Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Melacak Jejak Sejarah Magelang dengan Membaca "Elang Menoreh"

25 November 2018   21:58 Diperbarui: 28 November 2018   04:51 2297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arturo Magellan, laki-laki berasal dari Spanyol yang besar di Negeri Pisa Italia mengembara ke tanah Jawa sampai ke negeri Pajang. Dari Pajang, Sultan Hadiwijaya membawa Arturo Magellan ke daerah sekitar Meteseh.

Magellan atau yang biasa diucapkan oleh lidah Jawa Mas Gelang (Gellan) pada akhirnya menjadi sebutan kota di tengah-tengah pulau Jawa atau yang bisa disebut pakuning Jawa. Gunung itu adalah gunung Tidar. 

Sekolah Taruna Nusantara dan Akademi Militer yang terletak di jantung kota Magelang juga terkenal dengan kota seribu bunga. Kota sejuk yang terletak di bawah gunung Sumbing dan dekat dengan Sindoro, Pegunungan Menoreh Merapi Merbabu itu sungguh indah pemandangannya.

Mengulik Cerita Fiksi Sejarah

Membahas tentang Magelang penulis ingat minggu ini menerima kiriman buku dari novelis, wartawan, blogger Wiwien Wintarto. Judul bukunya adalah Elang Menoreh Perjalanan Purwa Kala. Bicara tentang menoreh penulis teringat pada penulis legendaris SH. Mintarjo yang menulis serial cerita silat di harian Kedaulatan rakyat Api di bukit Menoreh. 

Cerita itu tentang sejarah Pajang dan Mataram sekitar tahun 1500 M itu bercerita tentang kisah Nara murid Empu Soca dari Bagelen. Nara termasuk remaja yang berbakat karena mempunyai kemampuan silat tingkat tinggi, hasil didikan keras Empu Soca.

Singkat cerita, setelah kematian Demang Bagelen Tawang Alun, Nara ditugaskan menjadi pengganti Jagabaya Bagelen menggantikan Tawang Alun. Tugasnya berat karena menyangkut keamanan daerahnya yang waktu itu sering diganggu oleh oleh begal- begal keji pimpinan Bango Lampar dan Aryo Pamot.

Cerita mengalir dengan keseruan intrik-intrik antara Mataram, gerombolan pimpinan Bango Lampar dan trik-trik licik menantu dan saudara dari Sultan Hadiwijaya (masa mudanya dikenal dengan Jaka Tingkir) .

Dialog-dialog yang terbangun dari  cerita dari buku setebal 360 halaman (terbit pertama Oktober 2018 plus viii , panjang 20 cm) ini membuat penulis tidak beranjak dari tempat duduk selama berjam- jam. Seperti ketika membaca Api di bukit Menoreh rasanya enggan beranjak dan melewatkan ceritanya yang mengalir. 

Penulis seperti masuk dalam keseruan cerita, terutama trik-trik tingkat tinggi dari penguasa Jawa Panembahan Senapati atau yang terkenal dengan sebutan Senopati ing Alaga atau Srubut atau Sutawijaya yang berhasil membunuh Aryo Penangsang (Penguasa Jipang Panolan yang sakti mandraguna). Kecerdasan taktikal perang Mataram dan penggambaran keteraturan tata kota Mataram membuat keasyikan menjelajahi sejarah Jawa lewat fiksi sejarah semakin menenggelamkan penulis pada apa yang terjadi di halaman selanjutnya.

Buku terbitan Metamind (creative imprint Tiga Serangkai) saya temukan lewat media sosial facebook. Buku yang sebetulnya sudah lama saya intip lewat novel online (Wattpad) patut anda baca. Sepanjang cerita anda akan menahan nafas membuka lembaran-lembaran selanjutnya yang semakin seru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun