Tapi terus terang mau tidak mau saya tetap harus belajar pada penulis pendatang baru. Mereka mungkin saja yunior dalam hal bergabung menulis di Kompasiana, namun banyak dari mereka yang sudah kenyang malang melintang dalam dunia menulis, entah sebagai wartawan cetak, editor, pengelola penerbitan buku atau praktisi bidang- bidang yang sudah membentuk habit menulis sejak awal.
Membangun Personal Branding dari Platform Blog Kompasiana
Dari Kompasiana banyak penulis yang mandiri, memerdekakan diri menjadi motivator, menjadi pemimpin penerbitan buku, editor dan juga motivator. Banyak kompasianer yang saya kenal lewat tulisannya dulu sekarang menjadi terkenal, semuanya berawal dari konsistensi mereka membangun personal branding dengan menulis di Kompasiana.
Bagaimanapun dibandingkan Kompasianer yang muncul dan menggebrak saat ini patutlah bangga karena dari segi bergabungnya boleh dikatakan saya senior, tapi dari segi ketrampilan dan kepintaran mengambil angle tulisan mungkin kalah jauh dari mereka. Mereka lebih gercep dan sigap dalam mengambil peluang sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk memperkuat personal branding sebagai penulis.
Jalan masih panjang bagi saya, saya menikmati kesukaan menulis sebagai proses untuk membangun pondasi menulis, bisa jadi suatu saat nanti bila diberi waktu ingin membuktikan bahwa aktifitas menulis saat ini memberikan kesempatan menjadi penulis yang penuh totalitas, mampu menghasilkan novel, tulisan, buku- buku yang menginspirasi. Sebagai guru sekarang memang harus menambah skill. Meskipun usia sudah merangkak namun keahlian menulis tetap akan berguna sampai kapanpun. Bila anak- anak saya belum tertarik menulis, semoga saja dengan melihat aktivitas menulis dan membaca saya suatu saat terinspirasi.
Sekali lagi Kompasiana mampu membentuk karakter penulis bila konsisten membagi ilmu dan mempublikasikannya secara rutin. Kalaupun pencapaian tiap penulis beda, namun banyak hal positif yang bisa dipetik dari aktivitas menulis, tidak perlu menyesal telah terjun dalam dunia tulis menulis, karena mau tidak mau harus diakui dengan berani menulis dan mempublikasikannya kita sudah tercatat dalam sejarah. Ada jejak nyata yang bisa dilihat di jejak digital. Salam literasi.
