Dalam sebuah organisasi egoisme adalah hambatan besar untuk maju. Pemimpin yang menganggap dirinya lebih cerdas dari orang lain, lebih mumpuni dari pemimpin lain, tidak mau mengakui kelebihan lawan dan cenderung mengupas tuntas kekurangan pemimpin lain akan banyak mengamami masalah.
Egoisme menjadi hambatan utama untuk menghubungkan kebijakan lama dengan kebijakan baru. Penuntasan pekerjaan lama yang membutuhkan sinergi, membutuhkan kesinambungan terhambat karena ulah pemimpin yang ingin dikenang rekam jejak kerjanya. Padahal alangkah lebih eloknya jika pemimpin legowo meneruskan kebijakan dan pekerjaan pemimpin lama yang baik, sambil terus memperbaiki kekurangannya.
Politik menghambat Penanganan Bencana Alam
Kekurangan pemimpin sekarang adalah terjebak dalam urusan politik. Politik selalu menampilkan sisi arogansinya untuk mengakui keunggulan lawan politiknya. Ada kecenderungan ia akan selalu mengorek kekurangan lawan, enggan mengakui kekuatan lawan politiknya. Organisasi terutama pemerintahan seharusnya butuh kesinambungan, butuh transformasi yang baik dari tiap pemimpin.
Yang terjadi sekarang ini, tiap pemimpin seperti ingin meninggalkan jejak tersendiri supaya berbeda dengan pemimpin sebelumnya. Ada kesombongan yang tertanam dalam setiap pemimpin untuk menunjukkan kekuatannya. Akhirnya banyak yang dirugikan oleh kesombongan para pemimpin tersebut.
Kemunculan bahasan tentang egosime pemimpin muncul lagi saat bencana banjir. Jakarta yang selalu sepi dianugerahi bencana banjir selalu lambat dalam merespon bencana. Ada kesan saling menyalahkan antara pemimpin satu dengan yang lainnya.
Pergerakan sendiri- sendiri pada pemimpin akan menghambat upaya penanggulangan bencana secara cepat. Banjir yang menggenang di mana-mana selain bencana alam yang berulang juga sebuah tragedi yang tidak pernah membuat kapok para pemimpin untuk selalu bersikap arogan. Bersikap seakan- akan diri merekalah yang paling berjasa dan paling bisa mengatasi banjir atau bencana.
Padahal siapapun manusia seberapa sakti,berpengaruh dan mempunyai legitimasi besar tidak akan bisa mengatasi bencana secara sendirian. Butuh kerja sama butuh kekompakan dan sinergitas untuk bisa mengatasi masalah demi masalah tanpa perlu harus saling sindir, saling tuduh dan saling klaim keberhasilan. Saatnya bersama bekerja, saatnya bergerak tanpa perlu diperintah.
Masyarakat Jakarta mau tidak mau dengan kondisi alam dan lingkungan yang sudah terlanjur tidak ramah dengan banjir harus selalu waspada karena bencana alam meskipun bisa diprediksi tetapi bisa datang tanpa diduga.
Siapa menduga banjir datang saat tahun baru, setelah sebelumnya masyarakat ibu kota sedang euforia merayakan pergantian tahun. Pesta kembang api, pesta bakar- bakar ikan harus diakhiri dengan suasana pilu ketika rumah dan lingkungannya terdampak banjir yang merugikan jutaan dan,milyaran bahkan trilyunan hanya karena banjir sesaat.
Tanggap Cepat Mencegah Semakin Banyaknya Korban Bencana dengan mengindahkan Peringatan BMKG