Apa ucapanku untuk kembali menyusur waktu ketika tahun 2010 menemukan ladang tepat untuk berbagi ilmu, pemikiran opini dan pertemanan. "Wooow". Itu saja jawabku. Ini yang disebut konsistensi, kesetiaan, ataukah hanya buih- buih usaha yang masih menunggu hasil ke mana akan melangkah selanjutnya. Hanya 557 yang terbagi antara artikel, cerpen, puisi. Banyak penulis lain dalam rentang waktu pendek sudah menghasilkan lebih dari 2000 artikel. Sekali lagi wooow. Selama gabung dengan Kompasiana suka duka dilalui. Kecewa pada diri sendiri, kecewa dengan admin, kecewa dengan perubahan- perubahan Kompasiana hingga menghilangkan jumlah view sebenarnya yang mampu mendongkrak level seharusnya menjadi fanatik tapi masih terpatok pada posisi taruna. Tapi ah itu tidak penting sebenarnya. Yang terpenting sampai saat ini saya masih bisa menulis.
Bukan kesetiaan yang buruk. Sebab Kompasiana baru lahir sekitar 2008 dan aku sudah bisa gabung dua tahun setelahnya. Aku masih ingat dengan penulis- penulis gaek semacam  Prayitno Ramelan, Omjay, Mariska Lubis, dan Tentunya yangÂ
Banyak Keuntungan Menulis di Kompasiana
Keuntungan bergabung di Kompasiana, mudah menemukan namaku di mesin google. Berbagai artikelku ternyata pernah menjadi referensi seminar nasional , dicuplik sana- sini oleh blogger dan sempat ditayangkan pula di media mainstream meskipun aku tidak tahu. Aku menemukan artikelku  sudah nangkring di media online lain selain kompasiana.Ya sudah nebeng terkenal saja hehehe...
Rekam jejakku tentu tidak sefenomenal Pak Tjiptadinata. Boleh jadi aku lebih senior dalam status  gabung dengan kompasiana tapi dalam hal produktifitas kalah jauh. (Jangan beralasan karena pekerjaan guru membuat aku susah konsisten menulis satu hari satu artikel atau lebih). Selama 9 tahun gabung Kompasiana pengalaman yang tereguk dari kopi darat, mengikuti event, lomba- lomba di Kompasiana memang belum membuahkan hasil (menang di suatu event) tetapi aku harus mengakui belajar banyak dari penulis- penulis Kompasiana. Semacam pembelajaran hidup. Ada yang menulis karena hobi ada yang menulis di Kompasiana untuk lompatan menuju karir yang lebih gemilang dalam hal menulis. Menjadi pembicara, penulis buku, motivator, wartawan, bahkan ada yang gabung ke partai politik.
Kompasiana Tempat Menabung Tulisan
Di Kompasiana  itu ibaratnya menabung artikel. Meletakkan di rak tepat dengan rubrik- rubrik yang sudah diberi label. Kalau butuh artikel tinggal membukanya dan mengambilnya entah untuk menyusun menjadi buku atau untuk referensi atau nostalgia. Menikmati artikel di awal- awal gabung.
Selama 9 tahun apa prestasi terbesarmu? Itu pertanyaan untukku yang susah dijawab. Mengikuti Kompasiana seperti air mengalir. Jika mengikuti lomba menang syukur, belum beruntung ya  mencoba lagi. Yang tercatat dalam sejarah mungkin ketika puisi aku tergabung dalam antologi puisi berjudul Mak Renta. Buku ini adalah sekumpulan puisi kompasianer.
 Sayangnya aku tidak gabung dengan dengan komunitas, aku seperti pemain tunggal yang menulis artikel berdasarkan kata hati.  Menulis apa saja, tidak spesifik. Sebetulnya aku merasa bisa dan yakin jika menulis tentang seni budaya. Bahkan  mempunyai amunisi menulis fiksi karena keseringan  menikmati sastra Koran minggu. Tetapi sekali lagi aku menulis sesuai  mood . Saat menulis budaya ya mencoba mencari data, referensi dan ilmu, serta pengalaman tentang seni. Latar belakang pendidikan dalam bidang seni tidak serta merta menguasai dalam bidang seni tetapi dengan menulis mau tidak mau terus belajar untuk menambah wawasan dalam bidang seni budaya dengan hadir dan menonton pameran, pertunjukan yang berhubungan dengan seni.
Pentingnya Komunikasi dan Menjaga Relasi Pertemanan