Dalam pembicaraan masyarakat Jawa sangat kental dengan berbagai ungkapan yang bisa saja satu arti. Bisa saja dengan banyak kata untuk bisa menterjemahkan satu arti. Contohnya Kenthir, Sableng, edan, kurang waras, bambung, setengah. Pethok (dengan pengucapan mirip pengucapan periuk)
Kenthir bisa bernada canda atau benar - benar gila. Tergantung siapa yang ngomong. Kalau yang bicara Abang Poltak kepada Daeng Khrisna bisa jadi itu hanya sebuah joke untuk menegaskan persahabatan mereka yang kental. Tapi jangan coba coba mengatakan kenthir kepada yang belum kenal, baru kenal atau kepada pejabat yang mabuk kekuasaan, bisa jadi anda akan mendapat perlakuan buruk bahkan berakhir di bui.
Kenthir itu bisa bermakna serius jika dikatakan misalnya. Kemarin saya pergi ke Rumah Sakit Grogol melihat pasien -- pasien kenthir, kurang waras, hilang ingatan karena stres, tekanan hidup berat hingga membuat jiwa dan mentalnya terganggu.
Orang kenthir bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Karena depresi entah karena gagal, bangkrut, tertekan oleh dominasi pasangannya atau terantuk benda keras di kepalanya hingga menyebabkan amnesia dan hilang ingatan. Bisa juga kenthir terjadi karena kecerdasan berlebihan sehingga tingkah lakunya eksentrik dan aneh dan bisa disebut kenthir.
Lalu bagaimana dengan orang - orang yang bangga disebut sahabatnya sebagai raja Kenthir? Itu butuh penelaahan lebih dalam, sebab yang bisa mentahbiskan diri sebagai orang kenthir bukan orang sembarangan. Mereka orang - orang yang sudah mempunyai tingkatan amat tinggi. Sebut saja dalam cerita Wiro Sableng, Kakek Tua Gila bahkan gurunya sendiri sering bertingkah laku seperti orang tua gila untuk menyembunyikan betapa kemampuannya dalam bela diri sudah mencapai tataran suhu. Dalam istilah Kho Ping Hoo dalam dunia kangouw ia telah mencapai tataran ilmu dewa, mau memainkan dewa mabuk, atau orang gila sebetulnya hanya kamuflase untuk menyembunyikan kemampuan sebenarnya. Ia sudah belajar sinkang dan ginkang pada tataran sempurna sehingga bisa memainkan jurus sesukanya.
Pada tataran penulis Kompasiana tahu sendiri mereka yang dengan gampang menulis dengan mazhab kenthirisme. Bukan berarti mereka kenthir tetapi mereka adalah orang - orang berkemampuan tinggi yang bisa menulis bebas, tapi dibalik kalimat- kalimat yang katakanlah kenthir dipandang oleh penulis yang biasa menulis secara mainstream. Mereka jelas sekelas profesor meskipun pasti tidak mau mengaku sebagai intelek dan profesor. Malah lebih nyaman pengecer kata, petani kata.Â
Padahal pasti mereka sudah tidak lagi sekelas buruh, sebab kehidupannya sudah kenyang bila menyangkut dunia tulis menulis, penelitian, jurnal ilmiah, tesis dan pengalaman lain yang membuktikan bahwa mereka sudah selesai dengan dirinya sendiri dalam urusan dunia tulis menulis.
Maka meskipun memainkan jurus kenthir, jurus out of the box tetap saja terlihat kecerdasan kata- katanya. Makanya mereka sering melontarkan kata - kata kiasan yang harus dicermati sampai ujung kalimat terakhir, sebab biasanya kata - kata serius di awal berakhir dengan kalimat canda di belakangnya, jadi waspadalah pada jebakan batman. Jangan terlalu serius membaca kata - kata motivasi di awal karena biasanya akan berakhir dengan derai air mata. Saking kocaknya.
Kenthir, kurang waras, gila, edan, bambung memang bisa bermakna ganda. Dalam dunia percandaan, kata kata tersebut hanya untuk menekankan arti kedalaman persahabatan. Meskipun misuh dan mengeluarkan keluarga binatang dari mulutnya kalau dasarnya sudah akrab dan bersahabat, tidak akan menyinggung perasaan. Pikiran sahabat pasti sudah merdeka dengan praduga dan bebas dari emosi.
"Mas Bro, Kamu itu kenthirnya tidak hilang - hilang dari dulu, Sudah punya cewek cantik bak  artis kamu tinggalkan demi seorang gadis lugu sederhana dari kampung."
"Dalam hal ketentraman hidup, perempuan cantik kadang malah membuat stres. Setiap hari selalu ketakutan disamber orang. Daripada stres pilihan saja yang menentramkan."
