Sifat dasar manusia itu selalu mementingkan ego hingga mengorbankan orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Manusia mempunyai kekuatan besar menggerakkan kebaikan, namun di sisi lain punya ambisi berlebih untuk menguasai sehingga ia dikuasai amarah, kelicikan, kebencian, dan selalu bersaing untuk mendapatkan tempat terbaik entah dengan bagaimana caranya.
Kecerdasan  manusia yang Sering Disalahgunakan
Makhluk tercerdas, namun sering memanfaatkan kecerdasannya untuk menjatuhkan manusia lain, karena banyak yang berpikir, ia mesti menyingkirkan manusia lain untuk mencapai puncak ambisinya. Untuk semua itu ada harga yang perlu dibayar, manusia akan berbuat anarki, kalau punya uang ia akan membayar orang untuk membuat onar, teror.
Di satu sisi tanpa malu ia membungkus dirinya seolah - olah manusia setengah dewa yang selalu menyisihkan sebagian uang untuk beramal, berbalut dengan tampilan agamis yang meyakinkan hingga orang lain sangsi bahwa ia adalah aktor intelektual dibalik aksi - aksi anarkisme negeri ini.
Di mana - mana di setiap sudut negeri terutama negara berkembang yang otak dan pikirannya masih karut marut, manusia manusianya masih mengandalkan sifat bar - bar yang tumbuh dan berkembang bila punya ambisi kuat dalam hal kekuasaan. Politik selalu bicara tentang tatanan, tentang sistem, tentang hukum. Namun di negeri berkembang tatanan itu bisa direkayasa oleh politik uang, koncoisme, patron politik, dinasti kekuasaan dan premanisme.
Agama yang bertujuan baik dan berguna untuk mengontrol moral dan adab, menjadi berkeping oleh ambisi politik. Peradaban yang dicita - citakan agama tercederai oleh keinginan - keinginan manusia yang berlebihan. Maka muncullah Homo Homini Lupus, Manusia serigala bagi yang lain. Manusia adalah pemakan manusia lainnya. Ia bisa lebih keji dari binatang buas, lebih mengerikan dari segenap zombie yang ada dimuka bumi.
"Rakyat" Tumbal Kekuatan dan Kekuasaan?
Menyitir Aloys Budi Purnomo Rakyat (bukan ) tumbal (Kekerasan & kekuasaan). Rakyat sering dirusak oleh kekuatan dan kekuasan dan kekerasan. Kekuasaan membuat masyarakat menjadi tumbal dari ambisi segelintir manusia yang kuat dalam hasrat kekuasaannya. Dengan kekuatan uang, mafia, dan konco - konco manusia meluberkan hasrat anarkinya untuk mengganggu pemerintah yang resmi, menggiring opini, seolah - olah dirinya adalah pahlawan yang dirindukan rakyat, padahal kalau sudah berkuasa berbagai cara dilakukan untuk menekan rakyat.
Penulis sendiri merasa ngeri - ngeri sedap bila bicara atas nama "rakyat" Ujung- ujungnya isu yang bergulir adalah komunisme. Komunisme yang sudah tumbang diberbagai negara di dunia kini tengah digosok - gosok lagi untuk membangkitkan emosi hingga masyarakat tergiring bahwa memang tengah ada skenario besar dari gerakan yang dimotori orang - orang berpaham komunisme.
Antara politik yang berpaham kanan(dari kalangan agama dan penggerak radikalisme) berhadapan dengan isu - isu kejelataan, ketidakadilan, tidak meratanya perekonomian yang mudah digiring opininya ke arah paham komunisme. Kekuasaan yang tersembunyi menggerakkan ormas- ormas pemuda pemuda yang tengah galau dan bingung yang tidak tahu bagaimana menghadapi masa depan dengan tingkat persaingan global yang ketat. Dengan uang dan  politik muncullah kaum muda yang lebih senang membuat negeri ini gaduh, sengaja membuat kekacauan, sengaja membuat tembok -- tembok kumuh, sengaja merusak fasilitas umum untuk hasrat yang tidak tersalurkan. Muncullah anarko. Muncullah mereka yang lebih senang negeri tanpa tatanan, fasilitas hancur luluh demi hasrat demokratisme yang mengerikan bila dipikirkan.
Mengapa harus mencoret tembok yang tidak berdosa, menggores, menutup simbol - simbol keteraturan. Pemberontakan para pemuda dalam wadah bernama anarko itu telah mencederai masyarakat, membuat resah, gelisah. Bagaimana negara bisa maju jika masih banyak kelompok anti kemapanan, kelompok anti kemajuan.