Sebagai seorang guru saya jujur tertatih tatih mengikuti perkembangan zaman di mana teknologi seperti melesat. Di umur yang sudah mendekati 50 tahun tidak mudah menyerap pengetahuan teknologi yang semakin canggih. Kepala terasa nyut- nyut, tetapi untunglah sebagai guru yang menyukai tulis menulis, sering mempublikasikan tulisan di blog dan platform blog kegalauan saya sedikit berkurang.
Mengantar Perubahan Pendidikan
Paling tidak saya mempunyai semangat untuk mengikuti perkembangan teknologi meskipun sebatas kemampuan. Dengan menulis saya otomatis belajar, sebab tidak mungkin kemampuan menulis bagus tanpa belajar, membaca dan mengikuti perkembangan zaman. Saya harus membuka diri bahwa jika tidak belajar tentang internet, blog aplikasi- aplikasi berbasis IT saya akan ketinggalan. Jika setiap paparan teknologi baru selalu diikuti paling tidak dibaca kelebihan dan kekurangannya maka keterkejutan budaya, kegagapan- kegagapan seperti yang dialami banyak guru di tanah air tidak terjadi.
Guru mau tidak mau harus berubah, tidak mungkin stuck dan hanya mengandalkan kemampuan mainstream. Di depan kelas mengajar, tidak peduli mau didengar atau tidak yang penting sudah mengajar, habis mengajar duduk di kursi sambil membuat administrasi rutin agenda, chek absensi dan membuat analisis ulangan.
Tuntutan banyak lembaga pendidikan pada guru mereka adalah bagaimana guru dimaksimalkan untuk mengerjakan ini dan itu, berbagai urusan administrasi harus selesai karena menyangkut penilaian kinerja guru. Tidak peduli apakah guru sempat belajar dan update ilmu pengetahuan. Kesibukan guru itu sebuah kewajiban. Dan banyak yayasan dan pimpinan tradisional puas jika bisa membuat banyak sibuk dengan urusan administrasi tetek bengek.
Pelatihan- pelatihan guru memang banyak diselenggarakan, tetapi percuma banyak pelatihan selama guru tidak diberi kesempatan untuk mengimplementasikan, selama tumpukan administrasi lebih menyibukkan guru daripada memberi keluasan berpikir guru untuk mengeksplorasi diri. Sertifikasi yang berbiaya mahal akan percuma jika pada akhirnya guru kembali hanya mengejar kelengkapan administrasi untuk kelangsungan kompensasi dari uji profesi guru.
Guru profesional dengan pegangan sertifikasi saat ini masih banyak dipertanyakan. Banyak sekolah mengeluh karena guru akhirnya hanya berdiskusi tentang bagaimana mencari cara agar sertifikasinya lancar, bisa melangkah sampai inphasing dan semakin tinggi pundi pundi guru.
Padahal seharusnya dana sertifikasi itu peruntukannnya adalah memaksimalkan kemampuan dengan terus meningkatkan kemampuan diri, membeli buku referensi dan memaksimalkan kemampuan literasi dan vokasional. Guru itu agen perubahan jika guru saja tidak mau berubah bagaimana dengan siswanya. Maka sertifikasi harusnya mendorong guru untuk terus meningkatkan diri demi perubahan- perubahan yang mau tidak mau harus dihadapi.
 Siswa Cerdas cerdas tapi kurang dalam Attitude
Sekarang kecerdasan dan kepintaran siswa itu jauh berbeda dengan yang dulu. Ada fasilitas internet dan teknologi yang mempermudah generasi z atau generasi milenial ini mampu secara cepat menyerap teknologi baru, Jika guru tidak ikut berubah maka akan terjadi gab pengetahuan antara siswa dan guru. Siswa dengan kemampuannya yang cepat menyerap teknologi akan melecehkan guru karena gurunya masih berpikir "old" kuno, kolot dan jadul. Maka interaksi pembelajaran tidak nyambung karena murid merasa  tidak mendapat asupan pengetahuan dari gurunya yang masih menggunakan cara- cara lama dalam mengajar.
Dulu adalah pepatah digugu dan ditiru. Guru menjadi titik sentral dari pengembangan ilmu pengetahuan. Sekarang guru lebih sebagai fasilitator pembentuk karakter dan pengontrol dari membanjirnya ilmu pengetahuan. Generasi milenial tetap harus mendapat sentuhan guru terutama moral anak didik yang perlu didudukkan  pada jalurnya. Benar siswa sekarang cerdas- cerdas tetapi moral, sikapnya dan perilakunya harus diseimbangkan supaya masa depan siswa bukan hanya cerdas saja tetapi juga mampu mengontrol emosinya, mampu menjaga sikap dan perilakunya tidak ikut arus kemajuan zaman yang mengikis sopan santun dan moral generasi bangsa.