Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menulis Menjadikan Diri Sendiri Bagian dari Sejarah

19 Desember 2020   09:09 Diperbarui: 19 Desember 2020   09:11 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pinterest/Serranotoya

Sejak kapan kamu menyukai menulis kawan? Sejak kapan kamu jatuh cinta dengan kegiatan bernama menulis? Apakah sejak kamu jatuh cinta, karena dengan jatuh cinta puisimu mengalir deras?Aku sendiri hampir lupa kapan aku mulai suka menulis. Bisa jadi ketika remaja aku mulai senang menulis, karena puisi - puisi dan surat cinta telah membawaku memasuki gerbang kegiatan bernama menulis.

Aku kini 50 tahun dan masa remajaku kurang lebih sejak umur 13 tahun. Jadi sekitar 37 tahun aku mulai menulis dalam artian mengarang. Tetapi apakah aku langsung bisa menulis. Tentu tidak, jauh hari sebelumnya aku memang sudah senang membaca, terutama sastra dan cerita silat. 

Aku mengenal cerita Api di Bukit Menoreh sejak SD dan juga membaca cerita silat Asmaraman S Kho Ping Ho juga sejak kelas 3 SD... setelah itu dunia malamku sepertinya akrab dengan cerita buku -- buku itu. Di SD sering membaca buku - buku terbitan  Balai Pustaka. Buku dari perpustakaan SD tempat ibuku mengajar. Belasan atau bahkan puluhan cerita buku masuk dalam otakku.

Dari buku - buku itu paling tidak meskipun bukan termasuk orang cerdas, dengan mengingat cerita yang tergambarkan lewat bacaan,paling tidak sudah punya perbendaharaan cukup banyak untuk mengarang/menulis. Di tambah ketika SMP sering membaca cerita cerita dari 5 Sekawan karangan Enid Mary Blyton, cerita remaja Lupus karangan Hilman Hariwijaya dan cerita silat kocak Wiro Sableng(Bastian Tito). 

Ribuan dan jutaan kata itu telah masuk dalam radar otak. Itu penggalan sejarah hidupku. Yang kuingat aku mulai senang mengarang sejak SMA, ketika masa remajaku yang cukup pemalu bila dihadapkan pada perempuan memaksaku hanya bisa mengarang dan menulis puisi untuk mengungkapkan rasa. Itupun kemudian aku simpan sendiri. Di samping suka menulis, aku penuhi buku catatan pelajaranku dengan vignette dan gambar ilustrasi.

Aku mulai mencatat tulisanku dalam sebuah buku catatan tentang apa saja meskipun saat itu belum berani mengirimkannya di media massa. Aku hanya mencatat dan membaca ulang catatanku dengan senyum simpul. Oh begitulah kira - kira sejarahnya mengapa aku sekarang boleh dikatakan candu menulis. Aku meniti sejarah, mengingatnya dengan membaca ulang catatan- catatanku sejak SMA. Jadi ketika menengok sejarah masa lalu aku mengingatnya dengan membuka catatanku. Itulah sejatinya alur sejarahku.

Bagaimana bisa menipu sejarah jika setiap peristiwa tercatat secara nyata. Dari masa orde baru, sampai zaman reformasi, aku cukup aktif mencatat peristiwa sejarah, dari ketikan di mesin ketik manual sampai laptop sekarang ini ada memorinya, jadi kalau ada orde yang berusaha menutupi sejarah pastilah ketahuan karena jejak tulisan dan jejak digital akan merekamnya.

Bukanlah sombong tapi dengan menulis seseorang akan mencatatkan diri dalam sejarah. Tulisan masa lalu apalagi yang pernah masuk dalam radar media massa bisa terdeteksi. Ada kliping, ada file hardcopy yang masih bisa dicari. Aku masih bisa menemukan catatan tulisanku puluhan tahun lalu. Kalau aku tidak menulis maka aku tidak akan pernah mengingat dengan detail apa yang terjadi pada masa lampau. Dan untuk itulah aku berterimakasih karena dari kesabaranku dan konsistensiku menulis aku bisa mengingat cerita - cerita masa lampau.

Cerita - cerita itu ada yang membahagiakan juga banyak yang pahit dan penuh dengan masalah. Ketika aku tengah penuh masalah, penuh dengan kesulitan aku menulis untuk meringankan beban pikiran, aku mengurai sedikit demi sedikit hingga lepaslah kesulitan itu dengan memotivasi diri, mengeluarkan segala unek  unek lewat tulisan. 

Catatan itu menjadi bukti bahwa setiap hari, setiap saat manusia tidak lepas dari masalah. Selalu ada tantangan, selalu ada kesulitan.Namun manusia yang sabar dan kuat menghadapi badai adalah manusia yang tidak mengelak dan menumpuk masalah. Sebab menumpuk masalah hanya akan membuat manusia stres dan depresi. Ini akan mengancam mental dan bisa menjadi gila karena berbagai masalah yang menghadang.

Terimakasih, kuucapkan pada diriku sendiri karena aku bisa mengurai masalah dengan menulis. Dulu aku memang sudah terobsesi menulis, tapi membayangkan menjadi penulis itu sepertinya hanya mimpi. Kapan aku mempunyai buku sendiri yang akan menjadi senjata untuk membuktikan bahwa aku adalah seorang penulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun