Sebelumnya saya menulis dan mengilustrasikan Jokowi sebagai pendekar pencak silat yang menghadapi ancaman dari berbagai sisi. Kali ini saya ingin membahas tentang kebijakan Jokowi, terkait Pandemi Covid-19. Dari awal menjabat sebagai Presiden Joko Widodo sudah banyak menghadapi serangan kritik dari para "musuhnya".
Jokowi menghadapi kritikan terkait kebijaksanaannya untuk memprioritaskan infrastruktur sebagai pijakannya untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara lain.
Jokowi kerja keras mewujudkan transportasi MRT, LRT, integrasi moda transportasi. Ia melantik mentri kelautan yang hanya lulus SMP, mengangkat mentri- menteri yang bukan hanya pintar bicara tetapi juga piawai dalam eksekusi. Basuki Resobowo, Ignatius Jonan adalah tipe pekerja yang tidak banyak bicara tetapi sangat efektif dalam bekerja. Maka tidak heran MRT, LRT, proyek infrastruktur terwujud.
Pada Periode kedua Serangan demi serangan terus membobardir dan Jokowi dengan tenang bisa menghadapinya. Sampai di titik ketika Pandemi Corona mulai mengancam, konsentrasi Pemerintah beralih ke penanganan Corona.
Para pembantunya menanggapi bencana Corona dengan membuat pendapat yang berbeda- beda. Publik menilai tidak ada kesiapan dan keseriusan Indonesia menghadapi ancaman global.
Jokowi mulai sering mendapat serangan terkait lambatnya pemerintah memberlakukan lockdown, kebijakan pembatasan aktivitas di luar rumah, dan ketertutupan dalam hal data pasien yang positif Corona. Para politisi mulai gencar menyerang, tidak peduli betapa repotnya mereka mencari kebijakan pas dari berbagai keputusan tidak populer hanya untuk mengurangi persebaran virus.
Jokowi banyak belajar dari negara lain. Kebijakan lockdown tidak serta merta mampu bisa mengatasi problem persebaran virus. Bahkan Italia saja kebobolan terkait kebijakan lockdown. Ribuan korban virus meninggal, Perancis, Amerika, panik juga  terkait banyaknya korban virus yang meninggal.
Virus dari Wuhan China itu benar- benar mampu mengistirahatkan pergerakan manusia. Jutaan manusia cemas, takut, bingung dan berdiam diri di rumah, meskipun banyak juga yang tidak peduli karena manusia harus bertahan hidup dan menghidupkan asa untuk bisa bertahan dengan tetap bekerja.
Pasar -- pasar di Jakarta jarang sepi, aktifitas tetap seperti sedia kala, orang yang berlalu lalang tanpa memakai masker masih banyak padahal pemerintah daerah sudah memberlakukan PSBB.
Lalu bagaimana jika Pemerintah langsung memerintahkan Lockdown di mana semua aktifitas berhenti, kantor tutup, transportasi berhenti, semua berhenti dan hanya berdiam di rumah.
Belum lockdown saja sudah ada korban kelaparan yang meninggal, belum diisolasi saja banyak masyarakat yang marah, kecewa dan melampiaskan kekecewaan dengan menyerang pemerintah.