waktu amat lambat karena hampir tidak bisa tidur karena berbagai kecemasan berkecamuk.
Setelah melewati malam yang penuh kecemasan akhirnya pagi datang dan saya bersama istri menyiapkan perbekalan untuk opname di rumah sakit rujukan covid-19. Di sana istri saya tampak tercekam dengan perjanjian tertulis mengenai prosedur pasien covid. Sedangkan saya pasrah berbaring di ruang IGD menunggu selesainya persyaratan administrasi hingga akhirnya sore hari saya bisa masuk ke ruangan perawatan setelah melewati sejumlah pemeriksaan.
Bagaimana mengatasi kecemasan itu pertanyaannya. Saya akan menulis berdasarkan pengalaman saya.
1. Berdoa
Yang jelas pasrah dan selalu berdoa mohon kekuatan dari Tuhan sang Maha Pencipta. Apapun resiko harus dihadapi. Semakin cemas dan takut hanya akan semakin menurunkan tingkat imun kita saja, maka percaya bahwa ada kekuatan yang membantu kita melewati masa -- masa penuh kecemasan itulah yang terpenting.
2. Menulis
Ketika ada kesempatan untuk bisa menulis dan menumpahkan perasaan gunakan saja untuk melepaskan berbagai bayangan- bayangan menakutkan yang menyergap. Dengan menulis (untuk yang hobi menulis) perasaan sedih, cemas, takut itu bisa ditumpahkan menjadi tulisan berupa catatan harian atau diary. Biasanya setelah menulis perasaan jauh lebih nyaman dan kecemasan menurun karena berbagai masalah itu sudah dilampiaskan dengan menulis.