Harapan untuk ke depannya masyarakat perlu sadar tidak perlu  ikut arus pendapat politikus. Yang positif didukung yang negatif ditinggalkan, yang masih perlu mendapat masukan dan dukungan ya obyektif diberi suport. Hanya menonjolkan kebencian tapi menutup mata pada usaha- usaha keras untuk melayani masyarakat perlu diapresiasi. Komentarpun harus dijaga tidak mengarah pada pada ejekan- ejekan menyangkut fisik, ras, suku, agama dsb. Kenyataan yang terjadi banyak akun- akun yang bermunculan di media sosial amat gencar mengedepankan ketidaksopanan, lebih sering mengejek fisik seorang pemimpin. Padahal ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendukung mereka yang secara total berusaha membangun bangsa.
Dari sisi budaya masyarakat seperti terbawa dalam arus kebudayaan asing. Dalam hal fashion, busana lebih menonjolkan identitas keagamaan. Seakan- akan dengan simbol fashion bisa mengukur sampai seberapa kadar keimanan seseorang. Padahal Indonesi sebetulnya sudah mempunyai identitas misalnya para santri yang sering mengenakan sarung, baju gamis dari peci yang sudah turun temurun menjadi kekhasan santri Nusantara, akhir akhir ini dengan munculnya banyak Ulama Arab identitas Timur Tengah begitu menonjol.
Untungnya batik masih mendapat tempat tersendiri, meskipun bukan batik tulis tapi lebih ke motif batik yang berasal dari pabrik bukan industri rumahan. Untuk batik tulis hanya kalangan tertentu yang mampu memakainya (menengah ke atas) karena batik tulis masih relatif lebih mahal. Yang agak murah adalah batik cap yang kualitasnya hampir sama dengan batik tulis. Bedanya karena batik tulis itu produk handmade dan desainnya cenderung eksklusif maka ada harga spesial yang membedakan hasil batik tulis dan batik cap.
Rasanya pemimpin kita sudah mencontohkan untuk memakai produk lokal, karena terbukti produk lokal tidak kalah berkualitasnya dengan produk luar negeri. Untuk produk budaya Indonesia boleh jadi perlu berbangga karena keragaman, kreatifitas, sumber daya manusia, sumber daya alam mendukung budaya menonjol dibangingkan dengan negara lain.
Harusnya setiap calon pemimpin saling bersaing untuk memberi ide kreatif pada pelaku ekonomi, agar pergerakan ekonomi bisa menjadi modal untuk bersaing di tingkat global bukan saling menjegal dan saling memaki serta saling menebarkan kebencian.
Kontestasi pilpres, pileg yang terpenting adalah menghidupkan perekonomian bangsa. Membangun kekuatan agar Indonesia bisa berjaya dan mampu menjadi pemimpin setidaknya di tingkat Asia Tenggara syukur- syukur bisa mengejar ketertinggalan dari negara maju seperti China, Jepang, Korea Selatan. Vietnam sendiri sudah bergerak selangkah lebih maju.
Kunci Kemajuan adalah Berani Berubah
Indonesia maju karena masyarakatnya  sendiri yang mau berubah, mau membuang kebiasaan buruk yang selama ini menghambat laju pembangunan. Jika masyarakat terus disibukkan dengan paham radikalisme, yang lebih menonjolkan identitas keagamaan bagaimana bisa bergerak maju. Jika terus sibuk melakukan pembelahan karena masalah perbedaan afiliasi politik, paham- paham keimanan ya siap siap saja seperti negara Afganistan, Timur Tengah seperti Suriah yang terus berperang padahal mereka adalah saudara sendiri, agamanyapun sama, hanya beda mazhab, beda aliran tetapi saling memaki, saling menyerang masalah akidah.
Jadi harapan terbesar masyarakat tentu mau hidup rukun, bersama bergerak untuk memajukan bangsa, bukan saling mengumpat hanya karena beda pilihan. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H