Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemusnahan Babi, Intoleransi, dan Pudarnya Harkat Martabat Manusia

12 Februari 2020   12:07 Diperbarui: 12 Februari 2020   12:21 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumbergambar nusabali.com

Untuk apa memperuncing perbedaan, untuk apa menyebut kebesaran nama Allah tapi mencederai hak asasi agama lain untuk mengumandangkan kekaguman manusia pada Allah juga. Secara keyakinan memang berbeda tetapi pada intinya adalah sama memuja keagungan dan kebesaran Tuhan yang menciptakan bumi dan seisinya.

Apakah dengan berteriak. Allah Maha besar kemudian menendang tempat ibadah lalu Tuhan akan tersenyum dan bangga. Malah sedih sebenarnya. Apa sih sebenarnya yang kau cari manusia. Aku membebaskan kamu memeluk agama, berdoa menurut caramu. Mau bersujut, mau telungkup, mau berdiri terserah yang penting tulus dan sungguh -- sungguh. Mengapa harus mengancam manusia lain untuk seturut dengan caramu.

Kalau caramu beragama hanya membuat manusia lain sengsara, bagaimana agama mampu memberi jalan menuju surga. Jika dengan beragama kamu merasa selalu terancam dan tersaingi maka rasanya doamu belum sempurna. Silaturahmi, saling menyapa, saling melemparkan senyuman lebih baik daripada selalu melakukan kajian- kajian khusus mencari titik lemah keyakinan lain. Padahal manusia sendiri adalah makhluk lemah yang kebetulan diberi akal dan budi lebih baik dari makhluk lain.

Kalau mendalami agama dengan tujuan memprovokasi, menakut- nakuti bahkan membantai yang tidak bersalah lalu apa sih tujuan beragama itu. Bukankah tiap agama selalu mengkampanyekan damai, kasih sayang, memaafkan, menghargai harkat dan martabat manusia. Tetapi atas nama agama banyak negara malah selalu berkonflik dan tidak henti -- hentinya berperang berebut pengaruh kekuasaan dan kebenaran.

Banyak gerakan radikal mencederai kemanusiaan, membunuh tanpa ampun dengan dalih dalil dalil agama dan restu dan Tuhan. Aneh! Apapun jika agama akhirnya dimanfaatkan sebagai pembenar kekerasan maka ada yang salah dengan tafsir manusia terhadap agama. Tidak ada agama yang mengajarkan membunuh (saya sudah menulis berulang- ulang dalam setiap artikel tentang budaya, agama dan sosial), tidak ada agama yang mengajarkan untuk melakukan fitnah dan melontarkan ujaran kebencian.

Jika ada orang yang memanfaatkan agama, melakukan fitnah demi tujuan politik dan kekuasaan itu adalah oknum. Oknum tersebut salah menterjemahkan ajaran agama sehingga muncul fanatisme, intoleransi.

Agama mayoritas merasa terancam, sedangkan agama kecil yang sering tergencet kadang juga tidak tahu diri. Sebab kadang munculnya intoleransi, miss komunikasi karena minoritas tidak mau membaur, tidak mau bareng- bareng bekerja sama. Ini menjadi sebuah permenungan bersama agar muncul garis penghubung, jembatan menuju toleransi yang didasari oleh perasaan saling simpati dan empati.

Sekarang Indonesia tengah diuji oleh banyaknya intoleransi. Satu tenggelam muncul yang lain, baru saja reda sudah datang lagi kasus yang menjadi viral di media,  yang tadinya sepi dan tanpa gejolak lalu membandang karena kipas media sosial yang seakan -- akan membangkitkan luka lama.

Pemerintah Harus Tegas terhadap Radikalisme dan Intoleransi

Pemerintah rasanya kurang tegas ketika ada permasahan tentang intoleransi. Nyatanya jarang ada solusi yang menguntungkan kedua pihak. Di Riau Kasus intoleransi muncul dengan demo yang dilakukan FUIB menggugat IMB Gereja Santo Yoseph  Tanjung Balai Karimun, Riau.

Aneh padahal gereja itu sudah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka (1928), jauh sebelum ada balai kota dan di depan gereja masih berupa rawa- rawa. dan rencananya mau direnovasi karena kondisi bangunan yang sudah kurang layak. Aparat tampak lemah menghadapi masyarakat yang melakukan demo. Jangan sampai pemerintah dicap tidak tegas dalam perkara relasi antar agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun