Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Hebat Jika Yakin Bisa Hidup sebagai Penulis

26 Desember 2020   23:12 Diperbarui: 29 Desember 2020   09:19 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja para penulis boleh membantah apa yang dikatakan Khrisna Pabichara yang membuat judul Jangan Mau Menjadi Penulis. Penulis itu tidak menjanjikan masa depan. Jika hanya mengandalkan hidup dari menulis tidak mungkin bisa menjadi kaya. 

Tidak mungkin hanya makan dari royalti yang sangat kecil, apalagi menulis buku dengan cara indie. Tidak semua beruntung menjadi penulis laris dan Best Seller. 

Bahkan penulis Best Seller pun pasti tidak bisa hanya menggantungkan hidupnya hanya dengan menulis buku. Jika ada orang yang sangat yakin bisa hidup dari menulis Khrisna katakan itu bodoh. Bahkan gila.

Mereka pasti punya pekerjaan lain yang bisa menutup kekurangan saat royaltinya seret, entah menjadi dosen tamu, motivator, menjad pembicara seminar, mentor dan pelatih workshop penulisan. 

Sebetulnya penulis itu profesi menjanjikan jika Indonesia bisa menghargai hak cipta, bisa menjunjung tinggi kreativitas. Tidak membajak buku seenak wudel atau pusarnya sendiri. 

Tapi menjadi penulis memang berat, benar apa yang dikatakan Daeng Khrisna, jika hanya mengandalkan royalti yang kalau ditotal perbulannya hanya menghasilkan 300 ribu rupiah apakah bisa hidup dengan mengandalkan uang 300 ribu. 

Apa yang bisa didapat dari uang 300 ribu itu. Lalu apakah yang akan dimakan keluarga dengan uang 300 ribu. Di Jakarta kost di sekitar Grogol, Jakarta Barat, boleh jadi lebih dari satu juta limaratus sebulan, belum lagi biaya lain-lain yang mesti dikeluarkan untuk bisa eksis di Jakarta yang semuanya diukur dengan uang.

Boleh jadi buku-buku kita memang beredar di toko buku, namun buku yang terpajang itu tiap hari tidak pasti laku. Mungkin sesekali terbeli, tetapi penerbit, pemasar buku dalam hal ini toko buku pasti akan mengumpulkan dulu keuntungan sampai mereka bisa menutup laba yang pasti tipis- tipis saja. 

Padahal misalnya buku tertentu semacam jurnal atau yang berbau pengetahuan pasti pembacanya khusus yang minat atau yang kebetulan mempunyai profesi yang sama yang butuh tambahan referensi untuk menambah pengetahuannya.

Dalam mimpi saya penulis itu memang sangat menjanjikan, jika tulisan yang dipublish, atau dipublikasikan laris manis bak kacang goreng, namun di masa sekarang ini di mana korona masih mengancam, bagaimana membuat buku laris manis, kecuali ia memang mempunyai jaringan yang luas sehingga ia mudah memasarkannya.

Kalau tidak agresif dan lambat dalam membangun network akan susah memasarkan buku apalagi buku dari penulis yang kurang terkenal. Kecuali bukunya Sapardi DJoko Damono, bukunya penulis penulis terkenal semacam Dewi Dee Lestari, Fiersa Besari, Buku dari Okky Madasari, atau bukunya dari Tere Liye, Agnes Jessica dan masih banyak penulis lainnya. 

Ada beberapa penulis yang sudah masuk dalam ketegori selebritis hingga mereka bisa mengisi ceruk kehidupannya dengan menjadi konten kreator, semacam Youtuber. 

Jika menjadi Youtuber dan viewernya puluhan ribu serta selalu kreatif membuat tayangan yang menarik maka bisa saja melakukan monetisasi dan kemudian bisa dibayar sesuai dengan ide, konten yang ditampilkan lewat YouTube.

Kalau hanya menulis, apalagi mengandalkan hasil dari reward menulis perbulannya dan dari karyanya lewat blogger yang kadang ramai kadang sepi pasti akan muncul konflik. 

Kalau masih numpang di rumah orang tua dan hanya menulis saja, boleh dikatakan banyak orang tua yang menganggap kita sebagai penganggur, tidak pernah kerja, kecuali berkhayal, dan bermimpi.

Jadi sebenarnya saya bisa mengangguk setuju apa yang dikatakan Khrisna Pabichara. Mengandalkan hidup dari menulis itu hanya makan hati. Apalagi ketika sudah berkeluarga.Selalu ada tuntutan agar setiap bulannya bisa memetik keuntungan dari pekerjaan yang ditekuninya. 

Tapi tahu sendiri ketika sepanjang hari menulis dan mencoba berkata ya terhadap apa yang dikatakan benar bahwa Penulis itu lebih enak hanya dijadikan sampingan. 

Misalnya menjadi guru. Setiap bulan bisa menerima gaji meskipun tidak sebesar Manager, penulis, ilustrator. Saat tidak sedang menulis bisa tetap tersenyum karena ada pendapatan tetap yang mampu memberi kepastian hidup.

Tapi karena tengah mimpi, saya terus terang tidak setuju dengan pengakuan jujur Khrisna Pabichara. 

Penulis itu tetap profesi menjanjikan, royaltinya yang diterimanya tiap bulan, keterkenalannya mampu membuat orang lain dengan gampang mencari artikel, gambar atau di mbah gogel. JK Rowling bisa panen raya dengan royaltinya dari buku karena bukunya laris manis di pasaran.

JK Rowling yang semula bukan apa-apa menjadi sangat terkenal dengan kegigihannya menulis dan akhirnya menghasilkan buku yang laris manis di dunia dan mampu hidup dari menulis. 

Tapi itu di sono, di negeri sebrang yang saat ini sama-sama kembang kempis akibat masih masifnya persebaran penyakit Covid-19.

Di Indonesia selama banyak orang yang sering memanfaatkan ketenaran dan hobi melakukan plagiasi serta membajak aneka macam hak cipta maka susah mengandalkan menulis sebagai sumber pendapatan utama. Bisa saja menghasilkan buku dan tulisan tapi mengandalkan hidup sebagai penulis pasti akan penuh masalah.

Di Indonesia berapa banyak pengarang dan penulis kaya raya berkat menulis saja? 

Ada beberapa yang sudah bisa disebut selebritis, ia bisa memenuhi kehidupannya dengan menulis, dan bisa memilih tempat mana sambil minum kopi, dan berjam-jam menulis untuk membuat novel, karangan atau konten kreatif. 

Tapi dari banyaknya penulis itu mereka pasti nyambi, mempunyai pekerjaan tetap di luar hobinya menulis. Sehingga mampu mengumpulkan uang tanpa takut kelaparan.

Di luar mimpi saya sadar akan susah mengandalkan hidup hanya lewat mimpi, akan sangat kerepotan menjawab berbagai berondongan tanya, ketika suatu saat tulisan yang setiap hari ditulis hanya bisa memproduksi kebanggaan karena tercatat sejarah, namun akan lebih pedih karena apa yang menjadi sumber kebahagiaan itu tidak dinikmati keluarga. Maka mau tidak mau jangan mimpi dulu seperti J K Rowling yang bisa berlimpah uang dari hasil menulis.

Jalani saja kegiatan menulis sebagai hobi, kalaupun belum rejeki mendapatkan uang lebih dari menulis tetaplah bisa bertahan karena ada pendapatan lain yang bisa menopang kehidupan. 

Bermimpi boleh, tapi realistis memandang hidup tetap yang utama. Kalau ingin sukses menulis pastikan dulu ada keluarga yang mendukung, ada pendamping yang pendapatannya lebih dari cukup untuk menopang hidup sebagai penulis, dan ketrampilan berlebih seperti Daeng Khrisna Pabichara yang punya modal cukup untuk meyakinkan pada mertua dan istri bahwa ia bisa menopang kehidupan keluarga dari menulis.

Mengandalkan hidup sebagai penulis bolehlah dalam mimpi tapi di dunia nyata sebaiknya tetap berpijak ke bumi dengan bekerja apa saja selain menulis agar tetap eksis dan bisa menyenangkan keluarga. 

Kalau kurang yakin memang benar Jangan Mau menjadi Penulis, tapi kalau yakin dan mendapat dukungan orang - orang terdekat siapa takut menjadikan penulis sebagai profesi utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun