Sejak saya menyukai dunia tulis menulis banyak hal menjadi pengalaman berharga. Dari yang menyedihkan sampai yang membahagiakan. Kenangan tentang betapa sedihnya ketika usaha untuk mencintai menulis dilecehkan, dianggap sebagai pekerjaan sia- sia yang tidak menghasilkan kecuali hanya buang- buang waktu, menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapat uang.
Tantangan itu bukan dari orang lain melainkan keluarga yang menganggap bahwa menulis itu hanya menyita waktu untuk mengatakan bukan kegiatan produktif yang bisa menghasilkan uang.Â
Kalau tidak kuat mental saya pasti sudah berhenti dari dulu. Kadang ada orang yang demikian melecehkan kemampuan menulis, banyak yang memandang rendah ketika ada orang yang terlalu sibuk menulis sehingga melupakan me time bersama keluarga.
Apakah benar menulis itu hanya pekerjaan orang yang suka berkhayal, pekerjaan iseng yang hanya menyenangkan diri sendiri?. Tapi saya merasa ada yang melontarkan kalimat nyinyir menegasikan bahwa kegiatan menulis itu adalah kegiatan orang yang senang berkhayal, tidak lebih.Â
Tapi sudahlah anjing menggonggong kafilah berlalu. Apa yang dikatakan orang tidak harus didengar dan tidak harus diambil hati. Katakanlah sebagai ujian mental untuk memulai proses mematangkan tekad mencintai dunia literasi.
Terkadang makan hati juga ketika apa yang kita tulis, apa yang ditulis dan dipublish di media (saat ini blog, platform blog, koran, buku) belum sepenuhnya bisa menegakkan periok sehari- hari. Mesti berjumpalitan bekerja untuk menggenapi hasil dari menulis.
Di Indonesia profesi penulis itu belum bisa diandalkan (kata orang - orang yang pesimis). Masa depan masih suram belum menjanjikan. Benarkah? Yang terjamin itu ASN, PNS orang kantoran yang bisa gajian setiap bulan.Â
Sampai saat ini meskipun senang menulis saya belum berani menggantungkan hidup dari menulis. Anggaplah saya masihlah amatir, kadang dapat uang, kadang hanya sekedar sebagai hiburan di kala senggang, kadang terbersit ingin total menulis, tetapi belum berani gambling bila tiba- tiba saja tidak ada penghasilan sama sekali karena menulis tentu butuh perencanaan matang jangka panjang untuk mengelola keuangan dari hasil menulis.
Jadi teringat tulisan dari Gamal Kamandoko dengan bukunya Jangan Menjadi Penulis Profesional Jika Ingin Rugi. Benar juga menjadi penulis profesional yang mengandalkan menulis sebagai profesinya haruslah yakin bahwa tulisan yang dihasilkan mampu memberikan keuntungan finansial, kalau hanya rugi ngapain capek - capek menulis?.Â
Ya jika sudah memilih menulis sebagai profesinya penulis harus siap dengan keyakinan bahwa tulisan yang dihasilkan dari usaha keras membaca, melakukan latihan terus menerus, menulis terus menerus, mencari ilham dan sumber utama gagasan membaca, berinteraksi dengan penulis lainnya, mengikuti seminar, workshop kepenulisan, mengikuti kompetisi menulis itu adalah tabungan untuk mentahbiskan diri sebagai penulis.
Banyak buku memberi motivasi untuk tetap menulis. Karena menulis adalah salah satu jalan menuju sukses. Sukses tidak seseorang dalam menggeluti profesi tergantung seberapa besar semangat untuk menundukkan rasa malas, membangun semangat besar untuk total bekerja, menyingkirkan kejenuhan dan menganggap pekerjaan menulis selain menyenangkan juga bisa mendatangkan keuntungan dan keberuntungan.