Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kehadiran Jokowi di Pernikahan Atta Halilintar-Aurel Memancing Komentar Netizen

8 April 2021   03:00 Diperbarui: 8 April 2021   03:04 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi blusukan, Jokowi hadir di pernikahan di gang sempit, Jokowi masuk gorong- gorong, Jokowi mengendarai motor gede, Jokowi  menerima hadiah gitar dari artis internasional, semua bikin heboh netizen. Dan seperti biasa netizen yang pintar komentar, netizen yang tidak pernah berkurang rasa penasarannya selalu punya jurus untuk memberi komentar pada apapun yang dilakukan presiden.

Sebagai presiden ia harus menerima konsekwensi dari para penulis, komentator, buzzer yang memang dari awal tidak suka  kiprahnya sebagai pemimpin puncak di Indonesia. Apalagi dengan adanya media digital dan masyarakat Indonesia termasuk menjadi konsumen terbesar dengan munculnya alat komunikasi canggih tersebut. Mudah saja ia masuk dan dengan entengnya menggerakkan jari menjadi komentator yang julit, komentar yang pedas saat mengritik atau hobi dalam melontarkan ujaran kebencian, menebarkan berita hoak.

Saya sendiri penikmat dan pengguna digital tersebut, secara tidak langsung menjadi tergantung pada benda yang disebut smartphone karena saat ini mau tidak mau harus menggunakan HP untuk bisa menghubungkan dunia nyata ke dunia maya.

Jokowi adalah presiden era di mana semua orang mempunyai kebebasan berpendapat dan bebas melakukan kritikan dan komentar di media sosial. Konsekwensinya adalah ia (Jokowi ) harus siap dengan suara - suara sumbang masyarakat Indonesia yang tidak suka dengan sepak terjangnya. Apapun meskipun ia total membangun Indonesia, membangun karakter dengan model dirinya ada banyak warga yang masih belum move on dan menganggap apa yang dilakukan Jokowi itu hanyalah menumpuk utang, menghambur- hamburkan uang dan membuat Indonesia bisa bangkrut suatu saat. Padahal saat komentar ia mungkin sedang duduk manis di MRT atau LRT, atau KRL yang terbangun ketika era Jokowi sedang berkuasa.

Begitu bencinya netizen pada pemimpinnya dengan mengatakan apa saja sementara ia sebenarnya sedang menapak dan melewati tol atas prakarsa Jokowi. Seorang presiden di sebuah negara bernama Indonesia bersama para warganya yang senang ngudarasa, pengeluh, pengumpat, dan pembenci membabi buta. Tidak sadar bahwa manusia tidak bisa sempurna menjaring semua keinginan manusia, jarang obyektif menilai pemimpinnya jika sudah dilabeli kata benci yang amat sangat. Maka apapun ia akan selalu mengumpat, baik di statusnya maupun di warung kopi langganannya.

Sayapun sebetulnya gatal ingin memaki mereka -- mereka yang tidak tahu terimakasih hanya tahu dari cerita - cerita viral di media sosial tanpa pernah mencoba melihat berita dari sudut lain yang mungkin bisa mengerek seseorang obyektif dalam berpikir, bijak dalam menilai pemimpinnya.

Tidak salah jika banyak penganut paham radikal terus saja salah menterjemahkan ajaran, menganggap agama adalah jalan keselamatan namun meneror keyakinan dan agama lain yang berbeda dengan jalan kekerasan. Karena pilihan mereka ternyata sudah dipenuhi dendam bukan kasih sayang, sambil berkhayal setelah mati masuk surga dan bertemu dengan 72  bidadari cantik luar biasa yang akan memenuhi hasrat karena ia telah membom sejumlah orang di sebuah tempat ibadat dan nekat menyerahkan nyawanya di pusat orang yang ahli menembak tanpa perencanaan.

Jokowi, menjadi bulan- bulanan Netizen dan penulis dan diasumsikan menurut pikiran mereka tanpa mau tahu mengapa dan alasan apakah yang melatarbelakangi presiden menghadiri pernikahan selebriti conten kreator.

Bagi pengamat Jokowi itu paradoks, berbagai terobosannya kadang membuat orang bingung ada sisi yang membuat sebuah pertentangan. Seperti kata paradoks, yang dalam KBBI artinya pernyataan yang seolah - olah bertentangan.  Susah ditebak apa maunya, dan disayangkan menghadiri pernikahan Selebritas di saat pandemi, dan di tengah banyaknya bencana yang melanda negeri.

Tidak kurang Fiersa Besari penyanyi dan novelis, Ernest Prakasa, berkomentar dan mengkritisi kehadiran Jokowi, semua seperti menyayangkan Jokowi kurang peka melihat situasi dan kondisi saat ini.

Mungkin bathin Jokowi terus berkata."Lha. Aku Njuk piye, ngene ra oleh ngono ra oleh.  Ah luweh" (Lha, terus aku harus bagaimana, begini tidak boleh begitu tidak boleh. Ah Masa Bodo )

Menyikapi masyarakat yang banyak maunya, sikap masa bodo lah senjatanya. Kalau semua dipikirkan bisa runyam pikiran, karena jutaan pikiran orang, jutaan pula harapan yang tidak semuanya bisa dikabulkan. Masalah Atta belum selesai, masalah lain datang, Kasus satu belum selesai berbandang kasus lain datang.

Untungnya yang saya lihat Jokowi itu jembar segarane alias sabar. Ia menerima segala caci dengan senyuman, menerima kritikan dengan pikiran terbuka, meskipun di sana sini terus dituduh bahwa Jokowi otoriter karena dengan undang- undang ITE pemerintah dalam hal ini Jokowi bisa saja menyeret mereka yang melakukan ujaran kebencian, membuat berita hoaks, dan pelecehan di media langsung diseret ke ranah hukum dengan senjata polisi cyber crime.

Apakah saya ini salah satu pengagum Jokowi, ya saya akui tapi bukan berarti setuju semua kebijaksanaannya, namun saya harus obyektif menilai, bukan hanya asal njeplak mengkritik tanpa solusi. Kalau hanya bermodal mengkritik semua orang bisa, tapi mengkritik dengan memberi solusi tidak semua orang bisa.

Di era Jokowi ini sebetulnya sudah banyak jejak keberhasilan terutama pembangunan infrastruktur yang nyata terlihat. Untuk pembangungan akhlak dan mental sebetulnya Jokowi sudah mencontohkan dari perilakunya yang lebih banyak diam, tapi sigap dalam bekerja. Sayangnya banyak pejabat public di negeri ini lebih suka ndableg dan terjebak dalam hasrat untuk memperkaya diri sehingga sebegitu banyaknya pemimpin yang akhirnya tertangkap basah korupsi. 

Padahal pemimpin tertingginya sudah mencontohkan yang baik, tapi hasrat kekuasaan dan kekayaan telah menutup kemungkinan untuk menjadi pejabat pengabdi, pelayan masyarakat. Mereka lebih suka disebut tuan dan sultan yang yang bergelimang harta dan menikmati tahta karena diperoleh dengan cara   menyogok, mengiming - imingi sejumlah uang untuk memilih dirinya.

Bagi para pembenci ke manapun Jokowi hadir akan selalu menjadi sumber komentar. Netizen memang luar biasa. Sayangnya ada dua orang pengkritik yang saat ini tengah bertapa sedang lelah mengkritik Bagaimana kabar Fahri Hamzah dan Fadly Zon. Ke mana suara mereka menggema, di relung mana, kangen juga dengar kata - kata mereka yang sengak, namun Ternyata meskiipun dibombardir kritikan Jokowi tidak pernah menyimpan kata benci malah di beri penghargaan. Ora popo mengkritik asal kritikannya bukan asal yang ujung - ujungnya mengarah ke phisik. Salam tulisan receh dari penulis yang kadang ngasal dalam menulis. Namun paling tidak nurani dibuka agar tidak menulis tanpa kendali. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun