Hai Diary, ini adalah catatanku tentang rasa, tentang seni, tentang pekerjaanku yang berhubungan dengan olah rasa, olah jiwa. Saya itu pembaca, lebih banyak diam dan menulis daripada ngobrol- ngobrol yang tidak jelas. Saya lebih menyukai menyentuh buku dan menelaah kata - katanya daripada permainan otak yang kadang membuat diriku gentar.ba
Membaca Fiksi dan Cerita Silat Awal menyukai Membaca
Gentar karena saya tidak terbiasa hidup dalam kompetisi seperti para pandemen game. Sejak mengenal tulisan, mengenal rangkaian kata, hidup saya selain mengembara dari ladang dan sawah, mulai senja saya sudah bersiap untuk mendekat ke hobi bapak yaitu membaca. Bapak membuatku merasa ikut merasakan ketergantungan mengikuti seri demi seri tulisan yang disewanya.Â
Buku dewasa yang menawarkan permenungan, filosofi kehidupan para pendekar di awal kerajaan Mataram. Tokoh tokoh seperti Agung Sedayu, Glagah Putih, Sutawijaya, Ki Ageng Pemanahan, Kyai Gringsing, melintas dalam daya khayal saya, juga Mahesa Jenar dalam cerita Naga Sasra dan Sabuk Intan. Setelah itu cerita berseri lain karya Asmaraman S Kho Ping Hoo.
Lintasan cerita itu bahkan kadang mengalahkan semangat belajar saya. Lebih senang membaca cerita fiksi daripada buku- buku pelajaran yang sekali membuka langsung merasa bosan. Berbeda ketika membaca karya S H Mintardja, semalam suntuk juga ayo. Padahal waktu itu saya masih SD, masih harus belajar pendidikan dasar, karakter dan motivasi dasar belajar untuk keberlanjutan pendidikan formal.
Ini masalah rasa, membaca komik dan cerita silat bersambung adalah masalah rasa, kalau sudah ketagihan, senang, berlembar- lembar buku,berseri- seri buku juga diikuti. Dari kesukaan membaca membuat daya khayal saya berkembang. Meskipun tidak mempengaruhi kecerdasan karena jujur, saya bukan termasuk dalam kategori pintar, apalagi cerdas. Belajar matematika saja membuat saya merasa tertekan, masih mending jika ketemu pelajaran hapalan.
Selama sekolah saya hanya merasakan sebuah kesenangan ketika pengajaran dilakukan dengan cara bermain, berhubungan dengan membuat cerita dengan menulis dan mengarang. Bukan berarti menyukai pelajaran bahasa namun sangat senang dengan sastra dan hubungannya dengan aktivitas mengarang dan membaca.
Di SMP dengan rasa dan penasaran saya mulai menyukai buku -- buku petualangan dan cinta, mungkin sesuai dengan gejolak masa ABG yang mulai merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta, meskipun mental dan keberanian saya tidaklah seberani anak -- anak sekarang yang sudah bisa berani menyatakan cinta dalam usia yang masih belia. Jatuhnya khayalan saya lebih banyak saya tulis, lebih banyak hadir dalam goresan rasa di kertas kertas ,kosong. Enyd Byliton, Hilman Hariwijaya Gola Gong, Mira W, Eddy D iskandar, bahkan ssst kadang sembunyi membaca buku Anny Arrow (sensor).
Lima Sekawan, Lupus dan kumpulan buku buku percintaan remaja, majalah HAI, majalah BOBO, bacaan cukup berat Intisari sudah saya baca sejak SMP. Cerita -- cerita itu sebetulnya menguar, entah ceritanya susah saya ingat, secara detail. Namun ketika habis membaca saya sering merasa petualangan lima sekawan membuat semakin tumbuh kecintaan saya untuk bertualang. Mencoba menyelidiki hal - hal aneh di sekitar lingkungan, mencoba menganalis berbagai kejanggalan ketika ada peristiwa pencurian. Ah. Gaya ABG yang masih mencari identitas.
Membaca itu mengolah rasa, namun kadang karena hobiku ini membuat saya sering dicap kuper alias kurang pergaulan, lebih suka bercengkerama dengan buku, lebih berasyik masuk dengan dunia khayalan. Padahal jika ingin mendekati cewek bukan hanya pandai merangkai kata - kata saja hingga akhirnya hanya tersimpan rapi tanpa berani mengirimkan kepada sang calon kekasih hati.
Jatuh Cinta Membuat Hasrat Menulis Berkembang