Lalu siapa yang harus dipegang teguh nasihat-nasihatnya jika Seorang resi saja telah terjebak dalam dukung mendukung dan masuk dalam ranah poitik praktis.
Sang Pembisik, akhirnya kelelahan. Putus asa melihat seorang resi telah lupa pada kewajibannya yang utama, berdoa dengan tulus, berdiri tegak kokoh dalam ruang hampa tanpa peduli bujuk rayu kekuasaan. Ia adalah simbol dari kemegahan sabda alam yang memberi keseimbangan pada semesta alam. Seorang resi selalu mendengar suara suara perih dari mereka yang menderita tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras. Bahwa kebenaran itu universal bahwa Sang Maha Dzat itu milik semua orang yang mengasihi dengan tulus.
"Ku terlalu mabuk oleh pujian sehingga lupa bahwa kau adalah resi yang miskin harta tapi kaya kebajikan. Bukan bajumu, bukan sematan pangkat yang menjadi ukuran tinggi ilmumu. Ketika kau mau berbagi dan mau mengaku bahwa sebagaimana manusia kau masih bodoh dan belajar dari siapapun tanpa pandang bulu, bahkan dengan semut dan serangga kau mesti belajar tentang makna gotong royong, kesetiaan, tolong menolong dan kerja keras."
"Maaf, Berjalanlah sendiri dalam imanmu sekarang. Tapi kau sudah tidak patut menyandang Resi. Bukan simbol- simbol kesucian yang menjadi prioritas. Yang Tunggal tidak pernah meminta untuk dibela, Dia hanya meminta kau rendah hati, sadar bahwa tujuan hidup itu untuk saling mengisi. Tidak ada manusia satupun sama segaa hal. Perbedaan itulah yang memberi kekayaan. Hitam tidak akan sempurna tanpa ada putih. Kesucian akan tampak berkilau ketika ada kejahatan dan kau mampu melewati godaan itu dengan menyingkirkan sebuah kejahatan tanpa harus membalasnya dengan kejahatan."
***
Resi Waseso akhirnya tersedu-sedu mencerna bisikan-bisikan yang semula tak dihiraukannya. Ia sadar mendekap kekuasaan hanya membuat ia tersandera oleh sebuah harapan yang ternyata kosong.
" Kau kembali terhempas setelah mengetahui janji itu hanya "gula-gula" dari kampanye yang akhirnya menyisakan cerita kelam."
Silahkan kau kembali. Tapi tanggalkanlah gelar resi yang tersemat melekat dalam dirimu. Setelah kau lebih mendengarkan bisikan -- bisikan memabukkan politisi, merunduklah. bersihkan diri dulu, Â silahkan kembali menyesap sabda alam. Alam akan mengujimu kembali, semoga kau lebih mendengarkan bisikanku daripada kilauan emas yang berkilauan dari mereka yang haus kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H