Seorang guru sampai saat ini masih dipandang sebagai role model bagi muridnya. Tingkah laku guru menjadi cermin moral dan panutan pengetahuan murid-muridnya.
Sayangnya banyak guru sekarang sangat aktif di media sosial, punya grup di WA untuk per bidang studi atau kesamaan profesi tetapi bicaranya menyerempet- nyerempet tentang SARA, Fanatisme agama, radikalisme dan terlibat dalam politik praktis dengan ikut- ikutan membagikan informasi bohong.
Guru sebagai Agen Ilmu dan Perubahan
Jika guru mempunyai ide, pendapat atau pilihan politik bukannya lebih bagus disalurkan dengan menulis opini di media masa atau di media sosial. Guru pasti melek pengetahuan dan tahu membedakan yang buruk dan yang baik. Alangkah tidak elok hanya karena informasi viral guru "grusa-grusu" Membagikan informasi yang belum tentu benar.Â
Bagaimanapun guru adalah salah satu sumber pengetahuan. Ia harus banyak membaca, banyak menyerap informasi. Informasi yang masuk dalam telinga tidak boleh ditelan mentah- mentah begitu saja. Harus dipikirkan logikanya apakah fakta ataukah hanya isapan jempol alias informasi palsu.
Sebagai Agen ilmu pengetahuan kemampuan menelaah, menganalisis dan mempertimbangkan informasi harus bisa dipertanggungjawabkan. Tentu bukan dengan bahasa emosi karena sudah terjebak dalam politik praktis, arus dukung mendukung. Jika benar dikatakan benar dan jika salah juga harus dikatakan salah.Â
Akan sangat fatal jika seorang guru hanya membaca judul-judul artikel langsung bisa menyimpulkan isi dari artikel tersebut. Telaah kritis dan teliti harus menjadi sifat guru sejati sehingga ia bukan menjadi agen informasi bohong tetapi mampu meluruskan berita bohong itu.
Jika baru setengah-setengah mendapat informasi sebaiknya disimpan. Guru perlu melakukan perbandingan informasi sehingga yang masuk dalam pikiran dan pendengaran adalah informasi akurat.
Guru dan Calon Pemimpin Bangsa
Akan aneh jika ada oknum guru ditangkap aparat hanya karena menyebarkan informasi bohong, fitnah dan bahkan tendensius karena menyangkut kebencian pada salah satu paslon presiden. Guru bagaimanapun harus menempatkan diri sebagai intelektual yang mampu berpikir panjang apalagi ia berhadapan dengan calon pemimpin bangsa.
Sungguh berat beban guru. Tetapi sesungguhnya profesi guru itu mulia. Walaupun dulu jarang siswa berprestasi memilih pendidikan guru sebagai pilihan pertama. Mereka yang mempunyai prestasi gemilang di sekolah lebih memilih memilih dokter, insinyur, sarjana ekonomi atau bidang pendidikan yang basah dan menjanjikan masa depan cerah.
Posisi guru sampai saat relatif lebih aman, karena pendapatannya cukup kecil bila dibanding profesi lain semacam pengusaha, arsitek, pegawai bank , pegawai pajak, bea cukai atau artis.