Ramai - Ramai para mahasiswa memilih mencari kata tepat untuk menggambarkan pemerintah saat ini yang dikepung oleh masalah terutama pandemi covid -19 yang meningkat tajam terutama sejak pulang mudik dari kampung halaman. Padahal pemerintah mewanti- wanti untuk tidak mudik demi menghindari munculnya kluster baru penyebaran virus korona. Lagi - lagi banyak manusia Indonesia yang dengan bangga menolak kebijakan pemerintah. Mereka beranggapan mudik itu tradisi dan wajib setor muka di kampung halamannya.
Kalau sudah menghadapi orang ngeyel terkadang muncul dilema kalau mereka dihukum berat karena membangkang maka masyarakat yang itu - itu saja dengan lantang mengatakan pemerintah sadis, pemerintah tega, pemerintah tidak memihak rakyat. Hukum hanya berlaku untuk rakyat bukan untuk elit politik atau selebritis. Di media sosial pun mendengung bahwa pemerintah sudah mengarah ke diktaktor.
Ramai - ramai para pendengung terus meneriakkan perang terhadap kebijakan pemerintah, sehingga akhirnya kebijakan yang seharusnya bisa ditaati bersama menjadi percuma karena kerasnya arus penolakan untuk tidak mudik.
Setelah gelombang mudik sukses, muncul varian baru covid- 19 yang ditakuti adalah varian virus dari India yang ampuh menularkan virus meskipun sudah banyak yang melakukan vaksinasi. Padahal gerak pemerintah bukannya lamban tetapi masih ada rasa pesimisme masyarakat terhadap pentingnya vaksin. Perlu dikejar - kejar agar masyarakat melakukan vaksinasi.
Banyak masyarakat meyakini bahwa dengan berdoa, rajin sembahyang, meyakini bahwa hidup mati, sehat sakit itu adalah takdir. Kalaupun dengan covid ini mereka harus sakit dan kemudian meninggal itu adalah takdir.Â
Keyakinan yang muncul dari penceramah yang seringkali hanya pandai memprovokasi, tetapi tidak bisa menjelaskan secara integral tentang ancaman wabah  covid bagi masyarakat.Â
Terkadang malah menutup hati, dan nurani demi mendapat sanjungan dari para pendengarnya yang bangga bila bisa menentang penguasa dan lebih mendengar pengkhotbah yang berkobar- kobar meyakini jalan keselamatan menurut "versinya" sendiri.
Kalau hanya amarah,ngeyel, ketidakpatuhan yang ditonjolkan bahkan menyerang balik dengan menyerang pribadi pemimpin bangsa sebagai The King of Lip Service, The King of Silent dan selusin gelar yang akan disematkan pada pemimpin negeri ini, lalu kontribusi mahasiswa apa untuk bisa menekan penyebaran covid 19?
Di tengah konsentrasi mengatasi virus yang meningkat tajam karena salah satunya "ilmu ngeyel" telah mewabah, apa kontribusi para pengusul gelar itu membantu masyarakat untuk sadar bahwa covid itu masalah bersama bukan hanya pemerintah bukan hanya penguasa.
Simpan dulu hasrat nyinyir, kembali dulu ke hati nurani, paling tidak kalau tidak mau ikut membantu ya diam di rumah melaksanakan protokol kesehatan dan tidak memanas- manasi masyarakat dengan berita hoaks tentang pemerintah, tentang kelambanan pemerintah membantu rakyat.Â
Sebagai salah satu pilar bangsa yang notabene cerdas sekaligus pasti punya potensi kreatif, anak - anak muda bisa bergerak di dunia maya, membuat video- video konten yang menambah informasi akan  bahayanya jika masyarakat abai dengan kesehatan bersama.