Saya membaca berita yang dipajang di WAG (WA Grup) tentang Cengkareng yang masuk zona merah covid 19. Wilayah Cengkareng itu meliputi Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Rawa Buaya, Citra Raya, Kalideres, Kapuk. Kamal, Menceng.Dan yang yang diekspos dalam pemberitaan itu adalah tentang Cengkareng Timur, tentang pasar, Kompleks Mutiara Taman Palem, RSUD dan rumah makan serta pasar yang tetap aktif meskipun cap zona merah penyebaran covid 19 sangat gaduh di media sosial.
Saya kagum dengan Cengkareng, banyak warga yang punya nyali luar biasa untuk keluar rumah tanpa menggunakan masker. Mereka yakin sehat, yakin tetap beraktifitas karena dalam judul berita itu tertulis kami takut mati kelaparan daripada mati kena covid(megapolitan.okezone.com). Bagi pedagang, kaum urban, mereka yang menggantungkan hidup dari berdagang dan usaha kecil-kecilan memang logis berkata begitu. Jika mereka tidak usaha, tidak berdagang bagaimana mereka makan. Mati kelaparan butuh proses lama untuk mati, sedangkan mati karena covid cenderung cepat. Langsung amblas. Apakah pemikirannya seperti itu?
 Saya kebetulan tinggal di daerah itu. di Zona merah, dekat dengan rumah sakit, hampir setiap hari mendengar raungan ambulan, hampir setiap hari mendengar pengumuman masjid yang menginformasikan berita duka cita. Ada yang mati karena sakit, mati karena DBD, jantung, stroke. Namun hampir semua orang akan mengaitkan mati saat ini selalu dihubungkan dengan covid 19.
Saya sendiri bingung hidup berdampingan dengan orang-orang yang sangat pede, yakin tidak tertular, yakin tidak akan terpilih sebagai penderita virus yang menyerang pada pernafasan tersebut. Ketika saya keluar, melewati Jalan Pedongkelan Raya yang masuk wilayah Kapuk dan Jalan Jati yang masuk wilayah Cengkareng Timur, masih ada orang-orang yang tidak memakai masker. Terlebih masuk di gang- gang seperti Jalan Swadaya, Jalan Haji Maat. Kerumunan mereka jarang mengindahkan protokol kesehatan. Tetap yakin udara Pedongkelan bersih.
Maka jangan heran siapapun gubernurnya akan garuk- garuk kepala dengan kekeraskepalaan para warganya, sebab mereka jauh lebih takut tidak bisa makan enak, jajan dalam artian mereka sangat takut kelaparan daripada sakit karena corona.