Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oposisi dan Petahana Pasca Debat

21 Februari 2019   13:59 Diperbarui: 21 Februari 2019   15:18 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi dan Prabowo sudah berdamai tetapi tidak bagi netizen partisan. Mereka seperti mendapat mainan dari blunder -- blunder capres saat debat. Logika diputar balik, kebenaran sengaja dikaburkan dan sportifitas mati suri sebab mereka hampir tidak beranjak dalam pola pikir yang sama tentang apa itu benar salah. Bahkan dalam agama tafsir tentang nabi, tentang doktrin tentang ayat -- ayat yang ada di kitab suci masing- masing tiap isi kepala manusia beda- beda. Maka tidak heran meskipun  seagama cakar cakaran sendiri hanya membahas satu ayat saja. Sebab masing masing pribadi mempunyai tafsir beda. Apa yang benar bagi kampret belum tentu benar bagi benar bagi kecebong demikian sebaliknya.

Sebuah kontestasi apakah itu oleh raga, pemilihan presiden, pemilihan miss world, miss universe, orang tercantik sejagat, orang terkemuka sejagad raya tetaplah terkandung subyektifitas. Tidak masuk dalam radar matematis yang sudah patok bangkrong mengandung kebenaran  absolut. Dalam matematika  satu tambah satu tentu saja dua. Tapi tidak jika kita berpikir lain misalnya candanya 1 tambah 1 jadi tiga bahkan lebih (jika orang berpikir ayah + ibu sama dengan: aku  dan dua adikku ).

Perdebatan di media sosial begitulah adanya. Narasi intoleransi pun mengalami pelebaran makna. Dalam agama Islam ada NU dan Muhammadiyah. Cara pandang  antara NU dan Muhammadiyah bisa jadi beda. Mereka Islam tetapi dalam menafsirkan ayat- ayat suci  berbeda padahal sumbernya sama. Demikian juga Kristen ada banyak aliran, Protestan, GBI, Katolik, Saksi Yehowa, HKBP, Maranatha, Presbitarian, Anglikan padahal satu kitab suci yaitu Perjanjian lama dan Injil.

Pendukung Oposisi dan  pendukung petahana saling "membunuh" untuk mencari simpati rakyat. Rakyat tergagap -- gagap dan akhirnya bingung. Banyak yang akhirnya tidak mau memilih, cemas dengan situasi politik yang membingungkan. Ulamapun terbelah  dukung mendukung, klaim mengklaim. Mereka di seret- seret ke arah kepentingan profan yang sebetulnya sangat beda dengan ajaran agama yang mengajarkan kasih sayang, saling mencintai dalam suasana damai.

Sudahi Permusuhan Mari Toss - tossan

Sudahlah setelah pemilu selesai saling toss, salaman, berpelukan seperti teletubies. Tidak ada dendam, tidak ada benci yang ada kembali beraktifitas. Mengembalikan kedaulatan bangsa. Apakah rela membiarkan negara lain bertepuk tangan menyaksikan sesama saudara, sebangsa dan setanah air berdebat hanya karena pilihan pemimpinnya. Untuk maju sebuah bangsa harus bersatu padu untuk berjuang bersama membangun negeri. Ingat peribahasa  ...bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Jika dalam banyak hal masyarakat saling curiga, saling membenci saling klaim kebenaran tanpa ada yang mau mengalah apa yang dibayangkan Prabowo bahwa Indonesia bisa punah bisa saja terjadi. Maka sebelum menyesal negara harus saling bersatu padu membangun bangsa. Tidak ada pemimpin maha sempurna, selalu ada kekurangannya.

Masyarakat yang dewasa tahu membedakan arti demokrasi. Demokrasi yang baik tahu ada kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan berpendapat itu juga harus dalam koridor etika. Sekarang ada kecenderungan pemahaman demokrasi  kebablasan. Yang ada demo crazy, banyak orang lebih mempertontonkan kegilaan, susah membedakan yang gila dan waras. Jika dibiarkan maka akan terjadi  perang saudara seperti ketika Singasari akhirnya terjungkal, Majapahit bubar, Mataram terbelah.

Indonesia bersatulah kembali. Para netizen kembalilah bertanya ke hati nurani apa untungnya berdebat, kalau hanya menimbulkan permusuhan  sesama saudara ,saling membenci, saling curiga. Lebih baik damai damai saja bukan begitu mas bro...Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun