Ini guyon waton saja...Sebab di pemilu 2019 ini rasanya narasi bohong dirayakan dengan riang gembira. Salah satu paslon sering melontarkan data bohong, pidato yang menampilkan fakta yang susah dipercaya karena tidak didukung data akurat. Sekedar melontarkan wacana tidak memperhitungkan akibat yang ditimbulkan.
Kewarasan yang Tumbang Karena Berbohong
Manusia kalau sudah biasa berbohong rasanya enteng memungut isu- isu yang belum tentu benar. Walaupun sebenarnya ia tahu sedang bohong tetapi demi sebuah goal untuk menang kontes, Â mereka harus merelakan kewarasan menjauh. Ia akan melawan arus, mencari jalan beda dari kebanyakan orang. Bahkan orang baik yang sebenarnya tidak pernah merugikan dirinya diserangnya habis- habisan dengan fakta- fakta lemah.
Saya semakin pusing jika bicara politik. Benar- benar mumet memikirkan komentar- komentar "grusa-grusu" dari calon presiden. Mungkin saya mau tertawa bagaimana ia bicara mewakili orang miskin sementara sejak semula ia berada dalam lingkaran elite.Â
Bahkan mungkin masuk dalam 1 persen orang yang hidup bergelimpangan harta. Saya yang masuk kategori 99 % hidup dalam tingkat hidup pas- pasan merasa tidak nyaman bahwa para politisi itu yang modalnya besar untuk bisa menembus parlemen merasa yakin ia mewakili rakyat. Dan perjuangan pada orang miskin itu tersembur dari mulut- mulut politisi yang notabene begitu haus kekuasaan.
Jalan politik telah melenyapkan rasa rendah hati. Ia menempatkan diri sebagai teraniaya, menarasikan ketidakadilan, memprovokatori orang untuk tidak bersyukur telah diberi hidup dan tubuh sehat.Â
Manusia tentu butuh perjuangan dan kerja keras untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan. Orang sombong tidak perlu introspeksi diri, ia sudah yakin terhadap dirinya sendiri dan jarang meneliti diri dengan melakukan kontemplasi atau meditasi.Â
Dalam ritual kontemplasi dan meditasi tentu fokus utama pada diri sendiri. Yang pertama tentu menyadari keberadaan dirinya, menyadari ketidaksempurnaan sebagai manusia dan akan memperbaiki diri demi kualitas hidup selanjutnya.
Ternyata banyak politisi sengaja lupa dan demi sebuah perang ia harus bermain watak. Ia harus bisa mencari kekurangan kontestan lain untuk menggiring opini masa. Masyarakat sekarang ini gampang- gampang susah. Secara intelektual kecerdasan rata- rata manusia tentu meningkat tetapi terjadi penurunan atas kecerdasan emosional dan logika nuraninya karena pilihan politik.Â
Orang yang tidak suka akan cenderung menutup diri terhadap apapun kritik, masukan, maupun saran. Ia seperti sudah mempunyai paket yang tidak bisa ditawar- tawar. Ia cenderung menjadi pelawan arus, entah benar- entah tidak yang penting harus berbeda, yang penting harus menjadi oposan bagi terobosan dari lawan politiknya.
Sayangnya banyak masyarakat bisa terpedaya dengan narasi kebohongan. Nah kadang- kadang berita bohong itu lebih dipercaya dari pada kebenaran itu sendiri. Karena sudah terbalut benci maka apapun kebaikan dan kerja keras pemimpin selalu dicibir dan ditanggapi"nyinyir". Â Â