Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perjuangan Berdarah-darah Guru Honorer

5 Mei 2019   23:22 Diperbarui: 5 Mei 2019   23:39 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah mengalami menjadi guru honorer selama hampir 5 tahun. Tetapi tentu beda nasib dengan mereka yang yang honorer di pelosok desa,swasta kota atau honorer di sekolah negeri dengan gaji yang didapat dari sisa BOS atau kerelaan para siswa. Perjuangan untuk mendapat pengakuan sebagai guru di tengah keterbatasan keuangan yayasan atau sekolah tempat mengabdi.

Acungan Jempol Terhadap Perjuangan Guru Honorer
Tetapi saya bisa merasakan betapa perjuangan mereka benar- benar besar. Antara idealisme guru untuk mencerdaskan anak bangsa dengan rutinitas sehari hari yang penuh dilema (karena tuntutan ekonomi). Tidak kurang guru honorer harus menambah pendapatan dengan menjadi penjaga malam, ngojek, atau membuka les-lesan.

Di Kota jika jeli membuka les private kadang jauh lebih besar pendapatannya daripada mengajar secara rutin di sekolah. Apalagi guru matematika, guru IPA  dan Bahasa Inggris. Honorer tidak masalah asal les- lesan kencang. Tetapi berbeda dengan guru- guru yang harus menempuh perjalanan panjang menyusuri hutan, menembus tantangan alam yang berat. Terkadang gajinya yang kecil tidak sebanding dengan transportasi yang mahal.

Padahal guru dituntut harus selalu prima di depan kelas. Memberi motivasi pada para siswanya untuk tekun belajar dan menuntut ilmu. Perjuangan guru honorer tidak sebanding dengan gajinya yang kecil. Kalau tidak mempunyai visi kuat mencerdaskan anak bangsa mereka pasti lebih memilih bekerja serabutan untuk tetap bisa hidup dan mampu memenuhi kehidupan sehari harinya yang semakin lama semakin berat.

Di sekolah negeri guru honorer/guru magang sering dimanfaatkan oleh mereka para guru yang sudah bertatus PNS. Full di kelas sementara Guru berstatus PNS bisa dengan leluasa keluar untuk mencari tambahan di luar sekolah.

Jaman dahulu guru PNS terutama di daerah juga mengalami nasib yang tidak lebih baik daripada guru honorer di kota. Gaji hampir tiap bulan minus karena sejumlah utang dan cicilan-cicilan.

Untungnya banyak guru yang masih bisa bekerja sebagai petani hingga kebutuhan sehari- hari mampu ditopang oleh hasil di kebun atau sawah, kalau tidak tentu berat mengelola uang yang tidak seberapa sementara kebutuhan sehari- hari seperti uang sekolah, uang saku, makan, minum terus berjalan.

Dilema Mengangkat Guru Honorer
Sekarang dilema guru honorer membuat pemerintah dihadapkan pada permasalahan kompleks, tuntutan untuk mengangkat ribuan guru honorer menjadi sorotan dan kemudian menjadi komoditas politik. Sementara pemerintah juga menerapkan persyaratan berat jika guru honorer ingin menjadi tetap.

Kompetensi, kecakapan mengajar dan latar belakang keilmuan kadang tidak bisa dipenuhi oleh sebagaian guru honorer.  Satu sisi pemerintah ingin membantu guru honorer, di sisi lain pemerintah juga harus menetapkan standar mutu guru bukan sekedar bisa mengajar tetapi juga kompeten di bidangnya.

Digorengnya kebijakan pemerintah terhadap guru honorer membuat partai politik, calon pemimpin memanfaatkan guru honorer sebagai senjata untuk menyerang kelemahan pemerintah. Janji- janji ditebar kepada guru honorer seandainya terpilih menjadi pemimpin guru honorer akan mendapat prioritas untuk diangkat menjadi PNS.

Status guru honorer menjadi tekanan tersendiri, minder dan rendah diri ketika berhadapan dengan guru PNS. Para guru honorer berharap ada jalan lempang bagi mereka agar segera mendapat perhatian dari departemen terkait dalam hal ini kemendikbud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun