"Oh, panjenengan pancen segawon (Oh, anda memang anjing)" Kalau dimaknai ucapan itu benar-benar kasar meskipun dengan memakai bahasa kromo inggil.
Tapi, ada yang mengatakan dalam sebuah dialog lucu, dari pelawak. Contoh "Oalah Su, asu, kok datang saja tidak kabar-kabar tak kiro wis matek (kukira sudah mati)?!" Apakah  dialog ini bernada kasar?
Jika seseorang sedang berdialog dengan teman dan mengatakan, "Anjaay kenapa lo tidak bilang bilang punya pacar secantik ini?"
Jadi benar kata Khrisna Pabichara bahwa kata-kata kasar itu tergantung konteksnya. Tidak bisa mewakili kata perkata. Sebab anjay, anjing, anjrit, iblis, setan, asu... adalah produk kata. Titik masalahnya adalah bagaimana kita menggunakan kata. Jika digunakan benar tidak akan membuat seseorang tersinggung, namun sehalus apapun bahasanya jika disengaja untuk mengejek dan membuli itu yang salah.
Namun saya maklum apapun saat ini bisa menjadi viral, menjadi ladang pembicaraan,karena pengguna medsos itu jutaan dan apapun bisa menjadi viral.
Padahal kalau disadari kata umpatan tiap suku, dengan bahasa daerah yang beragam dengan tingkat sensifitas masing-masing berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Anjay masih lebih halus dari anjrit lebih sopan dari anjing dan asu. Tentu susah menghakimi orang gara-gara menggunakan kata yang dianggap kasar namun jika diucapkan dengan tersenyum dengan tujuan tidak marah bagaimana?
Jadi KPAI sebaiknya tidak langsung bereaksi melarang sebuah kata diucapkan. Ada banyak titik singgung jika melarang kata tidak boleh diucapkan.Â
Yang penulis setuju itu adalah menekan dan memberi nasihat pada remaja, ABG atau siapa saja untuk menggunakan kata-kata itu sebagai umpatan dengan tujuan membuli dan merisak atau merundung. Anjing, anjay jangan disalah-salahkan karena mereka tidak berdosa, yang salah yang manusia mengasosiasikan anjing sebagai binatang yang berkonotasi kasar, dan menjijikkan.
Tugas orang tua dan orang-orang dewasa untuk menegur agar perkataan-perkataan remaja dan anak-anak itu tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya. Duh, Njenengan lagi ngomong apa sih, hati hati lo nanti jika ngomong, Anjing, Anjay kena pasal perbuatan tidak menyenangkan lo...
Padahal komentar di medsos nama-nama binatang sangat enteng diselibkan untuk sekedar membuli bahkan mengumpat kepala negaranya sendiri. Bagaimana ukuran moral masyarakat medsos sih? Kalau di media sosial saja jarang yang menjaga perkataan bagaimana generasi muda, anak-anak, ABG bisa menghindari untuk berkata kasar. Salam damai selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H