Jelang pemilihan Presiden 2019 Â cuaca alam semakin panas terlebih-lebih isu-isu kegagalan pemerintah mengelola negara semakin gencar terdengar di lini masa baik di media daring maupun media-media arus utama atau mainstream. Banyak pengamat politik mulai melontarkan pendapat. Politisi mulai memasang strategi pemenangan dan kampanye-kampanye partai politik semakin ramai. Apalagi yang kebetulan saat ini menganggap mereka adalah oposisi: Rocky Gerung, Fadly Zon, Fahri Hamzah, dan Mardani Ali Sera.
Sah-sah saja memprediksi perkembangan politik yang mulai mengadopsi trik-trik ala koboy politik Jakarta tahun 2014. Strategi menyebarkan isu-isu PKI, benturan-benturan keyakinan agama. Dikotomi Islam Moderat, Islam santri, dan Islam garis keras yang diwakili oleh FPI pimpinan Rizieq  Shihab serta HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Perbenturan ideologi itu membuat masyarakat terbelah dan suasana adem-ayem menjadi tercoreng.
Aksi pengerahan massa dan penyebaran tagar#Ganti Presiden2019 dilakukan massif oleh partai oposisi. Mereka antara lain Partai Gerindra dan PKS.
Gerindra memang sudah memastikan Prabowo kembali diusung sebagai calon Presiden, walaupun mereka juga masih menunggu perkembangan elektabilitas Prabowo yang masih tanda tanya --terakhir survei INES melambungkan nama Prabowo di atas Jokowi dalam urusan elektabilitas.
Sementara di kubu partai pemerintah sudah gencar dilakukan safari politik untuk memromosikan tokoh-tokohnya mendampingi Jokowi sebagai wakil Presiden. Cak Imin atau Muhaimin Iskandar dan Romy (Romahurmussi) gencar melakukan branding diri di media sosial dan memasang baliho besar di jalan-jalan. Meski Jokowi masih adem ayem belum ada tanda-tanda mulai memasang target untuk kembali terpilih sebagai Presiden untuk periode kedua.
Tapi benarkah isu pemerintah telah gagal mengelola negara itu yang menggerakkan masyarakat untuk gencar mendorong masyarakat mengalihkan suaranya ke Calon Presiden lain, semisal, Prabowo?
Memang, yang terjadi di media sosial tidak sesignifikan dengan isu-isu di warung-warung kopi, warteg, dan kumpulan-kumpulan arisan warga.
Namun menurut pengamatan penulis isu kegagalan pemerintah mengelola negara itu sengaja dihembuskan untuk membendung elektabilitas Jokowi yang semakin merangkak naik, sementara calon Presiden lain masih bingung menunggu kepastian koalisi.
Yang pasti dukungan kepada Jokowi sudah dilakukan oleh partai Nasdem, PDIP, Golkar, PSI, Hanura, Perindo. Partai partai kecil lainnya masih menunggu tetapi tentu suara mereka tidak akan berpengaruh banyak.
Gerindra dan PKS saja masih tawar menawar tentang pasangan yang hendak diusung Prabowo. Begitu juga PAN yang membelah diri. Di satu kaki ikut pemerintahan dan satu  kaki lainnya ikut Gerindra. Ditambah, pentolan PAN yaitu Amien Rais gencar melakukan kritik membabi buta kepada Jokowi dan jajaran pemerintahannya.