Banyak penceramah agama berusaha mempengaruhi massa, penduduk dan pemeluknya untuk membenci pemerintah, mengubah negara menjadi negara agama dengan menyatukan agama hanya menjadi satu faham. Jika beda maka akan dilenyapkan dan dianggap lawan yang harus diperangi. Seramnya agama bukan lagi menjadi contoh baik dalam mengkampanyekan perdamaian tetapi menjadi sumber perpecahan. Mahasiswa, intelektual, dosen banyak yang malah menjadi sel sel radikalisme.
Pekerjaan pemerintah  mengembalikan manusia Indonesia dari paparan agama yang terlalu ekstrem. Masyarakat harus mampu berpikir jernih, lebih mendengarkan suara hati nurani, tidak tergoda terhadap ajaran- ajaran yang mengajak umatnya membenci agama lain, menganggapnya sebagai ancaman dan didoktrin angkat senjata memerangi pengaruh agama lain dan bahkan sesama agama sendiri tetapi beda tafsir dalam menterjemahkan makna di balik kalimat- kalimat  kitab suci.
Hanum Rais dalam cuitannya di Twitter yang nyinyir tentang peristiwa penusukan sebagai settingan tentu melukai banyak orang. Penting bahwa ucapan Hanum Rais seharusnya tidak diucapkan wakil rakyat daerah yang dipercaya mempunyai tugas menjembatani suara- suara masyarakat. Jika wakil rakyat akhirnya sibuk sendiri main medsos, berkicau tanpa rambu- rambu tata krama maka Indonesia tinggal menunggu munculnya perang antar saudara, perang yang membuat bangsa ini tercerai berai
Mari kembali bersatu, satukan energi untuk membangun bangsa. Jangan sampai paparan ideologi radikal menyentuh nadi utama dan akhirnya bukan hanya anak muda, anak kecil kakek kakek, penduduk usia produktif hanya berdebat masalah tafsir, akhidah dan kepercayaan yang menjadi biang munculnya perang saudara. Ah amit- amit, jangan sampai terjadi. Salam damai selalu.