Ada beberapa orang di sekitar kita yang benar - benar hobi dan menjadikan menulis sebagai kebiasaan, namun banyak pula yang menganggap menulis karena keterpaksaan, Dipaksa menulis karena faktor pekerjaan. Dari dua pilihan itu bagaimana anda? Kalau seorang penulis murni pasti dan yakin bahwa menulis itu sebagai hobi dan kebiasaan.
Menulis Karena Kebiasaan Lebih Awet  daripada Menulis Karena Terpaksa?
Jika menulis karena kesadaran diri, bukan keterpaksaan ia akan selalu rutin menulis. Tidak terpaku menulis bidang tertentu yang jelas apapun bisa menjadi ide tulisan. Menulis sebagai kebiasaan adalah sebuah rutinitas yang tidak bisa ditinggalkan. Bahkan rasanya aneh jika dalam sehari tidak menulis, rasanya ada sesuatu yang hilang seperti juga kebiasaan orang buang air besar, jika sehari saja tidak melakukannya perasaan ada yang aneh dan dipaksa harus keluar, kalau tidak malah menjadi penyakit.
Jika ada orang yang biasa menulis tiba - tiba berhenti ada sebuah perasaan hampa, rasanya ada ganjalan yang harus dikeluarkan. Menulis itu sudah merupakan bagian dari aktivitas keseharian. Apalagi orang yang tidak terbiasa curhat dengan teman dengan sahabat di sekitar dan menganggap menulis bisa dijadikan sarana untuk memecahkan persoalan yang ruwet dalam hidupnya, entah saat patah hati, putus cinta, kecewa, marah dan banyak beban pikiran.
Kebiasaan Menulis itu tidak "Ujug --Ujug "Datang Biasanya dari Kesukaan Membaca
Sebetulnya kebiasaan menulis itu bukan ujug- ujug (tiba tiba) muncul. Tiap orang beda sebabnya kalau saya, kesukaan menulis dimulai dari kesenangan membaca sejak kecil. Dari membaca buku cerita anak- anak terbitan Balai Pustaka sampai buku umum yaitu cerita silat Jawa Api di Bukit Menoreh dan buku silat China karangan Asmaraman S Kho Ping Hoo, yang berupa buku kecil berjilid dengan kertas stensil. Kalau sudah membaca buku Kho Ping Hoo dan Kho Ping Hoo bisa semalaman bacanya, bahkan dengan mencuri - curi waktu sampai hampir pagi sampai beberapa buku taman di baca.
Buku tebal pertama yang pernah saya baca adalah buku lain dari SH Mintardjo. Yaitu Naga Sasra Sabuk Inten. Biasanya saya pinjam dari nenek saya yang sangat hobi membaca.Â
DI rumah kampung saya dulu, buku tidaklah asing bagi saya, berbagai buku dari buku pelajaran, buku cerita, buku kuliah, buku ejaan lama, bahkan buku berbahasa Belanda ada.Â
Kebetulan saya dari keluarga guru, Kakek saya adalah Kepala Sekolah  SD, yang dulu sering dipanggil  Mantri Guru. Kebetulan tetangga di sekitar hidup sebagai petani dan keluarga saya yang berbeda karena berlatar belakang guru. Satu dusun yang profesinya guru bisa dihitung dengan jari, yang saya ingat hanya dua keluarga termasuk keluarga saya.
Lingkungan Mempengaruhi Kebiasaan Menulis
Kekayaan yang paling menonjol dari keluarga saya ya buku, Bapak hobi membaca dan kebiasaan membaca ayah saya tampaknya membuat ikut penasaran untuk ikut- ikutan membaca.Â
Meskipun dari segi kecerdasan tergolong biasa saja, prestasi akademik juga tidak bisa cukup dibanggakan namun yang jelas kebiasaan membaca membuat wawasan saya bertambah. Dan membaca itu akhirnya menjadi habit atau kebiasaan yang susah dihilangkan sampai sekarang.