Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Membunyikan Petasan di Bulan Ramadan

12 Mei 2019   05:25 Diperbarui: 12 Mei 2019   05:48 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu sudut jalana di sekitar pedongkelan dan Jakarta Barat. jalan sempit dan ramai. ditambah anak anak yang iseng menyalakan petasan.Saat ramadan jalan ini bisa menjadi sangat macet saat ngbuburit (foto oleh Joko Dwiatmoko)

Ramadhan sudah berjalan beberapa hari kemeriahan pagi menjelang Saur dan sore menjelang  buka puasa tampak sekali di Kampung tempat saya tinggal. Cengkareng Timur berdekatan dengan Pedongkelan Kapuk Jakarta Barat. Tradisi ngabuburit dan menyiapkan santapan saur ramai. Tetapi yang tidak kalah meriahnya dan kadang membuat saya bertanya. Apakah perlu?

Anak- anak kecil, hingga ABG suka membuat kejutan bagi perkampungan padat. Apalagi bila melewati jalan gang yang tidak sampai 1 meter jalannya. Ketika suasananya ruwet karena lalu lintas kendaraan yang keluar masuk gang rapat beberapa anak kecil membuat jantung berdebar- debar. Aksi mereka menyalakan petasan (saya namakan 'long emprit atau petasan kecil kecil tapi suaranya keras). Bau bubuk petasan menusuk hidung, kertas dan plastik berserakan.

Petasan dalam Tradisi Masyarakat 
 Saya jadi teringat ketika masih tinggal di desa. Dulu kemeriahan petasan di desa saya di daerah Magelang hanya hadir saat lebaran, ketika para pemudik dan warga desa habis menunaikan Salad Ied. Petasan besar terbuat dari kertas bekas digulung- gulung berlapis. Dengan menggunakan bambu yang diserut dan disesuaikan dengan ukuran petasan yang dibuat.

Serutan bambu itu menjadi tempat gulungan kertas yang ketebalannya bisa disesuaikan terserah pembuatnya. Pada lobang bekas serutan bambu setelah dicabut diisi dengan biang petasan atau bubuk mesiu yang baunya luar seperti belerang. Setelah diberi "uceng" (sumbu petasan) atau gulungan kecil kertas berisi bubuk mesiu yang memanjang lobang ditutup rapat- rapat.

Petasan itu diameternya bisa sampai sebesar  bambu apus, panjangnya bisa sampai 15 centimeter dan jika meletus mengerikan seperti bom, keras sekali. Maka ketika ada orang yang menyalakan petasan kuping mesti ditutup karena bunyinya memekakkan telinga. Lebih hati hati kalau "uceng" atau sumbu itu mejan atau tidak menyala lancar. Jangan dekati petasan dulu siapa tahu apinya sudah menjalar ke isi petasan. Sebab dulu banyak korban, bahkan sampai ada yang tewas gara- gara petasan mejan.

Menyalakan petasan tidak ada dalam tradisi Islam.Menurut Sejarahnya tradisi menyalakan petasan berasal dari negeri China. Tradisi itu datang sekitar abad 19. Mula-mula menyalakan petasan itu dipercayai untuk mengusir setan, menakut-nakuti iblis atau mengusir roh jahat.

Petasan diyakini hadir sekitar 2000 tahun yang lalu di Cina. Penyalaan petasan dibawa oleh imigran Cina ke Indonesia. Umumnya mereka datang sendirian tanpa istri. Di  sini (Indonesia mereka mengawini perempuan setempat)  menjadi warga pendatang.

Dilema Petasan di Bulan Ramadan
Saya sendiri sebetulnya tidak nyaman bila anak- anak dan sebagian ABG mengisi ramadhan dengan petasan. Selain boros tentunya sampah berserakan di mana- mana. Apakah kebiasaan menyalakan petasan itu wajib selama menjalankan puasa.

Saya pikir meskipun saya bukan Muslim namun keberadaan Petasan itu bisa dikatakan meresahkan. BIsa jadi tangan terluka, pengguna jalan terluka akibat letusan petasan dan tentu saja jika ada orang yang menderita penyakit jantung bisa kolaps gara- gara bunyi petasan.

Sebetulnya dari dulu sudah ada larangan membunyikan petasan. Namun karena masyarakat Indonesia itu lebih bangga jika melanggar hukum maka larangan itu berlalu begitu saja. Baru ketika ada korban meninggal, polisi, aparat desa atau kampung baru turun tangan.

Menyalakan petasan mungkin mengasyikkan. Anak- anak menjadi lupa waktu  dan mereka bisa melewatkan puasa atau menunggu saur dengan benayak kegiatan. Namun menyalakan petasan itu harusnya diatur. Jangan menyalakan petasan saat orang sedang lelap tertidur, atau menyalakan petasan di kompleks perumahan tetangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun