Saya sampai pusing memberi tahu kepada anak- anak yang main bola di depan rumah untuk membuang sampah pada tempatnya. Mereka para pelajar, ABG tanggung tetap saja membuang sampah  sembarangan. Mungkin karena akhirnya saya sendiri bosan memberi tahu sekali dua kali, sampah itu bertebaran membuat lingkungan terasa kumuh. Padahal kompleks saya termasuk perumahan atau sebutlah cluster tetapi mengapa seperti tidak beda dengan suasana perkampungan di Pedongkelan.Â
Gelasah plastik minuman, sedotan plastik dan benang layang- layang campur dengan Styrofoam, plastic snack berbagai merk. Benar benar luar biasa. Sementara mereka teriak- teriak, memaki dan bermain bola dengan asyiknya memanfaatkan lahan lorong rumah kami sampai tengah malam. Saya pernah marah, pernah mengancam, tetapi mereka bergeming. Karena penghuni kompleks tidak kompak maka pembiaran itu membuat mereka tidak pernah berhitung waktu. Mereka akan berhenti bila sudah lelah.
Mungkin karena terbiasa hidup di kota orang seperti saya akhirnya terbentuk untuk cenderung cuek terhadap lingkungan. Awal- awalnya sih peduli lama- lama bosan sendiri. Kesimpulannya adalah yang penting berdisiplin membuang sampah khususnya pada anggota keluarga. Anak diingatkan untuk tidak membuang sampah sembarangan, orang lain Masa bodo.
Nah itulah. Masa bodo itulah salah satu sifat penduduk kota yang bersala dari multi etnis, ras dan suku. Ada yang dengan kesadaran sendiri merapikan sampah, membuang pada tempatnya tetapi ada yang cuek, tidak peduli bahkan jika akhirnya sampah menggunung dan merusak pemandangan. Bagaimana membangun kesadaran untuk peduli sampah? Harusnya memang dimulai dari lingkungan terdekat, keluarga tentunya, tetapi peranan guru untuk tidak bosan- bosannya mengingatkan siswa ntuk tidak sembarangan buang samapah sembarangan amat penting. Nyatanya perilaku anak- anak yang membuang sampah plastik minuman itu tentunya terbawa dalam pengajaran di sekolah. Sekolah yang cuek akan memberi dasar yang buruk terhadap karakter siswa. Guru yang cerewet dan selalu tidak bosan mengingatkan anaknya untuk tidak membuang sampah tentunya akan diingat siswa.
"Di tempat sampah Bu..."
"Seratus buat kalian!"
Masalah habit atau perilaku warga kota yang cenderung tidak peduli pada masalah sampah membuat apapun himbauan tentang dampak rusaknya lingkungan menjadi tidak berarti. Sampah di kolong tol, sampah di got- got perkampungan, di sudut sudut tanah kosong, di seputaran kolong- kolong gang. Tiap lahan tidur yang dirasa tidak dipelihara pemiliknya sampah- sampah tergeletak. Padahal di tiap RT ada petugas sampah tetapi tetap saja warga bandel membuang sampah demi solusi jangka pendek, rumahnya bersih tetapi rumah tetangganya terkena dampaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H