Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Panggung Besar Ratna Sarumpaet dan Jebakan Kebohongan

6 Oktober 2018   11:48 Diperbarui: 6 Oktober 2018   13:21 1842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terbiasa di panggung teater Sarumpaet melenggang ke panggung besar bernama Teater politik Indonesia (indonesiakaya.com)

Ternyata sederhana, berperilaku baik saja tidak cukup bagi sebagian masyarakat Indonesia. Mereka butuh pemimpin yang bisa berpidato secara menggelegar, berpenampilan gagah, mengesankan keberpihakan pada masyarakat kecil dan memanjakan masyarakat dengan subsidi-subsidi sehingga rakyat bahagia, tidak terbebani dengan cekikan kebutuhan pokok sehari- hari yang sulit dijangkau oleh orang miskin papa. 

Nah mimpi-mimpi sebagian masyarakat itulah yang ingin digarap oleh oposisi. Mereka menggiring sebagaian masyarakat yang malas bekerja keras memimpikan pemimpin yang mau memanjakan mereka dengan subsidi, kemudahan dan mimpi-mimpi mereka mendapat sandang papan yang murah. Janji - janji politisi itu terus dikumandangkan sehari - hari dan akhirnya menggoda masyarakat yang lelah dengan kemiskinan ikut dalam suasana mimpi yang sedang dibangun.

Petahana dan oposisi saling serang. Perang komentar dahsyat malah muncul pada tataran pendukung pendukung yang aktif di media sosial. Mereka seperti ingin menunjukkan bahwa merekalah yang benar. 

Dengan sudut pandang argumen sendiri. Yang satu merasa lebih benar yang lain tidak mau disalahkan. Yang satu punya pendapat bahwa kebijakan petahana terlalu menguntungkan asing, aseng sehingga mereka takut Indoensia tidak bisa mandiri dan terlalu bergantung pada negara lain. 

Gelegar janji politisi memberi mimpi-mimpi selangit tentang demokrasi, tentang sebuah negara mandiri, yang tidak mau didikte negara lain, tidak mau mempunyai beban hutang yang akan mencekik leher sendiri.

Pihak satunya mempunyai alasan mengapa harus berhutang, membangun infrastruktur, membangun dari tepian, mengurangi subsidi BBM, mengurangi ketergantungan pada bantuan langsung tunai, memberi rangsangan kreatif masyarakat untuk mencari pekerjaan-pekerjaan kratif, entrepreneurship dan melayani sepenh hati dengan memangkas birokrasi yang rumit menjadi lebih sederhana. 

Ada masyarakat yang masih ingin bernostalgia  dengan kemakmuran masa lalu, ada masyarakat yang berpikir ke depan dengan mengedepankan rasinalitas dan kemandirian berpikir. Ada pula masyarakat yang hidup dari mimpi-mimpi, janji-janji dan khayalan-khayalan tanpa harus bekerja keras.

Masyarakat demokratis yang baru saja tertidur panjang setelah ditekan oleh represifnya pemerintahan Orde Baru itu akhirnya berlari amat cepat, tetapi demokrasi itu akhirnya kebablasan, sebab kadang kebebasan itu menjadi demokrasi kurang ajar, demokrasi tanpa sopan santun, terjebak dalam pengkultusan, memberhalakan agama. Padahal tujuan utama agama-agama itu adalah menyembah Tuhan bukan mengkultuskan agama. 

Setiap kali bersentuhan dengan aturan agama orang mudah tersinggung, marah, beringas. Padahal fungsi agama adalah memberi ruang kebijaksanaan, menyuburkan luasnya jiwa untuk bertoleransi, saling menghargai kepercayaan satu dengan yang lainnya. Agama saat ini malah menjadi biang dari perpecahan, pertengkaran, perdebatan yang berujung pertumpahan darah, perang dan air mata kesedihan.

Ketika agama menjadi biang dari kerusuhan, muncul pertanyaan mengapa harus beragama jika ujung -- ujungnya berperang. Fanatisme memunculkan permusuhan. Siapa yang berbeda  itulah musuh sebenar- benarnya. Padahal semua manusia tidak ada yang sama persis pendapatnya. Tiap orang tentu mempunyai paradigma yang beda dalam memandang kehidupan.

 Yang sekarang sedang hangat dibicarakan adalah fenomena bohong. Ratna Sarumpaet. Menjadi tokoh utamanya. Ia adalah tokoh utama yang menjadi buah bibir dalam beberapa hari ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun