Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama FEATURED

Memaknai Ulang Kebangkitan Nasional di Zaman Milenial

20 Mei 2019   03:30 Diperbarui: 20 Mei 2020   07:31 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda tahu sejarah Kebangkitan Nasional? Bagaimana guru anda memberi keterangan tentang tahapan sejarah perjuangan bangsa. Spirit Boedi Oetomo yang membangkitkan semangat lepas dari penjajahan dengan melakukan pendekatan cerdas melawan Belanda dengan cara diplomasi.

Melongok Sejarah Kebangkitan Nasional
Mereka para pelajar berjuang dengan menulis, membangkitkan semangat inlander agar mempunyai cita-cita sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dr. Wahidin Soedirohoesodo dalam sebuah pidato mengatakan, "sudah saatnya kita bangkit dan berdiri, melangkah dan berlari mengejar impian dan cita-cita. Inilah saat yang tepat bagi pemuda- pemuda Nusantara bersatu. Bekerja bahu membahu untuk mencapai tujuan kita bersama, agar kita bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Dengan takzim pelajar waktu itu termasuk Ki Hadjar Dewantoro yang bernama Raden Mas Soewardi Surjaningrat merasa terbakar semangatnya untuk mengabdi pada negara yang masih dijajah Belanda. Itulah inspirasi kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. (Referensi dari Buku: Sang Guru, Haidar Musyafa, Novel Biografi Ki Hadjar Dewantara)

Membangkitkan ingatan sejarah betapa perjuangan nenek moyang dulu yang gigih ingin mendapatkan kemerdekaan membuat saya tercenung. Apa yang sudah saya perbuat sekarang ini. Sudahkah saya menyumbangkan tenaga dan darmabakti saya untuk kemajuan bangsa. Atau malah selalu nyinyir dan menganggap enteng orang yang sudah mati-matian membangkitkan harapan menjadikan negara sejajar dengan negara maju.

Banyak orang orang tulus berjuang untuk keluarga, lingkungan, desa masyarakat sekitar tetapi mereka tidak mendapatkan tempat layak. Malah mendapat cibiran. Ada yang menganggap sebagai upaya pencitraan, ingin diperhatikan supaya mendapat sanjungan.

Tantangan Berat Pemimpin Sekarang
Hari-hari ini tantangan siapapun pemimpin negeri ini berat, sebab ada pembelahan, ada upaya melakukan perlawanan, tidak mengakui produk demokrasi berupa pemilu dan menganggap curang apapun keputusan hukum baik pemerintah, lembaga negara maupun panitia pemilu. Teriakan- teriakan curang dan upaya People Power/ Kedaulatan Rakyat untuk melawan pemerintah sah.

Saya jadi merasa prihatin apakah mereka lupa pada sejarah perjuangan bangsa. Bagaimana upaya pejuang-pejuang dulu yang merebut kemerdekaan bertaruh nyawa. Spirit Kebangkitan Nasional seperti yang diwacanakan oleh dr. Soetomo dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi Soerjaningrat, Deuwes Dekker (Boedi Oetomo dideklarasikan tanggal 20 Mei 1908) tentu akan menangis menyaksikan sesama anak bangsa saling perang opini, saling gontok-gontokan karena pemilu serentak yang menimbulkan kontroversi karena ada yang tidak mau mengakui hasil pemilu dengan alasan curang.

Mereka para elite politik jangan mencabik-cabik kepercayaan rakyat, jangan memprovokasi ketenangan yang didamba oleh semua rakyat. Kecerdasan para politisi diharapkan memberikan dorongan untuk bekerja bersama membangun bangsa. Aneh jika ada yang menyerukan tidak membayar pajak gara-gara tidak mengakui pemenang pemilu.

Yang pandai bicara, pandai berwacana, pandai berargumentasi jangan mengadu domba rakyat sendiri. Politik itu bukan bertujuan asal beda, asal mengkritik asal menjadi oposisi. Jikapun beda pendapat tidak pula asal nyinyir dan melecehkan simbol-simbol negara, membuat video mengancam dan mengolok - olok sosok yang sudah dipilih rakyat.

Pendidikan mengajarkan untuk bersikap santun menghindari berkata kasar apalagi sampai menghina dan melakukan fitnah keji. Agama apapun tidak ada yang mengajarkan untuk menghina pemimpin negara dengan alasan apapun.

Jika beda tentunya sudah ada salurannya. Bisa dengan membuat surat terbuka, melakukan kritik langsung dan dinyatakan dengan elegan dan bermartabat. Mereka para pejuang kemerdekaan tentu merasa malu mengapa banyak orang yang dengan mudah melakukan playing victim, mendorong orang melawan negara.

Lebih konyol pula ada pemuka agama yang memprovokasi jemaahnya melawan pemerintah. Saya tidak sedang ingin membela pemerintah, tidak pula berpihak tetapi rasanya demokrasi saat ini sudah kebablasan. Semua orang saling olok, mengolok, merasa paling benar, merasa paling demokratis. Dua kubu saat ini berhak untuk menghina, memberi pembeda dengan istilah kampret dan kecebong.

Apapun keputusan ketika dilakukan dengan cara demokratis harus dihargai. Proses pemilu yang saat ini sedang menunggu keputusan siapa pemenang resmi harus disikapi dengan legowo. Siapapun pemenangnya itulah pilihan rakyat. Tidak semua bisa disenangkan bisa dipuaskan. Ada yang menang ada yang kalah.

Kebangkitan Nasional saat ini tentu bisa mempunyai makna baru. Kalau dulu pejuang melakukannya dengan berperang dengan penjajah, sekarang masyarakat berjuang untuk kemajuan negeri ini agar mampu sejajar dengan negara- negara lain. Bukan hanya menjadi pengguna produk gadget, bukan hanya mengritik, tetapi harus mampu memberikan solusi kepada pemerintah siapapun yang terpilih.

Prestasi membanggakan anak Anak Papua yanglulus dengan membanggakan satu diantaranya lulus dengan sempurna Magna Cum Laude (pospapua.com)
Prestasi membanggakan anak Anak Papua yanglulus dengan membanggakan satu diantaranya lulus dengan sempurna Magna Cum Laude (pospapua.com)
Banyak talenta yang tersebar pada anak-anak muda. Dalam segala bidang. Bahkan orang Papua yang dianggap terbelakang banyak anak mudanya berprestasi di luar negeri. Sudah saatnya tenaga, talenta, kecerdasan, dan kecakapan mereka dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kemajuan bangsa. Ikatan yang kendor karena politik identitas, karena perbedaan budaya, suku/etnis harus diakhiri.

Kalau pembelahan terus dipelihara sementara negara lain sudah berpikir bagaimana tinggal di planet lain dengan rekayasa teknologi yang jauh ke depan sementara Indonesia masih disibukkan dengan perbedaan pendapat, serta upaya makar, people power hanya karena hasil pemilu yang mengecewakan tentu negara ini akan selalu ketinggalan.

Makna Kebangkitan Nasional di Era Digital
Produk digital di era milenial ini seharusnya untuk meningkatkan efisiensi, memangkas jarak komunikasi dan membangun jaringan bisnis yang lebih efektif, tetapi banyak orang menyalahgunakan untuk bisnis hoax, menulis receh dengan status brutal menyakiti orang mengolok -- olok pemimpinnya dengan kata kata kotor dan tidak beradab.

Kalau mau ingin membangun semangat literasi ya dengan menulis dengan data-data yang bisa dipertanggungjawabkan, tidak asal menulis dan akhirnya viral. Membuat vlog, atau film di Youtube seharusnya bukan hanya ingin sensasi dan mendapat pengikut dan penonton yang banyak, terkenal karena hanya tampil konyol- konyolan bukan membangun spirit baik bagi orang lain tapi lebih hanya sebagai upaya sensasi supaya terkenal.

Mandiri: Sumbangan Rakyat untuk Negaranya
Kebangkitan Nasional harusnya dimaknai sebagai kebangkitan diri untuk menyumbang kepada negara talenta kita, kecakapan kita sehingga mengurangi beban negara yang harus memikirkan seluruh masyarakat. 

Jika rakyat mandiri, segala keluh kesah tentang sulitnya perekonomian, harga-harga yang mahal, tiket pesawat yang meroket serta hasil pertanian yang jeblok akan bisa diatasi, caranya bagaimana, ya bekerja tekun untuk keluarga, bekerja tanpa dibebani rasa iri atas kesuksesan orang lain, tetapi mengukur diri sendiri.

Bagaimana menghadapi betapa beratnya harus menanggung beban ketika semua harga- harga merangkak naik sementara kebutuhan hidup semakin bertambah?Kerja sama dan kerja keras itulah solusinya. 

Jika masing masing pribadi mempunyai solusi paling tidak untuk diri sendiri dan orang terdekat tentu satu persatu permasalahan bangsa akan teratasi. Jangan hanya mengeluh tetapi bertindak. Itu juga yang membuat saya harus merenung, bagaimanapun harus dilecut semangat saya untuk bekerja sesuai kapasitas. 

Jika mampu menulis dan menjadi guru yang baik saya harus bisa mendorong diri sendiri untuk selalu belajar, menerima kritikan dan masukan agar semangat menulis dan mengajar semakin besar. Belajar menerima kritikan sekaligus mampu mampu berbesar hati belajar pada siapapun demi kemajuan diri.

Selamat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun