Sebagai seorang guru, dan kebetulan ikut arus menyenangi dunia tulis menulis, tentu butuh tujuan jelas ke mana harapan akan digantungkan. Sebagai seorang guru harapannya adalah selalu bisa menginspirasi siswanya untuk belajar tekun dan mengejar cita - citanya. Bisa menguasai kelas dan mendorong siswa mengerjakan tugas sesuai target.
Tanpa komitmen, konsistensi, usaha keras dan target banyak waktu akan terbuang. Masalah efektifitas waktu menjadi tantangan berat. Jika sejak semula  tidak disiplin, sejak semula hanya main- main dan hangat- hangat kuku tentu susah mengejar harapan yang digantung tinggi tinggi.
Resolusi itu adalah semacam catatan kecil untuk mengingatkan betapa penting membangun komitmen. Jika manusia bisa disiplin, dan kemudian bisa mendorong diri sendiri untuk terus bekerja maka separoh dari resolusi itu mungkin akan tercapai.
Analisis Sosial Budaya dan Politik
Seorang penulis tentu akan selalu menulis, menulis dan menulis. Disamping menulis tentu akan memberi sarapan otak dengan membaca dan melakukan penelitian kecil kecilan untuk menambah kualitas tulisan. Perlu juga berdiskusi tentang hal- hal yang berhubungan dengan tulisan. Bagi penulis berkhayal boleh jadi menjadi sumber pendapatan karena fantasi dan khayalan bisa menjadi ide kreatif dalam menulis.
Sebetulnya hanya dengan menulis saja tentu meragukan. Harus mempunyai relasi penerbit sekiranya tulisan bisa dikumpulkan menjadi buku. Nah untuk menjadi penulis profesional setidaknya bisa mengedit tulisannya sendiri sebelum dicetak.
Tahun 2018 adalah tahun penuh intrik dalam dunia politik. Saya mencatat banyak sekali kebohongan- kebohongan yang sengaja diekspos untuk memenuhi syahwat politik. Bagi orang politik dan mereka yang berharap ada perubahan dalam pemerintahan segala cara harus dilakukan agar presiden sekarang terjebak dalam kasus yang bisa mengurangi elektabilitasnya. Bahkan ulama dan orang orang intelektual yang sangat ingin meraih kekuasaan begitu getol menumbuhkan pembelahan- pembelahan lewat media sosial. Keadaan sosial sengaja dibuat chaos seperti halnya Presiden Amerika Serikat.
Pada diskusi- diskusi di televisi jelas terpancar bahwa ujaran-ujaran kebencian, persekusi terhadap seorang pemimpin sangat menonjol. Kritikan kepada pemerintah memang perlu dan amat penting tetapi yang muncul bukan kritikan membangun namun mengarahkan masyarakat untuk membenci pemimpinnya, melakukan metode fitnah, menggunakan taktik politik kurang elok yang diamini oleh pemimpin agama. Dua kubu akhirnya memang saling melakukan persekusi terhadap figure calon presiden 2019. Lalu siapakah yang benar. Masing- masing berasumsi pihaklah mereka yang benar. Mereka yang direstui ulama, mereka yang direstui rakyat, mereka mengatasnamakan rakyat. Lalu bagaimana suara rakyat sebenarnya?
Entahlah banyak masyarakat bingung dengan perang opini elite politik, politikus yang sengaja menggoreng isu untuk memanas- manasi suasana. Banyak elite terjebak dalam sikap munafik. Ngotot membela pemimpin  namun dalam diri mereka tetap mempunyai agenda tersembunyi untuk menguntungkan diri sendiri. Itulah kilasan suasana politik tahun 2018. Dalam bidang ekonomi sejujurnya memang banyak gejolak dalam masyarakat. Beban pajak semakin tinggi sementara pendapatan masih stagnan. Tetapi sebtulnya jika masyarakat sedikit berusaha masih banyak peluang pekerjaan yang mampu menutupi segala bentuk kekurangan. Pergerakan ekonomi rakyat malah lebih seru, terbukti dengan munculnya lapak- lapak di kaki lima untuk berjualan apa saja yang bisa ditawarkan kepada konsumen. Herannya juga ada saja pembelinya. Meskipun terjadi penurunan transaksi di pasar atau di mal, pergerakan belanja online meningkat, tentu sebuah indikasi bahwa sebetulnya perekonomian Indonesia tetap bergerak. Masalahnya ada politikus, LSM yang sengaja mengekspos kemiskinan untuk menunjukkan bahwa ada masalah dengan perekonomian Indonesia. Padahal dunia memang sedang terguncang oleh aroma perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Dari inflasi yang melanda dunia itu sebetulnya tidak terindikasi bahwa Indonesia sedang mengalami kebangkrutan atau kepunahan seperti yang digambarkan oleh seorang calon presiden. Terlalu berlebihan jika mengutip kata"punah".
Jika tidak ingin punah maka masyarakat Indonesia tidak perlu terprovokasi hanya karena kontestasi calon presiden. Masyakarakat harus bijak dan tetap berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan roda ekonomi negara. Dalam dunia setiap usaha  baik, ekonomi, budaya, politik tentu ada persaingan. Ada yang kuat ada yang lemah, ada hukum sebab akibat dan itulah masalah yang dihadapi oleh manusia. Jika kuat menerima gedoran dan godaan, serta mampu melewati intrik, masalah dan persaingan kesuksesan tentu di tangan, jika menyerah dan hanya bisa berkhayal tetapi malas untuk bangkit dari keterpurukan maka kemiskinanlah ganjarannya.
Sekarang setiap orang memang perlu berubah, berubah menjadi lebih baik, tetapi tidak perlu mengorbankan kehidupan manusia lain dengan cara menjelek- jelekkan orang lain, menutup usaha orang lain dengan cara melontarkan fitnah yang keji. Masyakarakat sudah cerdas, siapa yang harus didengar. Politik itu masalah kepentingan. Jika kepentingan terakomodasi maka akan dibela matia- amtian, jika ternyata akhirnya kepentingannya terabaikan maka mereka berusah lari atau akhirnya berbalik arah. Dari teman menajadi alwan dari lawan menjadi teman. Dari keterpurukan akhirnya bisa meraih kesuksesan. Ituah kehidupan.