Setiap pagi Pak Tua itu selalu mondar- mandir di kompleks rumah di Cengkareng Timur tepatnya di depan SMK PGRI 35, dengan kantong beras besar ia mencari botol air mineral dan barang- barang yang bisa dipungut dan disetorkan ke penadah plastik.
Pak tua itu rajin, mengumpulkan sisa gelas plastik, botol botol yang berserakan hampir di setiap sudut. Sampah menggelasah di perkampungan memang sudah biasa. Banyak orang tidak peduli dengan satu dua sampah yang selalu bertambah sepanjang hari. Anak sekolahpun lupa bahwa sampah plastik itu harus ditempatkan di tempat khusus seperti drum atau kotak sampah.
Banyak yang berpikir toh cuma sampah plastik. Habis jajan es ya buang saja. Nanti juga ada tukang sampah yang mengumpulkan. JIka setiap anak berpikiran sama maka ribuan sampah, bahkan jutaan sampah menggelasah. Semakin menumpuk dan semakin malas pula memungut dan memilahnya untuk di buang ke tempat penampungan sampah.
Pak Tua itu paling tidak membantu mengurangi volume sampah yang berceceran. Boleh dong menambah penghasilan untuk mengisi masa tua. Menganggur itu berat dan membuat hidup menjadi gelisah. Tidak perlu malu memungut sampah toh pekerjaannya lebih mulia dari pada hanya berpangku tangan atau mengharapkan nasi bungkus bila dibayar untuk demo.
Meskipun paling banter 10 ribu kalau lagi kenceng bisa sampau 100 ribu tetapi lebih berkah daripada 1 juta tapi dengan mengemis, menjual belas kasihan.
"Pak Tua pantang lelah di usia senja. Tetap berkarya, tetap bekerja meskipun penghasilan tidak seberapa."
"Iya daripada nganggur tanpa kerjaan, lebih enak memulung. Ya selain mendapat uang juga badan menjadi lebih sehat karena terus bergerak."
"Plastik itu akan selalu ada mas. Penghasilan pasti meskipun kecil."
Tidak ada pujian yang lebih mulia jika seseorang lebih senang bekerja dengan tidak mengharapkan belas kasihan orang. Tidak perlu membuat anak dan keluarga terbebani dengan usia yang semakin senja. Pak Tua itu masih bisa bergerak, tangannya masih cekatan memilah- milah sampah, jiwanya juga sudah tulus menerima garis hidup. Nasib, keberuntungan tiap manusia itu beda- beda. Kalau mau menerima hidup dengan berpikir sederhana dan menjalani hidup tanpa mengeluh tentu sebuah perjalanan spiritual yang luar biasa.